Selamat Ginting Official

Kumpulan tulisan dan liputan sosial, politik, ketahanan dan keamanan negara

Showing posts with label Enzo. Show all posts
Showing posts with label Enzo. Show all posts

03 November 2019

Prajurit Taruna Enzo

Credit Photo: CNN
Enzo Zenz Allie akhirnya resmi dilantik menjadi prajurit taruna (pratar) pada akhir Oktober 2019 lalu. Pemuda keturunan Prancis itu berhasil  mengikuti pendidikan dasar militer sejak tiga bulan lalu di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

Bahkan namanya tercantum sebagai ranking tiga prajurit taruna Akmil (TNI AD). Ranking pertama diraih Jonathan Kevin Maulitua Simanjuntak. Ranking kedua, Muhammad Zuhran Ali Sagaf. Dan ranking ketiga Enzo Zenz Allie. 

Enzo sempat viral saat mengikuti tes penentuan terakhir menjadi calon taruna (catar). Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang memimpin sidang mewawancarai Enzo dalam bahasa Prancis. 

Media sosial sempat dibuat bising dengan tuduhan Enzo terpapar ideologi anti Pancasila. Namun hasil penyelidikan TNI menyatakan Enzo tidak terpapar ideologi selain Pancasila. Bahkan hasil tes ideologinya memperoleh nilai tinggi. 

Jika digabung dengan seluruh taruna  TNI (AD, AL, AU) yang berjumlah 596 orang, Enzo diperingkat kelima. Namun jika digabung taruna TNI dengan taruna Kepolisian berjumlah 859 orang, Enzo berada di peringkat kesembilan. 

Di peringkat kedelapan adalah Irfan Urane Aziz (Akpol), anak dari Kepala Polri Jenderal Idham Aziz. Dari 10 orang terbaik yang menjadi prajurit taruna dan bhayarangkara dua taruna, TNI AD menempatkan tiga orang, TNI AL satu orang, TNI AU satu orang. Kepolisian menempatkan lima orang.

Taruna Akmil, kadet AAL, karbol AAU, kembali akan melanjutkan pendidikan lapangan. Survival di hutan selama empat bulan. Jika lulus mereka berhak menyandang pangkat kopral taruna (koptar) Akmil,  kopral kadet AAU, dan kopral karbol AAU. Berbeda dengan taruna TNI, maka taruna kepolisian pendidikan di kelas Akpol di Semarang.

Pendidikan perwira

Jenjang kepangkatan dan lamanya pendidikan di Akademi TNI sebagai berikut: calon prajurit taruna (tiga bulan). Kemudian, prajurit taruna (empat bulan), dan kopral taruna (sembilan bulan) - taruna tingkat I. Sersan taruna (satu tahun) - taruna tingkat II. Sersan mayor dua taruna (satu tahun) - taruna tingkat III.  Dan sersan mayor satu taruna (satu tahun) - taruna tingkat IV.

Jika berhasil melalui pendidikan selama lebih dari empat tahun, mereka berhak menyandang pangkat letnan dua (letda) untuk TNI dan inspektur dua (ipda) untuk polisi. 

Setelah itu langsung berdinas? Tunggu dulu. Mereka masih akan melanjutkan pendidikan kecabangan sesuai korps masing-masing, selama enam bulan. Jadi, jika ditotal sejak menjadi calon taruna, maka mereka menghabiskan waktu untuk pendidikan hampir lima tahun. 

Maka wajar, para letnan dua atau inspektur dua ini disetarakan dengan lulusan sarjana strata satu (S1) atau diploma empat dengan gelar Sarjana Terapan Pertahanan. 

Untuk pendidikan kecabangan sesuai korps di TNI AD, misalnya. Mereka bergabung dengan lulusan Sekolah Calon Perwira (Secapa) AD. Mereka berasal dari bintara paling singkat telah mengabdi menjadi anggota TNI selama 12 tahun atau pangkat sersan kepala selama minimal dua tahun. Dan lulus tes untuk menjadi calon Mereka digembleng di Secapa AD selama delapan bulan. 

Untuk TNI-AD ditempuh melalui Secapa di Bandung. TNI-AL di Pusat Latihan dan Pendidikan Dasar Kemiliteran, Kodiklatal, Surabaya. Untuk TNI-AU ditempuh melalui Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) di Skadron Pendidikan 401 Lanud Adisumarmo di Surakarta.  Semuanya sama dididik selama delapan bulan.

