Foto: Republika (28/06/2019) |
Oleh Selamat Ginting
Jelang
Operasi Seroja, TNI justru sedang melikuidasi sejumlah satuan tempur
dan bantuan tempur. Persenjataan TNI juga kalah modern dibandingkan
senjata Fretilin.
Satuan tugas pengamanan perbatasan. Biasa disebut Satgas Pamtas. Bertugas di wilayah perbatasan Republik Indonesia (RI) –Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Jumat (21/6/2019) lalu, satgas menyita 102 pucuk senjata api, baik standar maupun rakitan
“Dari 102 senjata itu terdiri dari 96 pucuk senjata standar dan enam pucuk senjata rakitan. Adapun senjata standar itu terdiri dari 93 pucuk senjata laras panjang dan tiga pucuk senjata laras pendek,” ungkap Komandan Satgas Pamtas RI- RDTL, Batalyon Infanteri (Yonif) Mekanis 741/GN Mayor (Infanteri) Hendra Saputra di Markas Komando Satgas, Eban, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Satuan tugas pengamanan perbatasan. Biasa disebut Satgas Pamtas. Bertugas di wilayah perbatasan Republik Indonesia (RI) –Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Jumat (21/6/2019) lalu, satgas menyita 102 pucuk senjata api, baik standar maupun rakitan
“Dari 102 senjata itu terdiri dari 96 pucuk senjata standar dan enam pucuk senjata rakitan. Adapun senjata standar itu terdiri dari 93 pucuk senjata laras panjang dan tiga pucuk senjata laras pendek,” ungkap Komandan Satgas Pamtas RI- RDTL, Batalyon Infanteri (Yonif) Mekanis 741/GN Mayor (Infanteri) Hendra Saputra di Markas Komando Satgas, Eban, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Senjata yang disita TNI itu,
mengingatkan penulis pada peristiwa 1976. Saat itu, ayah penulis membawa beberapa
karung berisi senjata api ke rumah dinas. Senjata itu hasil operasi di wilayah
Timor Portugis pada 1975-1976. Wilayah itu belum bernama Timor Leste maupun
Timor Timur. Senjata itu dibawa setelah terjadinya integrasi Timor Timur (17
Juli 1976) menjadi bagian dari Indonesia.
Ayah penulis, Lettu (Zeni) S.Ginting,
lulusan Secapazi (Sekolah Calon Perwira Zeni) 1967. Ia sebagai perwira seksi
logistik (pasilog) Detasemen Zeni Satuan Tugas Gabungan (Denzi Satgasgab)
Komando Tugas Gabungan (Kogasgab). Hanya sekitar satu hari senjata-senjata
laras panjang itu berada di rumah dinas Mess Perwira Zeni, Srengseng Sawah,
Jakarta Selatan. Esoknya diserahkan ke Markas Komando Kostrad.
Dalam operasi militer di sejumlah
tempat, biasanya memang menyisakan hasil rampasan senjata. Kondisi yang sama
dalam kasus mantan Komandan Jenderal Kopassus, Mayjen (Purn) Soenarko. Sepucuk
senjata yang dikirim dari Aceh adalah senjata hasil rampasan dari Angkatan
Gerakan Aceh Merdeka. Senjata-senjata itu biasanya akan disimpan atau dierahkan
ke satuan-satuan komando utama militer terdekat.
Resimen
Pertempuran
Denzi Satgas merupakan gabungan
dari satuan-satuan yang berada di bawah dua Resimen Zeni Konstruksi (Menzikon)
Direktorat Zeni Angkatan Darat (Ditziad) dan Resimen Zeni Tempur (Menzipur) Komando
Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Sebagai Komandan Denzi Satgas,
Mayor (Zeni) Ernest G Rumayar, alumni Akademi Militer (Akmil) Bandung 1962.
Satuan itu tergabung dalam Resimen
Tim Pertempuran (RTP) 16/VIII. Satuan lainnya yang tergabung dalam RTP-16 adalah
Kompi Zeni Tempur (Ki Zipur) /VIII, Kompi Kavaleri Intai (Ki Kav Tai) /VIII, Baterai
Artileri Pertahanan Udara (Rai Arhanudri)/VIII,
Yon Artileri Medan (Armed)-4 /VI, Yonif 126, Yonif 501, Yonif 721, Satgas
16/II, Yonif 403, dan Yonif 305.
Satuan itu melakukan operasi di
setor barat. Wilayah pertempurannya berada di Suai, Ermera, dan Maliana. Hal
itu terungkap dalam buku Operasi Seroja Jilid II B 1976. Mereka bagian dari
pasukan gabungan yang menjalankan Operasi Seroja pertama. Perintah tugas
melaksanakan Operasi Seroja, sesungguhnya sejak 31 Agustus 1975. Sebelum
dikirim ke perbatasan Timor Portugis, mereka mengikuti sejumlah latihan
gabungan. Bahkan beberapa hari sebelum berangkat, masih mengikuti latihan di
wilayah kesatuan masing-masing.
