Showing posts with label Partai Politik. Show all posts
Showing posts with label Partai Politik. Show all posts

16 June 2023

Prabowo dan Airlangga Berpotensi Kuat Menjadi Pasangan Pilpres Koalisi Besar

Photo: republika.co.id

Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto berpotensi paling kuat menjadi pasangan bakal calon presiden (capres) dan bakal calon wakil presiden (wapres) jika terbentuk koalisi besar untuk maju dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Secara realitas politik, koalisi besar hanya akan terwujud jika pasangan capres dan cawapresnya adalah Prabowo dengan Airlangga. Keduanya merupakan representasi dua partai besar hasil pemilu 2019 lalu, sekaligus pendukung pemerintahan Presiden Jokowi.

Kedua ketua umum partai tersebut sangat wajar jika dipasangkan berdasarkan perolehan hasil pemilihan umum (pemilu) 2019 lalu. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berada di puncak dengan perolehan suara 19,33 persen.

Disusul Gerinda meraih 12,57 persen suara dan Golkar di posisi ketiga mendapatkan 12,31 persen. Sementara posisi keempat dan kelima diduduki Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mendapatkan 9,69 persen suara dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang meraih 9,05 persen suara.

Yang paling memungkinkan untuk bisa maju dalam pilpres, hanya dua komponen realitas politik. Pertama, partai politik yang perolehan suaranya besar. Mereka punya mesin politik yang bisa diandalkan untuk menggerakkan roda partai hingga ke basis konstituen di tingkat kecamatan. Biasanya diwakili ketua umum partai politik. Kedua, tokoh popular yang memiliki elektabilitas (keterpilihan) tinggi. Mereka bisa mendulang suara dari pemilih, khususnya swing voters (pemilih rasional).

Jika mengacu kepada tiga tokoh popular yang elektabilitasnya tinggi, ada pada Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan (non-partai). Jadi wajar jika mereka menjadi bakal capres dalam koalisi. PDIP sudah diwakili Ganjar. Selanjutnya Koalisi Perubahan dan Persatuan mengajukan nama Anies yang tidak berpartai. Sehingga wajar apabila Prabowo maju sebagai bakal capres dengan koalisinya.

Selanjutnya, untuk bisa menjadi bakal cawapres, kembali mengacu kepada dua komponen realitas politik, yakni partai yang memiliki perolehan suara besar dan tokoh popular yang memiliki elektabilitas tinggi. Jadi, koalisi besar hanya akan terwujud, apabila Prabowo dipasangkan dengan Ketua Umum Partai Golkar yang memiliki perolehan suara besar dibandingkan partai-partai lainnya.

Gerindra dan Golkar tentu saja lebih besar perolehan suaranya daripada PKB maupun PAN. Lagi pula PAN hanya memperoleh 6,84 persen suara. Maka KKIR yang terdiri dari Gerindra dan PKB akan diwakili Prabowo. Sedangkan KIB terdiri dari Golkar dan PAN akan diwaliki Airlangga sebagai ketua umum Golkar.  

Sementara tokoh popular yang memiliki elektabilitas tinggi dari sejumlah survey untuk menjadi bakal cawapres, antara lain: Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Erick Thohir, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Khofifah Indar Parawansa. Mereka inilah yang merasa punya kesempatan mendapatkan tiket politik untuk menjadi bakal cawapres selain ketua umum partai politik.

Namun, Ridwan Kamil maupun Khofifah lebih didorong untuk kembali maju dalam pemilihan gubernur di Jawa Barat dan Jawa Timur pada Pemilu 2024 mendatang. Sehingga persaingan untuk bisa menjadi bakal cawapres ada pada tiga nama, yakni Erick Thohir, Sandiaga Uno.

Apabila Koalisi Besar tidak terwujud, maka Golkar dan PAN bisa saja membuat poros koalisi baru dengan komposisi Airlangga mewakili Golkar sebagai bakal capres dan Zulkifli Hasan atau Erick Thohir mewakili PAN sebagai bakal cawapres.


/sgo

15 June 2023

PAN Bagai Layangan Putus Talinya

Photo: tribunnewswiki.com
 

Dari dinamika politik terbaca dengan jelas, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan agresif menawarkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk bisa dipasangkan sebagai bakal cawapres setidaknya di dua koalisi.

Asumsinya sejumlah survey menempatkan elektabilitas Erick berada dalam lima besar kandidat cawapres, sehingga punya harapan bisa dipasangkan sebagai bakal cawapres di beberapa koalisi.

Pertama, PAN menawarkan Erick untuk berpasangan dengan Ganjar Pranowo dari PDIP. Namun upaya itu ditolak secara halus oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri. Padahal Zulkifli Hasan sudah memindahkan daerah pemilihan (dapil) untuk dirinya sebagai caleg DPR dari Semarang, Jawa Tengah. Asumsi politiknya agar bisa bekerjasama secara politik dengan Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah. Selama ini Zulkifli selalu menjadi caleg dari dapil Provinsi Lampung.