Selain itu ada juga siswa dari lulusan D3 atau S1 dari umum yang berhasil lulus Pendidikan Pertama Perwira Prajurit Karier (Pa PK TNI) selama tujuh bulan. Untuk pendidikan siswa di Akmil, Magelang dan siswi di Pusdik Kowad, Bandung.

Ada pula Siswa Sekolah Penerbang Prajurit Sukarela Dinas Pendek TNI (Sekbang PSDP TNI) yang berhasil menyelesaikan beberapa tahapan pendidikan. Enam bulan di Lanud Adisumarmo, Surakarta. Dua puluh tiga bulan di Lanud Adisucipto, Yogyakarta. Empat bulan di Lembaga Pendidikan masing-masing angkatan. TNI AD di Semarang, TNI AL di Surabaya.

Jadi, pendidikan kecabangan korps diikuti siswa-siswa dari empat jalur lulusan, untuk TNI AD: Akmil, Secapa AD, Sepa PK TNI, dan Sekbang PSDP TNI. 

Patriot bangsa

Kembali ke Enzo. Saat pelantikan menjadi prajurit taruna Akmil, ia kembali menjadi pusat perhatian. Banyak yang memberikan hadiah untuk Enzo. Termasuk buku biografi Kapten Zeni (Anumerta) Pierre Andreas Tendean, berjudul Sang Patriot. 

Pierre Tendean gugur dalam peristiwa G.30S/PKI 1965. Ia menjadi perisai Jenderal AH Nasution, Kepala Staf ABRI.  Pierre Tendean juga keturunan Prancis dari ibunya. 

Tentu si pemberi buku berharap. Enzo bisa seperti Pierre. Walau keturunan asing, jangan ragukan nasionalismenya. 

Kita beruntung, Enzo punya kemampuan berbahasa Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan Arab. Kelak saat berpangkat kolonel senior, ia berpotensi menjadi atase pertahanan di Eropa, Amerika atau jazirah Arab.

Jalanmu masih panjang Enzo. Selamat kembali masuk hutan selama empat bulan ke depan. Semoga anak yatim ini berhasil menjadi perwira Angkatan Darat yang cemerlang. 

Bangga dengan bangsa dan negaranya, agamanya, serta orangtuanya. Kibarkan panji-panji MERAH PUTIH untuk persada negeri. Jangan tinggalkan kewajiban sebagai Muslim dan sebagai ksatria bangsa. 

Hormat untuk perjuanganmu.
/Gins






at November 03, 2019 No comments:
Email ThisBlogThis!Share to XShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Enzo, Militer

26 August 2019

Kolonel Enzo dan Armee de Terre (Bagian ke-2)

Foto: Humas Pesantren Al Bayan (Republika Online)

Oleh:  Selamat Ginting

Bayangan saya itu, sebelum ramai kontroversi tentang jejak Enzo di media sosial. Sejak awal saya mengabaikan hiruk pikuk pemberitaan kontroversi itu. Saya yakin, TNI telah memiliki parameter penilaian terhadap calon taruna Akmil, Akademi Angkatan Laut (AAL), maupun Akademi Angkatan Udara (AAU). (Bagian ke-1)

Kemampuan bahasa
Kembali ke soal Enzo.  Beberapa waktu lalu, Letnan Dua (Letda) Alexandre Mello dan Letda Duncan Proux dari  French Army Cadet Officer atau taruna perwira Angkatan Darat Prancis (Armee de Terre) mengunjungi Akmil di  Magelang, Jawa Tengah.  Tujuannya studi banding untuk penyelesaian tugas akhir, sebagai persyaratan kelulusan mereka.

Dalam tradisi Armee de Terre, pangkat letda setingkat dengan sarjana strata satu (S-1). Mereka masih harus mengikuti pendidikan lanjutan setingkat magister atau strata dua (S-2). Barulah kemudian berhak menyandang pangkat letnan satu (letttu). Keduanya didampingi penerjemah atau interpreter, yakni Kapten Laut Alban Sciascia Reservist yang berdinas di Atase Pertahanan Prancis di Indonesia.
“Kunjungan dua perwira kadet Prancis ini dalam rangka study banding untuk penyelesaian tugas akhir, sebagai persyaratan kelulusan mereka,” kata Kapten Alban dalam penjelasannya kepada Direktur Pembinaan Pendidikan Akmil Kolonel (Armed) Dadang Rukhiyana.

