31 January 2022

One Way Ticket

Foto: Panglima Mandala Trikora, Mayjen Soeharto mengunjungi pasukan Zeni di Morotai, Kepulauan Maluku, yang sedang membuat pangkalan udara darurat untuk menyerang tentara Belanda di Papua


Tulisan Lawas (31 Januari 2014)

"Operasi ini hanya untuk satu kali jalan, tidak untuk kembali. Saya perkirakan, 60 persen dari kalian akan mati, hanya 40 persen yang selamat dan bisa kembali. Jika tidak sanggup, mundur!. Saya beri waktu hanya satu menit untuk berpikir ulang."

Itulah salah satu amanat Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat, Mayor Jenderal Soeharto kepada para prajurit yang tergabung dalam Operasi Mandala Trikora di Morotai, Kepulauan Maluku, pada pertengahan 1962.
Tetapi tidak ada satu pun prajurit yang mundur. Semua menyatakan siap mati demi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu dari prajurit itu adalah ayahanda yang saat itu masih bujangan dan berusia 22 tahun. Sersan Dua Sampit Ginting, komandan regu dari kesatuan Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur) 7 Kostrad. Saat itu Kostrad masih bernama Korps Tentara 1 Tjadangan Umum Angkatan Darat (Korra 1/Tjaduad).

Untuk menghadapi tentara Belanda, pada 1962-1963 Kostrad membentuk delapan batalyon zeni tempur (yonzipur) dan batalyon zeni konstruksi (yonzikon), terdiri dari Yonzipur 7, Yonzipur 9/Para, Yonzipur 10/Amfibi, Yonzikon 11, Yonzikon 12, Yonzikon 13, Yonzikon 14, dan Yonzikon 15. (Dulu masih disebut Yonzikon 1, 2, 3, 4, dan 5).

Tugas yonzipur maupun yonzikon, antara lain membuat pangkalan udara maupun pangkalan laut darurat. Darurat, karena dibuat dari bahan-bahan yang ada di pulau seluas sekitar 1.800 kilometer persegi itu. Pangkalan udara untuk penyerangan yang berada di bibir Pasifik itu, dibuat dari batang-batang pohon kelapa.

Sebagai komandan regu di Yonzipur 7 yang bertugas di Morotai, selain membuat pangkalan untuk penyerangan, ayahanda juga disiapkan untuk melakukan penyerbuan darat ke Papua, tempat tentara Belanda bercokol. Begitu juga dengan pasukan yonzikon.

Sementara Yonzipur 9/Para juga mendapatkan tugas menyerang lewat cara penerjunan dari udara. Sedangkan Yonzipur 10/Amfibi juga bertugas menyerang lewat pendaratan amfibi, seperti pasukan KKO/Marinir TNI-AL.

Namun, pasukan yang berpangkalan di Morotai itu tidak jadi melakukan penyerbuan ke Papua, karena terjadi perundingan diplomatik pada Januari 1963. Belanda khawatir dengan kekuatan militer Indonesia saat itu, baik Angkatan Darat dibantu Brimob Polri, Angkatan Laut, apalagi Angkatan Udaranya. Pada masa itu, kekuatan militer Indonesia adalah yang terkuat di belahan Selatan dunia. Indonesia berwibawa di kancah diplomasi internasional, karena memiliki militer yang kuat.

Pasukan 'one way ticket' itu, setelah bertugas selama sekitar satu tahun, tanpa logistik memadai, memperoleh Satyalencana Satya Dharma. Dan kelak, mereka menjadi Veteran Irian Barat. Kini sebagian besar, termasuk ayahanda, sudah almarhum. Hormat kami padamu, prajurit sejati!

Kini, kita bisa melihat diplomasi RI lemah, karena peralatan dan kekuatan militernya pun lemah. Sehingga negara-negara lain tidak lagi takut kepada Indonesia. Tak usah jauh-jauh Singapura, Malaysia dan Australia sering bertindak kurangajar menginjak-injak kedaulatan RI.

/selamatgintingofficial


19 January 2022

Tiga Kelompok Jenderal Calon Pangkostrad

Foto: Divisi Infanteri 2 Kostrad


"Pimpinan TNI mau pilih Panglima Kostrad berasal dari mana? Profesional, lulusan Akmil terbaik, atau yang dekat dengan Presiden Jokowi?” kata Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (19/1/2021).

Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, ada tiga kelompok calon kuat panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Pertama, kelompok jenderal profesional dan berpengalaman di Kostrad. Kedua, kelompok jenderal lulusan Akademi Militer (Akmil) terbaik. Ketiga, kelompok jenderal yang terkoneksi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sedangkan kelompok keempat adalah kelompok di luar ketiganya.

“Pimpinan TNI mau pilih Panglima Kostrad berasal dari mana? Profesional, lulusan Akmil terbaik, atau yang dekat dengan Presiden Jokowi?” kata Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (19/1/2021).

Profesional dan Berpengalaman

Menurut Selamat Ginting, kelompok pertama, adalah Mayor Jenderal (Mayjen) Achmad Marzuki (55 tahun) dan Mayjen Agus Suhardi (56,5 tahun). Keduanya bertugas di Kostrad selama sekitar 23 tahun. Marzuki abituren (lulusan) Akmil 1989, saat ini sebagai Asisten Teritorial (Aster) Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Sedangkan Agus Suhardi, abituren Akmil 1988-A, saat ini sebagai Panglima Kodam Sriwijaya di Sumatra Selatan.

“Marzuki sebelum menjadi Aster KSAD, adalah Panglima Kodam Iskandar Muda di Aceh. Ia pernah menjadi Inspektur Kostrad, Panglima Divisi Infanteri (Divif) 3 Kostrad. Dua kali dengan pangkat mayjen menduduki jabatan di Kostrad,” ujar Selamat Ginting yang berpengalaman meliput di lingkungan militer selama lebih dari 25 tahun.

Marzuki, lanjutnya, mengawali karier militernya pada 1990 di Batalyon Infanteri (Yonif) 503 Brigade Infanteri (Brigif) 18, Divif 2 Kostrad.  Ia termasuk perwira tinggi Angkatan Darat yang paling banyak tugas operasi tempurnya sekitar 12-13 kali. “Marzuki sangat layak menjadi Panglima Kostrad dengan beragam tugas dan jabatannya di Kostrad. Profesional dan berpengalaman,” ungkap Ginting.

Ada pun Agus Suhardi, hanya pada saat pangkat mayor, dia tidak sempat bertugas di Kostrad. Selebihnya ia malang melintang di Kostrad. Ia mengawali dinas militernya pada 1989 di Yonif Lintas Udara (Linud) 501, Brigif 18, Divif 2 Kostrad.   

“Pernah menjadi komandan peleton, komandan kompi, dua kali menjadi komandan batalyon, asisten operasi Divif 1, komandan Brigif Linud, Kepala Staf Divif 1 dan Divif 2 sampai Panglima Divif 2 Kostrad. Namun, Agus Suhardi kalah banyak dalam tugas operasi dibandingkan Marzuki. Jadi, Agus Suhardi juga sangat layak menjadi Pangkostrad. Profesional dan berpengalaman pula,” jelas Ginting.


Simak video "DEKAT DENGAN JOKOWI MENANTU LUHUT CALON KUAT PANGKOSTRAD"


Lulusan Terbaik

Kelompok kedua, menurut Selamat Ginting, adalah perwira tinggi lulusan Akmil terbaik. Ada dua orang, yakni Mayjen I Nyoman Cantiasa (54,5 tahun), lulusan terbaik Akmil 1990 dan Mayjen Teguh Pudjo Rumekso, lulusan terbaik Akmil 1991.

Mayjen Cantiasa, kini menjadi Panglima Kodam Kasuari di Papua Barat. Sedangkan Mayjen Teguh Pudjo (54 tahun), saat ini sebagai Panglima Kodam Mulawarman di Kalimantan Timur. Cantiasa yang berasal dari Korps Infanteri Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pernah tugas di Kostrad sebagai komandan peleton dan komandan kompi di Yonif Linud 328 Brigif 17, Divif 1 Kostrad.

“Usai bertugas di Yonif 328 Kostrad, Cantiasa malang melintang tugas di Kopassus hingga menjadi Komandan Jenderal Kopassus. Jadi, Cantiasa juga punya peluang menjadi Pangkostrad,” ujar Selamat Ginting.

Ada pun Mayjen Teguh Pudjo, lanjut Ginting, memang belum pernah bertugas di Kostrad. Namun bukan berarti dia tidak punya peluang. Jenderal Dudung Abdurachman, misalnya, belum pernah tugas di Kostrad, namun bisa menjadi Pangkostrad. Begitu juga dengan sejumlah pangkostrad lainnya.

“Teguh Pudjo adalah perwira spesialis intelijen tempur. Ia pernah menjadi Komandan Pusat Kesenjataan Infaneri serta Komandan Pusat Penerbang Angkatan Darat. Ia tetap punya pelaung menjadi Pangkostrad.”