Sebelum
pemerintah memutuskan operasi di Timor Portugis, sesungguhnya TNI sedang
melakukan rencana perampingan. Di satuan zeni, misalnya; kompi-kompi alat berat
serta kompi dump truk maupun Yonzikon 15 Menzikon Ditziad dilikuidasi. Begitu
pula Yonzipur 7 Menzipur Kostrad serta Kizi 3 Harlap Kostrad dilikuidasi. Kostrad
menyisakan Yonzipur 9 Para dan Yonzipur 10 Amfibi. Begitu juga dengan sejumlah
satuan-satuan infateri, kavaleri, armed, dan arhanud. Belum lagi persenjataan
TNI saat itu masih banyak satuan yang menggunakan senjata laras panjang SP-1
buatan Pindad. Senjata ini modifikasi
dari BM-59 yang kualitasnya belum bagus. Sering macet, popornya mudah patah,
laras mudah lepas dan sangat panas untuk tembakan rentetan.
Kopasandha,
satuan yang kini bernama Kopassus, serta Marinir dan Kopasgat (kini
Korpaskhas) umumnya menggunakan AK-47. Senjata
M-16 baru digunakan Kostrad beberapa bulan sebelum Operasi Seroja. Senjata
tersebut baru dibeli dari Amerika Serikat. Di pihak yang akan dihadapi,
Falentil atau faksi militer dari Fretilin, justru mendapatkan
dukungan senjata dari Tropas, pasukan militer Portugal. Senjata mereka standar
NATO.
Sukarelawan
Kogasgab Seroja merupakan komando
operasionil Departemen Pertahanan dan Keamanan dalam menyelesaikan masalah
Timor Portugis. Pengiriman pasukan sebagai sukarelawan dengan sasaran mendukung
perjuangan rakyat Timor Portugis berintegrasi
dengan Indonesia. Sebagai sukarelawan, mereka harus melepas atribut militernya.
Tugas awal yang disebutkan adalah menjaga di wilayah perbatasan. Mencegah serangan dan
penyusupan yang dilakukan Fretilin, pasukan militer Timor Portugis yang berhaluan
komunis. Sehingga operasi ini bersifat
tertutup dan sebatas operasi darat saja.
Satuan udara dan laut juga diperbantukan, meskipun masih secara
terbatas. Para sukarelawan ini menggunakan pakaian jins dan potongan rambut
tidak dicukur layaknya militer.
Perlahan-lahan Pemerintah Indonesia
mengirimkan pasukan tambahan ke wilayah Lorosae atau tanah matahari terbit.
Mereka melebur sebagai sukarelawan yang membantu pasukan gabungan Timor Portugis.
Kali ini sudah melibatkan tiga matra: darat, laut, udara, ditambah kepolisian.
Kekuatan pasukan yang melaksanakan
operasi perkuatan perbatasan awalnya hanya berjumlah 1.950 orang. Dalam
struktur organisasinya, Kogasgab Seroja dipimpin oleh Brigjen Soeweno, komandan
Pusat Sandi Yudha Lintas Udara Kobang Diklat TNI-AD.
Sukarelawan Kogasgab Seroja
bergabung dengan masyarakat pendukung integrasi Indonesia. Bersama dengan
tokoh-tokoh partai yang bersangkutan. Sukarelawan Indonesia ini kemudian
dijadikan sebagai pasukan pemukul dari partai UDT dan Apodeti. Masuknya
sukarelawan Indonesia membuahkan hasil. Mereka pun sudah berani menghadapi
Falintil, pasukan bersenjatanya Fretilin. Inilah hasil latihan militer singkat dalam
Operasi Komodo.
P3AD
Dalam rangkaian awal Operasi Seroja, sebagai Komandan Tim
Pengendalian, Mayjen Benny Moerdani dan Wakil Komandan tim, Brigjen Dading
Kalbuadi. Sedangkan Panglima Kogasgab Seroja, Brigjen Soeweno. Ketiganya alumni
Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat (P3AD) Bandung 1952. Cikal bakal perwira
dan pelatih pasukan komando yang kini disebut Komando Pasukan Khusus
(Kopassus).
Itulah era lulusan P3AD menjadi
elite pengendali Operasi Seroja pertama, pada 1975-1976. Komandan-komandan di
bawahnya, seperti komandan brigade atau resimen umumnya dipegang lulusan Akmil
Breda Belanda 1955 dan Akmil Bandung 1954- 1957. Sedangkan para komandan
batalyon umumnya lulusan Akmil Bandung 1958-1961 dan Akmil Magelang 1960-1961. Di
bawahnya, seperti wakil komandan batalyon maupun komandan detasemen dipegang
lulusan Akmil Bandung (zeni, perhubungan dan peralatan) maupun Akmil Magelang
(infanteri, kavaleri, artileri) 1962-1964.