Peristiwa itu terjadi, dua tahun lalu. Sekaligus menjadi pembelajaran bagi Akmil Indonesia sebagai perbandingan pendidikan bagi TNI. Para kadet Prancis ini melaksanakan pendidikan selama tiga tahun. Mereka sudah menyandang pangkat letnan dua.

Untuk semester pertama dan semester ke enam adalah semester militer. Semester kedua sampai dengan semester ke lima merupakan semester akademik. Semester kelima adalah semester internasional. Dilaksanakan di luar negeri sesuai dengan bidang keilmuan yang diambil masing masing siswa kadet atau taruna. Setelah lulus, memperoleh pangkat letnan satu serta mendapatkan gelar S2.

Selain dua kadet Prancis melakukan studi banding di Indonesia, sejumlah personel TNI Angkatan Darat juga melakukan pendidikan di negara tersebut. Prancis dan Jerman merupakan dua negara Eropa Barat yang dijadikan tempat pendidikan bagi personel TNI Angkatan Darat. Untuk bisa mengikuti pendidikan di luar negeri, tentu saja melalui seleksi ketat dari sisi jasmani, kesehatan, akademik, serta kemampuan bahasa asing.
Pendidikan di Prancis, misalnya, banyak berafiliasi dengan institusi pendidikan atau universitas agar bisa melanjutkan ke jenjang magister maupun  doktoral. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk mendapatkan personel militer yang unggul dan berkelas dunia.

Asisten Personel (Aspers) Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Mayjen Heri Wiranto, belum lama ini memantau perkembangan personel Angkatan Darat yang melaksanakan pendidikan di Jerman dan Prancis. Dalam kegiatan bertajuk pegendalian dan pengawasan pendidikan luar negeri, ia mengunjungi dua negara tersebut, Oktober 2018 lalu.

Selama di dua negara tersebut, tentu saja Aspers KSAD dibantu oleh interpreter atau penerjemah yang memahami bahasa Prancis. TNI membutuhkan personel yang memiliki kemampuan sejumlah bahasa asing. Tentu bukan perkara mudah. Hanya orang-orang khusus yang memiliki kemampuan tersebut.

Keturunan asing
Andaikan Enzo sudah menjadi perwira Angkatan Darat, kemungkinan dia yang akan mendampingi Mayjen Heri Wiranto ke Prancis untuk menjadi penerjemah. Sama seperti Letda Alexandre Mello dan Letda Duncan Proux dari French Army Cadet Officer, yang mengunjungi Akmil di Magelang. Jika ada Enzo, tenti tidak perlu membawa penerjemah dari kedutaan Prancis di Jakarta.

Sekilas, wajah Alexandre Melllo dan Duncan Proux memang mirip dengan Enzo. Apalagi dengan potongan rambut tentara. Program Akmil Prancis mewajibkan personel berpangkat letda guna melanjutkan pendidikan S2 (magister) untuk naik pangkat lettu. Mabes TNI bisa mengirimkan para perwira remaja untuk melanjutkan ke Akmil di Prancis. Tentu saja paling mudah mengirimkan Enzo jika kelak sudah lulus sebagai perwira.

Bukan cuma bahasa Prancis. Enzo juga fasih bahasa Inggris, Italia, Arab, dan sedikit bahasa Sunda. Ibunya dari suku Sunda. Kemampuan bahasa Arabnya saat mengenyam pendidikan di SMA Pondok Pesantren Unggul Al Bayan, Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Pesantren modern dengan kultur Nahdlatul Ulama (NU) yang menerapkan cinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Kepala SMA Pesantren Unggul Al Bayan, Deden Ramdani mengungkapkan, keseharian anak pasangan almarhum Jean Paul Francois Allie Prancis dan Siti Hadiati Nahriah itu dikenal tekun, dan ulet. Menurut Deden, Enzo mempunyai prinsip kuat dengan aktivitas positif sebagai bekal masuk Akmil.
“Tiap sore Enzo berlatih fisik secara teratur untuk mengejar cita-cita masuk Akmil. Prestasi Enzo, menonjol pada cabang olahraga lari. Enzo pernah mewakili sekolahnya dalam cabang olahraga renang di tingkat provinsi di kancah olimpiade siswa nasional,” kata Deden kepada para wartawan.
Secara fisik Enzo juga sangat bagus. Hasil tes Samapta, Enzo mampu melakukan pull up 19 kali, sit up 50 kali dan push up 50 kali masing-masing dalam waktu 60 detik. Dia juga mampu berlari 7,5 putaran X 400 meter atau 3.000 meter dalam 12 menit, renang 50 meter dalam 60 detik.