Koneksi Presiden Jokowi

Selamat Ginting mengungkapkan, kelompok ketiga adalah jenderal yang terkoneksi dengan Presiden Jokowi karena pernah menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Jokowi. Mereka adalah Mayjen Agus Subiyanto (54,5 tahun) dan Mayjen Maruli Simanjuntak (52 tahun).

Agus Subiyanto, abituren Akmil 1991 dari Infanteri Kopassus, pertama kali terkoneksi dengan Jokowi, saat ia menjadi Komandan Kodim di Solo, Jawa Tengah pada 2009-2011. Saat itu Jokowi masih sebagai Walikota Solo. Ia kembali terkoneksi dengan Jokowi sebagai Komandan Paspampres pada 2020-2021. Kini ia menjadi Panglima Kodam Siliwangi di Jawa Barat.

Agus Subiyanto pernah tugas di Kostrad pada 2011 sebagai Wakil Asisten Operasi Divisi Infanteri 2/Kostrad. Di Kopassus, antara lain pernah menjadi Komandan Batalyon 22 Grup 2 Kopassus dan Kepala Penerangan Kopassus.

“Ia masih tergolong lulusan muda, yakni abituren Akmil 1991 bersama Mayjen Teguh Pudjo. Peluang Mayjen Agus Subiyanto besar, karena dia darah biru istana. Presiden Jokowi tentu berkepentingan Panglima Kostrad adalah orang yang dikenalnya dengan baik,” ungkap Ginting.

Sedangkan Mayjen Maruli Simanjuntak merupakan calon Pangkostrad paling muda. Abituren Akmil 1992 dari Korps Infanteri Kopassus ini pernah menjadi Komandan Detasemen Tempur Cakra pada 2002. Detasemen ini merupakan gabungan Kopassus dan Kostrad. Selebihnya, Maruli lama bertugas di Kopassus. Antara lain sebagai Danyon 21 Grup 2/Sandi Yudha (2008-2009), Komandan Sekolah Komando Pusdikpassus (2009-2010), Wakil Komandan Grup 1/Para Komando (2010-2013), Komandan Grup 2/Sandi Yudha (2013-2014), serta Asisten Operasi Danjen Kopassus (2014).

Ia tergolong perwira tinggi yang paling lama terkoneksi dengan Presiden Jokowi. Bisa dilihat dari sejunlah jabatan yang harus dekat dengan keluarga Jokowi. Antara lain sebagai Komandan Grup A Paspampres (2014-2016), Komandan Korem di Solo (2016-2017), Wakil Komandan Paspampres pada 2017-2018. Selain itu Kepala Staf Komando Daerah Militer (Kasdam) IV/Diponegoro (2018), serta Komandan Paspampres (2018-2020).

“Kini Maruli menjadi Panglima Kodam Udayana sejak November 2020. Dari track record terkoneksi dengan Presiden Jokowi, maka Mayjen Maruli darah biru sekali. Dia calon paling favorit dan paling popular untuk menjadi Pangkostrad dibandingkan calon lain,” ungkap Ginting.

Strategis

Sementara kelompok keempat, bukan kelompok yang diprediksi untuk menjadi pangkostrad. Mereka ini adalah para panglima Kodam maupun mantan panglima Kodam, khususnya dari Korps Infanteri. Dalam sejarah Kostrad, seluruh panglimanya berasal dari Korps Infanteri.  

Antara lain Mayjen Muhammad Nur Rahmad, dan Mayjen Ainurrahman. Keduanya abituren Akmil 1988-A. Saat ini Mayjen Nur Rahmad sebagai Kepala Staf Kostrad. Sebelumnya menjadi Panglima Kodam Tanjungpura (2019-2021), serta Asisten Pengamanan KSAD (2017-2019).

Sedangkan Kepala Staf Kostrad sebelumnya, yakni Mayjen Ainurrahman juga pernah menjadi Panglima Divif 1 Kostrad. Kini sebagai Asisten Operasi KSAD. Sayangnya, Ainur belum pernah menjadi Panglima Kodam.

Siapa pun Presidennya, tentu sangat berkepentingan dengan Panglima Kostrad. Kostrad merupakan satuan militer terbesar di TNI.  Kostrad sebagai komando utama TNI merupakan satuan pemukul strategis. Memiliki sekitar 40-an batalyon tempur, bantuan tempur, dan bantuan administrasi. 


/selamatgintingofficial

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...