30 September 2021

PNI, PKI, Sukarno, Nasakom, dan Angkatan Darat

Foto: Republika, 28 September 2020

Dikemukakan, hal itu juga dikemukakan oleh Ketua Umum PNI Ali Sastroamijoyo pada ulang tahun ke 45 PKI. Ia menyatakan PNI bersedia bekerjasama dengan PKI. Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 1959-1960 sudah terang-terangan menyatakan ketidaksukaan kedekatan Sukarno dengan PKI. Ia akhirnya mundur dari posisi Wakil Presiden, karena Sukarno dianggap sudah tidak bisa diberitahu lagi.

29 September 2021

TNI Penjaga Ideologi Pancasila

Tanggapan pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting terhadap pernyataan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo soal TNI dan PKI pada webinar, Ahad (26/9).  

Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menjelaskan, TNI merupakan benteng terakhir pengawal ideologi Pancasila. TNI menjadi salah satu profesi di Indonesia yang wajib memegang teguh ideologi Pancasila. Bukan ideologi lainnya di luar Pancasila.

“Jadi, TNI sudah belajar banyak dari penghianatan ideologi lain, termasuk penghianatan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1948 dan 1965. Sehingga TNI berusaha keras untuk tidak lagi disusupi ideologi lain, termasuk ideologi komunis,” kata kandidat doktor ilmu politik itu di Jakarta, Rabu (29/9).

Ia mengemukakan hal tersebut terkait pernyataan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang mengindikasikan terjadinya penyusupan di tubuh TNI pada sebuah webinar Ahad (26/9) malam dengan tema: TNI vs PKI.

“Jangankan komunis, ketika partai politik dan kelompok lainnya ragu-ragu menerima atau menolak ide Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis), Angkatan Darat dengan tegas menolak Nasakom, karena bertentangan dengan Pancasila. Itu pula yang dimaksud politik TNI adalah politik negara,” ungkap Ginting. 

Pimpinan TNI tahun 1962-1965, lanjut Ginting, terutama Menteri Koordinator (Menko) Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KSAB) Jenderal TNI AH Nasution, serta Menteri /Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani dkk menolak tegas nasakomisasi, ideologi komunis serta rencana pembentukan Angkatan Kelima, yakni buruh tani dipersenjatai. Mereka kemudian menjadi korban kebiadaban PKI.

“Belajar dari pengalaman buruk penghianatan PKI tersebut, TNI tentu berusaha keras akan menolak ideologi lain. Sehingga menjadi tanda tanya besar jika ada yang meragukan ideologi prajurit TNI saat ini,” ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.

Ginting tidak sependapat dengan pernyataan tudingan Gatot Nurmantyo. Alasannya, kata dia, ada dua hal. Pertama; para prajurit telah diikat dalam sumpah ketika dilantik menjadi prajurit TNI. Dalam sumpah dan janji pertamanya dinyatakan: akan setia kepada NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kedua; para prajurit TNI diikat dengan tujuh jalan hidupnya yang disebut Sapta Marga. Pada marga pertama dan kedua, jelas-jelas disebutkan tentang Pancasila. Pada marga pertama, sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila. Kemudian pada marga kedua, sebagai patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.

“Mengapa Gatot Nurmantyo tidak mengacu pada dua hal tersebut? Apalagi Gatot pernah menjadi Panglima Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) dan Panglima TNI. Mengapa dia meragukan penerusnya di TNI saat ini,” kata Ginting dengan penuh tanya. 

Setelah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965 (G30S)/PKI, menurut Ginting, dalam rekrutmen prajurit TNI, sangat ketat menyeleksi penilaian mental ideologi. Bahkan ditelusuri hingga garis keturunan orangtua dan kakek neneknya. Sering disebut sebagai bersih diri dari ideologi lain, selain Pancasila.

Ia menjelaskan, para perwira tinggi aktif saat ini, umumnya justru lahir setelah peristiwa kelam tahun 1965. Ia mencontohkan Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman, misalnya. Kelahiran November 1965 dan dilahirkan dari keluarga besar TNI di Kodam Siliwangi. Kodam Siliwangi dikenal sebagai Kodam yang sangat anti komunis sejak bernama Divisi Siliwangi dipimpin Kolonel (Infanteri) AH Nasution.

“Ingat, ujung tombak penumpasan pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun dan sekitarnya adalah Siliwangi,” kata Ginting yang malang melintang sebagai wartawan senior dalam liputan pertahanan keamanan negara itu.

Selain itu, Kostrad dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menjadi ujung tombak penumpasan G30S/PKI tahun 1965. Cikal bakal RPKAD yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu juga berasal dari Kodam Siliwangi. Sejumlah batalyon Kostrad di Jawa Barat, umumnya juga berasal dari Kodam Siliwangi yang dialihkan kepada Kostrad.

Ginting menjelaskan, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, seperti juga Letjen TNI Dudung Abdurachman merupakan kelahiran 1965, Ketika TNI sedang menumpas pemberontakan PKI. 

Ada pun Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, tergolong masih bayi pada saat terjadinya pemberontakan PKI. Kedua perwira tinggi itu pun berasal dari keluarga besar TNI. Mereka lahir dimana tidak ada tempat bagi ideologi di luar Pancasila yang diterapkan sangat keras oleh pemerintahan Orde Baru.

“Cita-cita awal Orde Baru adalah menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itu nilai baik yang diterapkan Orde Baru setelah belajar dari kegagalan Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama,” ungkap Ginting.