Mengapa Enzo dikaitkan dengan rencana sebagai calon atase pertahanan untuk Pracis di masa depan? Kita bisa lihat karier yang dialami Marsekal Pertama (Marsma) Surya Margono alias Chen Ke Cheng (Tjhin Kho Syin). Ia asli keturunan Cina, baik ayah aupun ibunya. Margono penganut Islam yang taat, lahir di Mempawah, Kalimantan Barat, 5 Desember 1962. Kini berusia 56 tahun, delapan bulan.

Kemampuan bahasa Cina atau Mandarin dari lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1987 ini dimanfaatkan dengan baik oleh Mabes TNI. Kini dia menjadi Direktur D (bidang pengawasan orang asing) Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI. Marsekal bintang satu itu juga pernah menjadi atase pertahanan Indonesia di Beijing, Cina.
Sesungguhnya bukan cuma Margono, keturunan Cina yang berhasil menjadi perwira tinggi. Banyak contoh, misalnya mantan Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) TNI Mayjen (Purn) dokter Daniel Tjen. Ia lulusan Sekolah Perwira Wajib Militer (Sepawamil) tahun 1985.  

Banyak juga perwira tinggi TNI maupun Polri keturunan Arab yang berprestasi. Wikipedia mencatat daftar tokoh Arab-Indonesia. Memuat nama tokoh-tokoh dari etnis keturunan Arab, khususnya Hadhrami, di Indonesia. Daftar ini juga memuat nama tokoh-tokoh yang secara genetis berdarah Arab, baik yang lahir di dunia Arab yang kemudian merantau ke Indonesia (wulayti), maupun yang lahir di Indonesia dengan orang tua berdarah Arab atau campuran Arab-Indonesia (muwallad). Antara lain: Irjen Polisi (Purn) Farouk Muhammad bin Salim Binsyekhabubakar. Ia pernah menjadi Kapolda NTB, Kapolda Maluku, Gubernur PTIK, dan Wakil Ketua DPD RI. Ada pula Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim, mantan Kepala Bais TNI, saat itu bernama Badan Intelijen ABRI. Terakhir yang cukup dikenal Marsdya (Purn) Muhammad Syaugi, mantan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas). Syaugi, marsekal bintang tiga itu bahkan menjadi lulusan terbaik AAU 1984. 

Bukan cuma bahasa Prancis. Enzo juga fasih bahasa Inggris, Italia, Arab, dan sedikit bahasa Sunda. Ibunya dari suku Sunda. Kemampuan bahasa Arabnya saat mengenyam pendidikan di SMA Pondok Pesantren Unggul Al Bayan, Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Pesantren modern yang menerapkan cinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sebagai harga mati berbangsa dan bernegara.
Kita semua berkepentingan menjaga anak-anak bangsa, kendati keturunan asing. Mereka aset bangsa yang kelak bisa kita banggakan. 

/selamatgintingofficial
at August 26, 2019 No comments:
Email ThisBlogThis!Share to XShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Armee de Terre, Enzo, Militer

Kolonel Enzo dan Armee de Terre (Bagian ke-1)


Foto: Humas Pesantren Al Bayan (Republika Online)