Mulai lulusan 1965 semuanya lulusan
Akmil Magelang. Hal ini setelah Akmil Bandung diintegrasikan ke Magelang sejak
1961 dan ditutup pada 1964. Akmil Bandung, awalnya bernama Akademi Genie
Angkatan Darat, kemudian menjadi Akademi Zeni Angkatan Darat (Aziad), Akademi
Teknik Angkatan Darat (Atekad), terakhir Akademi Militer (Akmil) jurusan teknik
(jurtek). Menghasilkan sembilan angkatan, sejak 1956-1964.
Senjata
Fretilin
Kembali ke soal senjata dalam operasi Seroja
1975-1976. Saat itu, sebagian senjata Fretilin faksi militer Timor Portugis berasal
dari senjata yang ditingkalkan pasukan elite Portugal, Tropas. Beberapa
persenjataan bahkan lebih modern daripada yang digunakan ABRI/TNI. Hal itu
seperti dituliskan Bayu Syahputra Deparind pada
AMMO chambers, Maret 2018 lalu.
Umumnya para komandan militer
Fretilin membawa pistol
Walther P-38/P-1. Pistol pabrikan Walther Arms Jerman
merupakan pistol standar militer Portugal. Pistol semi otomatis dengan kaliber
9×19 mm. Pasukan Fretilin juga mempergunakan senapan bolt action mauser Kar98/
937 Portuguese contract. Senapan berkaliber 7,92×57 mm. Selain itu Fretilin
mempergunakan senapan mauser swedish yang mempergunakan kaliber peluru 6,5×55
mm. Ada pula SMG M948 FBP, Sub
Machine Gun buatan Portugal dengan kaliber amunisi 9×19 mm.
Kemudian yang banyak diandalkan dari Fretilin adalah
Battle Rifle G3. Penampilan senapan G3 ditambah kemampuan
bekas militer Tropas menjadi monok bagi prajurit TNI. Saat itu masih banyak
satuan TNI yang membawa SP1 Pindad. Tentu saja SP-1 tak mampu bersaing dengan battle
rifle G-3 berkaliber 7,62×41 mm. G3 memiliki kemampuan tembakan semi dan full otomatis.
Industri senjata dalam negeri Portugal, Fabrica do Braco do Prata memproduksi
G3 dalam jumlah besar untuk keperluan sendiri. Senjata ini merupakan service
rifle di angkatan bersenjata Portugal selama puluhan tahun.
Mortir
infanteri
Selain senjata laras panjang, Fretilin juga memiliki
mortir infanteri. Beberapa tipe senapan mesin dan
mortir yang dipergunakan Fretilin dalam menghadapi TNI saat itu, antara lain: senapan
mesin ringan produk Compagnie Madsen A/S dari Denmark. Salah satu senapan mesin
malam yang dipergunakan pasukan Portugis. Dirancang pada 1896. Madsen LMG salah
satu senjata yang paling eksis pada Prang Dunia I, hingga konflik era 1970 dan
1980-an.
Ada pula senapan
mesin multi fungsi atau senapan mesin regu, MG-34. Senjata ini mempergunakan
amunisi 7,92×57 mm. Mauser ini dianggap
sebagai senjata paling ‘advanced’ untuk jenisnya pada masa itu. Portugal juga mengunakan
GPMG dalam kasus Timor-Timur . kemudian senjata ini jatuh ke tangan pasukan Fretilin.
Angkatan
Bersenjata Portugal mengadopsi dan menggunakan MG-42 GPMG di daerah koloninya.
Fretilin menggunakan senjata ini untuk menggempur TNI yang masuk ke Timor-Timur.
Senjata hasil adopsi itu berasal dari MG-34. Mempergunakan amunisi berkaliber
7,92×57 mm, mauser menjadi monster bagi pasukan Sekutu saat berhadapan dengan
tentara Jerman pada Perang Dunia II.
Mortir
buatan Amerika Serikat M2 60 mm dikembangkan dari versi lebih beratnya yakni M1
yang mengusung kaliber 81mm. M2 untuk memberi bantuan tembakan yang lebih
ringan untuk tingkat kompi. Dengan
jangkauan tembakan hingga 1,8 km, senjata ini dioperasikan pasukan Portugal di
Timor Timur. Kemudian menjadi andalan Fretilin melawan TNI.
Ada
lagi Morteirette de 60 mm. Mortir
buatan Portugis ini terbuat dari bahan kulit yang kuat. Sangat mobile dan bisa
cepat memberikan reaksi bantuan tembakan. Selain itu Fretilin juga memiliki
sejumlah granat. Mereka pun memiliki
senjata andalan Korps Zeni, seperti ranjau darat.
/selamatgintingofficial