Kedua, setelah gagal mendapatkan lampu hijau dari PDIP, maka PAN kembali menawarkan Erick Thohir kepada Gerindra. Lagi-lagi upaya itu pun tidak mendapatkan respons positif dari Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra. Gerindra tentu saja khawatir kehilangan teman koalisinya, yakni PKB, apabila menerima Erick yang disodorkan PAN. Apalagi perolehan suara PKB di parlemen, lebih besar daripada PAN.

Ketiga, dari situ kemudian PAN berinisiatif untuk menawarkan kembali terbentuknya Koalisi Besar, tentu saja dengan harapan Erick Thohir tetap bisa mendapatkan posisi bakal cawapres dengan argumentasi elektabilitasnya bersaing ketat dengan Ridwan Kamil, Sandiaga Uno maupun Agus Harimurti Yudhoyono.

Jika koalisi besar terbentuk, Golkar dan PKB tentu akan bersikeras menolak tawaran PAN yang menyodorkan Erick Thohir. Golkar merasa lebih berhak daripada PAN. Toh Ridwan Kamil yang kini bergabung dalam Golkar pun tidak disodorkan menjadi bakal cawapres. Ridwan lebih diproyeksikan Golkar untuk kembali bisa menjadi Gubernur Jawa Barat periode kedua.

Demikian pula PKB yang sedari awal sudah satu tahun membentuk koalisi dengan Gerindra. Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum PKB sudah sedari awal menawarkan diri menjadi bakal cawapres. Namun, hingga kini belum direspons positif oleh Prabowo.

Jika saja Gerindra menerima Erick sebagai bakal cawapres berpasangan dengan Prabowo, PKB berpotensi meninggalkan Gerindra untuk bergabung dengan koalisi lainnya. Jadi memang rumit.

Ibaratnya, kini PAN bagaikan layangan yang putus talinya. Tak tahu ke mana arah politiknya.  Menawarkan dagangannya yang belum laku-laku hingga saat ini.  “Timbul pertanyaan, sebenarnya siapa ketua umum PAN? Zulkifli Hasan atau Erick Thohir? Maka, wajar jika publik berpendapat Erick seperti ketua umum luar biasa dari PAN.  

/sgo

26 January 2023

Perahu Koalisi Perubahan Bagai Layar Mulai Terkembang

 

Photo: krjogja.com

Keputusan Partai Demokrat yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden, pada Rabu (26/1) ini, bagaikan layar mulai terkembang. Setelah sebelumnya perahu Koalisi Perubahan belum bergerak dan terus bersandar di bibir pantai. Padahal Partai Nasional Demokrat (Nasdem) telah menjadi penjuru pada Oktober 2022 dengan menyodorkan Anies Baswedan sebagai nakhoda.

Sebelumnya layar perahu Koalisi Perubahan masih kuncup. Kini dengan deklarasi yang dilakukan Partai Demokrat, layar politik mulai terkembang. Dan akan semakin berkembang, jika Partai Keadilan Sejahtera (PKS) segera melakukan deklarasi dalam waktu dekat.

Deklarasi bakal calon presiden yang dilakukan Demokrat sekaligus kredit poin penting bagi Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk bisa dipilih menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres). Demokrat maju selangah dibandingkan PKS. Peluang AHY semakin terbuka daripada mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) yang semula akan disorongkan PKS untuk menjadi bakal cawapres mendampingi Anies Baswedan. 

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa menjadi king maker dalam keputusan politik yang tidak mudah ini. Pelan-pelan Koalisi Perubahan bisa keluar dari kemelut persoalan siapa yang nantinya akan diusung menjadi cawapres mendampingi Anies Baswedan.   

Dikemukakan, terbentuknya koalisi mana pun mesti disambut dengan gembira, karena menandakan iklim politik di Tanah Air berjalan sesuai rencana. Artinya pemilu 2024 sudah semakin dekat setelah sebelumnya kehidupan politik dihujani ketidakpastian dengan adanya rumors penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, termasuk soal jabatan presiden tiga periode.

Setelah diliputi ketidakpastian selama sekitar empat bulan, kini Koalisi Perubahan yang terdiri dari Nasdem, Demokrat, dan PKS mulai terlihat bagai cahaya di ujung lorong. Tampilnya Koalisi Perubahan sekaligus menepis hanya akan ada dua poros yang saling berhadapan seperti Pemilu 2019 lalu. 

Kontestasi Pemilu 2014 akan lebih menarik dan sangat ketat jika menghasilkan 3-4 poros politik atau koalisi politik. Kondisi ini akan memberikan pilihan politik kepada masyarakat untuk mencari yang terbaik dari 3-4 poros yang kemungkinan akan terbantuk. Iklim politik yang baik ini, sekaligus untuk menghindari polarisasi politik yang tidak sehat.  

Dikemukakan, sambil menunggu deklarasi dari PKS, maka koalisi ini sudah bisa segera membentuk sekretariat bersama (sekber), seperti presidium. Hal ini karena posisi ketiga partai politik tersebut dalam Pemilu 2019 lalu, perolehan suara maupun kursinya di parlemen, hampir sama. Gerindra dan PKB sudah membentuk sekber terlebih dahulu dengan bakal capresnya Prabowo Subianto. Sehingga komunikasi politik sudah bisa dibangun oleh Koalisi Perubahan maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dalam format kandidasi politik untuk mencari kandidat bakal cawapres yang bisa disetujui anggota koalisi masing-masing.