Oleh:  Selamat Ginting

Atase Pertahanan Indonesia untuk Prancis, Kolonel Enzo Zenz Allie. Itulah bayangan saya untuk 25-30 tahun yang akan datang. Sebagaimana bayangan pimpinan TNI pada awal 1960 terhadap taruna Pierre Andreas Tendean. Keduanya memiliki keturunan Prancis. Calon prajurit taruna (capratar) Enzo, ayahnya orang Prancis. Sedangkan Kapten Zeni (Anumerta) Pierre, ibunya keturunan Prancis.  
“Bisa jadi athan Prancis,” kata salah seorang perwira tinggi yang suaranya terdengar saat Panglima TNI Marsekal Tjahjanto  hadir dalam sidang panitia penentuan akhir (pantukhir) Akademi Militer (Akmil), awal Agustus 2019 lalu.
Bayangan saya itu, sebelum ramai kontroversi tentang jejak Enzo di media sosial. Sejak awal saya mengabaikan hiruk pikuk pemberitaan kontroversi itu. Saya yakin, TNI telah memiliki parameter penilaian terhadap calon taruna Akmil, Akademi Angkatan Laut (AAL), maupun Akademi Angkatan Udara (AAU).
Pengkaderan calon perwira melalui Akmil, AAL, dan AAU sudah diproyeksikan sejak seseorang menjadi calon prajurit taruna. Bahkan ada kejadian yang menarik pada 1955-1956. Seorang remaja bertubuh kekar dari Surabaya, namanya tidak ada dalam draft keputusan yang belum ditandatangai Direktur Zeni Angkatan Darat Brigjen GPH Djatikusumo.
Djatikusumo menilai panitia kurang cermat dan meminta memangil kembali pemuda itu untuk ditest ulang di hadapannya. Hasilnya, pemuda itu memenuhi persyaratan dari semua sisi, baik fisik, kesehatan jasamani dan rohani, akademik, mental ideologi, maupun psikologi.
Pemuda itu adalah Try Sutrisno. Djatikusmo memprediksi Try kelak akan menjadi seorang jenderal. Betul saja, Try menjadi Panglima ABRI (TNI) pertama dari lulusan Akmil. Ia lulusan Akmil Bandung 1959. Namun baru dilantik menjadi Letnan Dua (Letda) Zeni pada awal 1960.
Mengapa? Karena ia bersama seluruh teman angkatannya (1959) dan dua adik kelasnya (1960 dan 1961) bergabung dalam Batalyon Taruna Zeni (Yontarzi) sebagai satuan infanteri. Bertempur di Sumatra Barat menghadapi pergolakan PRRI/Permesta.

Perisai Nasution
Bersamanya, ikut pula Sersan Taruna Pierre Andreas Tendean dan Pujono Pranyoto (1961) dan Sersan Mayor Taruna Sudibyo (1960). Pujono Pranyoto, terakhir menjadi gubernur Lampung dengan pangkat letnan jenderal. Sudibyo terakhir menjadi Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dengan pangkat letnan jenderal.
Adapun Pierre akhir kariernya mengenaskan sebagai perisai orang nomor satu TNI, yakni Kepala Staf ABRI (Kasab) Jenderal Abdul Haris Nasution. Ia menjadi pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI 1965. Pierre gugur kala menjadi ajudan Jenderal AH Nasution.
Bukan cuma Nasution yang menginginkannya menjadi ajudan. Pada awal tahun 1965, tiga jenderal TNI membutuhkan ajudan seorang perwira yang memiliki kemampuan sejumlah bahasa asing dan memiliki keberanian ekstra tinggi. Ketiga jenderal itu adalah Mayjen Hartawan Wirjodiprodjo, Menteri Bina Marga Kabinet Dwikora. Bekas Direktur Zeni Angkatan Darat 1961-1963. 
Kemudian ada pula Direktur Zeni Angkatan Darat 1963-1966, Brigadir Jenderal Dandi Kadarsan. Dandi  kemudian naik pangkat mayor jenderal menjadi Sekjen Departemen Pekerjaan Umum. Mayjen Dandi dan Mayjen Hartawan tentu saja harus mengalah, karena jenderal ketiga yang membutuhkan ajudan dengan kualifikasi seperti itu adalah Jenderal Abdul Haris Nasution. 
Karier Pierre sudah diplot sejak awal dengan spesialisasi intelijen. Termasuk kemungkinan kelak menjadi atase militer di Prancis, seperti diramalkan Brigjen Djatikusumo, orang pertama yang menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Usai dilantik Presiden Sukarno pada 1961, Letda Zeni Pierre ditempatkan sebagai komandan peleton Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur) 1 di Medan. Dua tahun kemudian ia ditarik mengikuti pendidikan intelijen dan ditempatkan pada Dinas Intelijen Angkatan Darat.
Ia mengawali petualangannya sebagai intelijen dengan tugas melakukan sabotase bersama tim Zeni ke Singapura. Sabotase listrik, pipa air minum, gas, jembatan, infrastruktur dan pengeboman. Ia berhasil menjalani tugas berat tersebut dan beberapa kali lolos dari kejaran tentara Inggris yang berjaga di Singapura. Mungkin ia dikira turis asing bermata biru.
Keberhasilannya itu menarik perhatian tiga jenderal untuk menjadikannya sebagai ajudan. Perwira keturunan Prancis itu gugur sebagai kapten anumerta dan menjadi pahlawan revolusi yang dikenang dalam sejarah Indonesia. Namanya antara lain diabadikan sebagai nama jalan di kawasan Mampang Prapatan. Kawasan tempat ia selalu mengunjungi seniornya di Komplek Zeni Mampang yang kini sudah digusur.
Ia juga punya andil walau pun kecil terhadap pembangunan Monumen Nasional (Monas). Kala sedang libur menjadi ajudan Jenderal Nasution, ia turut bersama tim Zeni yang membangun Monas tahap pertama pada 1961-1965. Pierre mencari uang tambahan sebagai bekal untuk menikah dengan kekasihnya di Medan. Kisah kasih yang tak sampai.
Pendidikan di Akmil selama empat tahun, tentu banyak dinamika yang harus dilalui.  Beberapa taruna bahkan ada yang mengalami tidak naik tingkat atau tidak naik pangkat. Bukan karena masalah akademik saja, tetapi juga persoalan disiplin. 
Apakah mereka kemudian akan mati kariernya dan tidak menjadi jenderal? Belum tentu juga. Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu dan Letjen (Purn) Prabowo Subianto, misalnya. Keduanya seharusnya tamat pada 1973 bersama Jenderal Hor (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, karena dianggap indisipliner, mereka baru lulus tahun 1974. Sehingga harus menjalani lima tahun sebagai taruna.