Selamat Ginting mengungkapkan, Sapta Marga yang menjadi pedoman prajurit TNI dicetuskan pada 5 Oktober 1951, saat TNI merayakan ulang tahun yang keenam. Kode etik prajurit TNi tersebut, dimaksudkan untuk mencegah perpecahan di dalam tubuh TNI, terutama dari ideologi lain, selain Pancasila.

Ia menjelaskan, para tokoh perumus Sapta Marga yang dipimpin Kolonel  Bambang Supeno merancang rumusan jalan hidup tentara itu dengan meminta masukan dari sejumlah para pemikir TNI serta para tokoh bangsa. Antara lain Supomo, Ki Hajar Dewantara, Husen Djajadiningrat dan Mohammad Yamin.

“Pimpinan TNI saat itu menyadari bahwa ke depan TNI akan menghadapi tarikan ideologi lain di luar Pancasila.  Jadi, saat ini janganlah TNI dituding-tuding lagi disusupi ideologi lain. Anggap saja sebuah peringatan, tapi jangan menuding, karena berbahaya sekali. Apalagi TNI adalah garda terakhir ideologi Pancasila,” pungkas Ginting.

/selamatgintingofficial

10 September 2021

Rumor Sakitnya Megawati dan Pingsannya Bung Karno

Foto: Sekretariat Negara

Sejak Kamis (9/9/2021), informasi seputar kondisi kesehatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (74 tahun), menyita perhatian saya. Apakah betul Megawati mengalami stroke dan dirawat di RSPP Jakarta?

Hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pihak keluarga. Memang ada penjelasan dari Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang membantah rumor tersebut.
Tapi sebagian publik tak lagi percaya Hasto. Terutama setelah namanya dikaitkan dengan kasus suap aktivis PDIP Harun Masiku. Sudah sekitar dua tahun Harun Masiku menghilang.
Publik menunggu jawaban langsung dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati. Minimal ada gambar aktivitasnya untuk menjawab keraguan publik. Tetapi hingga kini belum ada jawaban dari Megawati.
Megawati adalah orang kuat dalam belantika politik Indonesia. Ia ketua umum terlama dalam sejarah partai politik di Indonesia. Menjadi ketua umum selama 28 tahun. Bisa jadi, ia juga salah satu ketua umum partai politik terlama di dunia.
Sebuah ironi partai menyandang nama demokrasi, namun tidak ada sirkulasi posisi ketua umum. Sama ironinya dengan partai menyandang nama demokrat, namun 'dikuasai' keluarga SBY.
Entah model demokrasi apa yang digunakan oleh Megawati dan SBY, dua mantan Presiden RI. Publik tentu punya persepsi masing-masing.
Kembali ke soal rumor kondisi kesehatan Megawati. Wajar saja jika kondisi kesehatannya tidak lagi prima. Apalagi usianya 74 tahun. Adiknya, Rachmati belum lama wafat pada usia 71 tahun. Ayah mereka, mantan Presiden Sukarno, wafat dalam usia 69 tahun.
Saat Sukarno jatuh sakit pada 4 Agustus 1965. Ia menderita vasospasme serebral, penyempitan pembuluh darah arteri otak. Dunia politik Indonesia juga berubah dengan cepat. Bahkan memicu eskalasi ketegangan sebelum peristiwa G.30S/PKI.
Sakitnya Bung Karno juga membuat Perdana Menteri Cina Zhou Enlai gusar. Ketua CC PKI DN Aidit yang sedang mengunjungi Pemimpin Cina Mao Zedong pun segera balik ke Tanah Air. Begitu juga Wakil Ketua CC PKI Nyoto segera balik dari Uni Soviet.
Cina khawatir jika Sukarno meninggal dunia, Indonesia akan dipimpin Jenderal AH Nasution yang anti PKI dan dekat dengan kelompok Islam serta diduga akan didukung Amerika Serikat. PKI memprediksi jika Nasution yang menjadi Presiden, PKI akan 'dihabisi'. Begitulah pembahasan pembicaraan Aidit dengan Mao Zedong.
PKI segera membuat angkatan kelima di luar AD, AL, AU, Polri. Yakni buruh dan tani dipersenjatai. Senjata-senjatanya dari Cina, seperti senjata Cung. Jenderal Nasution dan Jenderal Yani secara terbuka menentang angkatan kelima. Presiden Sukarno kecewa pada Yani yang sependapat dengan Nasution.
Aidit lebih memilih mengambil aksi 'terlebih dahulu'. Meletuslah peristiwa G30S bersamaan dengan Hari Nasional Cina (RRC) 1 Oktober 1965.
Kembali ke soal kondisi kesehatan Megawati. Tentu doa terbaik untuk Presiden ke 5 RI. Namun jika betul Megawati sakit, bahkan bila hingga wafat secara alamiah, akan mengubah peta politik di kandang banteng.
Faksi-faksi berdasarkan fusi partai tahun 1973 akan muncul kembali. Siapa yang akan menjadi ketua umum pengganti Megawati? Posisi anaknya, Puan Maharani (48 tahun) belum begitu kuat, baik secara nasional maupun di dalam partai.
Berjuta baliho Puan belum mampu mengangkat popularitas dan elektabilitasnya. Termasuk di dalam partainya. Dan sudah barang tentu akan terjadi gonjang ganjing politik nasional yang dahsyat.
Apakah 'petugas partai', Presiden Jokowi akan tergoda untuk 'ambilalih' partai mocong putih? Kita tunggu dinamika politik tingkat tinggi di Tanah Air.

/selamatgintingofficial

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...