Nasdem meraih sekitar sembilan persen dengan perolehan 59 kursi, PKS meraih 8,2 persen dengan perolehan 50 kursi, dan Demokrat meraih sekitar 7,8 persen dengan perolehan 54 kursi. Rumitnya adalah, siapa ketua kelasnya?

Hal ini, mengingat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai icon Demokrat, pernah menjadi presiden selama dua periode. Kemudian Surya Paloh adalah politikus kawakan yang berhasil membawa Nasdem masuk dalam urutan keempat pemenang pemilu 2019 lalu. Padahal baru dia kali Nasdem mengikuti kontestasi pemilu. Sementara PKS pada pemilu 1999 hanya memperoleh 1,36 persen, kini sudah meraih lebih dari delapan persen. 

Tidak ada pilihan bagi Demokrat maupun PKS, selain masuk dalam Koalisi Perubahan. Koalisi ini tidak akan pernah ada apabila Nasdem tidak keluar dari koalisi yang mendukung pemerintahan. Sebagai oposisi, DNA atau pewarisan sifat politik Demokrat dan PKS tidak mungkin bisa bergabung dengan koalisi yang digagas pemerintahan Jokowi.

Apalagi, gabungan suara atau kursi PKS dan Demokrat tidak mencukupi ambang batas partai politik untuk bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam kontestasi Pemilu 2024. Gabungan mereka hanya sekitar 16 persen, jadi masih kurang empat persen untuk mencapai presidential threshold.

Dengan adanya deklarasi Anies Baswedan sebagai bakal capres oleh Demokrat dan menyusul dari PKS, maka pemilu 2024 potensial menghasilkan minimal tiga poros, yakni: Koalisi Perubahan (Nasdem-Demokrat-PKS); Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa /PKB); Koalisi Indonesia Baru (Partai Golkar – Partai Amanat Nasional /PAN) – Partai Persatuan Pembangunan /PPP).

Jika tidak ada kejutan politik, maka tinggal menunggu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan bergabung ke koalisi mana? Bergabung ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau Koalisi Indonesia Baru? Atau mereka akan percaya diri untuk berdiri sendiri karena memenuhi syarat untuk mencalonkan sendiri, tanpa gabungan partai politik?


/sgo


15 December 2022

Nomor Urut Partai Bagian dari Pertarungan Simbol Politik

 

Photo: republika.co.id

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting mengungkapkan ajang penentuan nomor urut partai politik (parpol) menghadapi pemilu 2024 menjadi tanda dimulainya pertarungan simbol politik.

“Penggunaan simbol politik merupakan strategi komunikasi politik menghadapi pertarungan politik untuk menarik minat calon pemilih partai politik,” kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Ia menanggapi pertanyaan wartawan terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan nomor urut 17 parpol peserta Pemilu 2024. Sebanyak delapan parpol parlemen memilih menggunakan nomor urut lama pada Pemilu 2019 lalu. Sedangkan sembilan parpol mendapatkan nomor urut baru lewat pengundian nomor urut parpol peserta pemilu yang digelar KPU, Rabu (14/12/2022). 

Menurut Selamat Ginting, pertarungan simbol politik, baik melalui nomor urut, tagline dan tanda gambar menjadi senjata politik sekaligus sebagai pembeda antara satu parpol dengan parpol lainnya. Parpol akan membangun deferensiasi politik dengan kelompok calon pemilih melalui komunikasi politik.

“Nomor urut, tanda gambar, tagline untuk memudahkan komunikasi politik dan mengidentifikasi bagian dari pendukung parpol,” ujar Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Selain itu, lanjutnya, pertarungan simbol politik merupakan bagian dari membangun citra politik untuk menanamkan ideologi parpol, sehingga dapat menampilkan stigma politik yang positif. Selanjutnya akan terjadi pertarungan komunikasi verbal melalui bahasa tubuh aktor politik, seperti tanda jari, yel-yel, maupun sikap tubuh menandakan identitas politik calon pemilih.  

Dikemukakan, model pertarungan komunikasi politik yang dilakukan komunikator politik untuk mencapai tujuan politiknya akan dilakukan dengan retorika politik untuk mempengaruhi publik calon pemilih. Termasuk dengan cara agitasi politik melalui gerakan politik, baik lisan maupun tulisan untuk membangkitkan emosi publik calon pemilih.

“Kita akan lihat dalam waktu dekat akan muncul para agitator politik yang menggerakkan para calon pemilih untuk mendukung parpolnya. Jadi situasi politik sudah mulai memanas setelah KPU menetapkan nomor urut parpol peserta pemilu 2024,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan liputan politik.

Selain para agitator politik, kata dia, akan muncul pula para propagandis politik yang melakukan propaganda. Mereka melakukan sugesti kepada publik untuk menerima pandangan atau nilai-nilai politik yang dikampanyekan parpol. Para propagandis akan mengklaim parpolnya yang terbaik dibandingkan parpol lainnya.

/sgo

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...