/selamatgintingofficial
at August 26, 2019 No comments:
Email ThisBlogThis!Share to XShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Armee de Terre, Enzo, Militer
Older Posts Home
Subscribe to: Comments (Atom)

Posting Terkini

Jokowi ke Vatikan Dapat Berimplikasi Negatif

  Foto dokumen: Junimart Girsang Jakarta, Jumat (26/4/2025). Kepergian mantan Presiden Jokowi ke Vatikan untuk melayat Paus Fransiskus, dapa...

  • Maestro Titiek Puspa, Tak Percaya Tapi Nyata
    Photo: Dokumen Pribadi Berita menggelegar aku terima Kekasih berpulang 'tuk selamanya Hancur luluh rasa jiwa dan raga Tak percaya tapi n...
  • Jokowi ke Vatikan Dapat Berimplikasi Negatif
      Foto dokumen: Junimart Girsang Jakarta, Jumat (26/4/2025). Kepergian mantan Presiden Jokowi ke Vatikan untuk melayat Paus Fransiskus, dapa...
  • Korelasi antara Adili Jokowi - Efisiensi Kabinet Gemuk - Ndasmu - Hidup Jokowi - Indonesia Gelap - Kabur Aja Dulu.
    Penjelasan dari Selamat Ginting, pengamat politik UNAS (Universitas Nasional). Dalam sepekan terakhir pada pertengahan Februari 2025 ini ber...

Search This Blog

Pages

  • Kanal Youtube SGinting Official
  • Galeri Foto
  • Tribute KRI Nanggala 402
  • Penghargaan dan Tanda Jasa
  • Produk dan Layanan

Silakan Mampir

  • Istriku Menulis

Pengunjung

Report Abuse

Tentang Saya

My photo
Selamat Ginting Official
Jakarta, Indonesia
Selamat Ginting - Senior Journalist, Lecturer & Academician. Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta. Sebelum menjadi akademisi, berprofesi sebagai wartawan senior (sd. Agustus 2021 di Republika). Selama +/- 30 tahun sebagai jurnalis, malang melintang di sejumlah media dalam berbagai liputan sosial, politik, pertahanan, keamanan negara (sospol hankamneg) sejak 1992. Lulus uji kompetensi sebagai wartawan utama pada 2012. Dianugerahi Press Card Number One (PCNO) atau Kartu Pers Nomor Satu pada Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2017. Mendapatkan tanda kehormatan negara dari Presiden RI atas jasa di bidang jurnalistik, berupa: Satyalancana Wira Karya, Satyalancana Dharma Nusa, dan Satyalancana Kebaktian Sosial. Serta sejumlah penghargaan lain dari beberapa kementerian dan lembaga. Mengenyam pendidikan S2 ilmu komunikasi, konsentrasi komunikasi politik di Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta. S1 Ilmu Politik, program studi Politik Pemerintahan Indonesia di FISIP Universitas Nasional (Unas) Jakarta. Saat ini sedang menyelesaikan program Doktoral Ilmu Politik, Pasca Sarjana Unas.
View my complete profile

Arsip

  • ▼  2025 (4)
    • ▼  April (2)
      • Jokowi ke Vatikan Dapat Berimplikasi Negatif
      • Maestro Titiek Puspa, Tak Percaya Tapi Nyata
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2024 (2)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2023 (40)
    • ►  October (4)
    • ►  September (4)
    • ►  August (6)
    • ►  July (8)
    • ►  June (10)
    • ►  May (2)
    • ►  February (1)
    • ►  January (5)
  • ►  2022 (29)
    • ►  December (17)
    • ►  November (7)
    • ►  October (1)
    • ►  April (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2021 (27)
    • ►  November (8)
    • ►  October (13)
    • ►  September (3)
    • ►  April (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2020 (3)
    • ►  February (3)
  • ►  2019 (52)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (1)
    • ►  August (4)
    • ►  July (6)
    • ►  June (11)
    • ►  May (12)
    • ►  April (10)
    • ►  January (3)
  • ►  2018 (3)
    • ►  December (3)

Labels

  • Agus Harimurti Yudhoyono
  • AHY
  • Airlangga
  • Ali Moertopo
  • Andika Perkasa
  • Anies Baswedan
  • Armee de Terre
  • ASEAN
  • Asusila TNI
  • Bela Negara
  • BIN
  • Bisnis Militer?
  • BNPB
  • Butet Kertaredjasa
  • China
  • Covid19
  • Deklarasi Marhaenis
  • Demokrasi
  • Dewan jenderal
  • Dewi Soekarno
  • Doni Monardo
  • Emil Salim
  • Enzo
  • Fretilin
  • G30S PKI
  • Gajah
  • Ganjar Pranowo
  • Gatot Nurmantyo
  • Gerindra
  • Hadi Tjahjanto
  • Haji
  • Hukum
  • Ibukota Baru
  • Idris Sardi
  • Indonesia
  • Intelijen
  • Jenderal
  • Jenderal Achmad Yani
  • Jenderal Hoegeng
  • Jenderal Pembangkang
  • Jokowi
  • Junior Tumilaar
  • Kebijakan Pangan
  • Kedaulatan
  • Kemensos
  • Kemerdekaan
  • Kepentingan Nasional
  • Kepulauan Widi
  • Kivlan
  • KKB
  • Koalisi
  • Koalisi Perubahan
  • Kolonel Ramadi
  • Komcad
  • Komunikasi Politik
  • Konflik Kepentingan
  • Kopassus
  • Korupsi Bansos
  • Kostrad
  • KPU
  • KSAD
  • KSAL
  • Latihan Militer
  • Lekra
  • Lingkungan Hidup
  • Lorosae
  • Mac Arthur
  • Maestro Indonesia
  • Makar
  • Malari
  • Manusia Bersyariah
  • Marhaenis
  • Media Sosial
  • Mediacracy
  • Megawati Soekarnoputri
  • Menhan
  • Mensos
  • Mental Illness
  • Militer
  • Militer Tidak Berbisnis
  • Misc
  • Morotai
  • Muhaimin Iskandar
  • Narko
  • Nasakom
  • Nasdem
  • Negara Kepulauan
  • Nepotisme
  • NKRI
  • Nyoto
  • Operasi Mandala Trikora
  • OPM
  • Pahlawan Revolusi
  • PAN
  • Pancasila
  • Pangkat Tituler
  • Panglima TNI
  • Papua
  • Partai Demokrat
  • Partai Golkar
  • Partai Nasdem
  • Partai Politik
  • PDIP
  • Pembebasan Irian Barat
  • Pemilu
  • Pemilu 2024
  • Pengadilan Militer
  • Perang Dunia II
  • Perang Kemerdekaan
  • Perang Ukraina Rusia
  • Pertahanan
  • Perum BULOG
  • Petisi 50
  • Petugas Partai
  • Pilkada
  • Pilpres 2019
  • Pilpres 2024
  • PKB
  • PKI
  • PKS
  • PNI
  • Polisi
  • Politik
  • Politik Dalam Negeri
  • Politik Dinasti
  • Politik Global
  • Politik Pangan
  • POLRI
  • Prabowo
  • Prabowo Subianto
  • Proxy War
  • Puan Maharani
  • PWI
  • Quotes
  • Reformasi 1998
  • Reformasi TNI
  • Ridwan Kamil
  • Risma
  • Rocky Gerung
  • Ruang Publik
  • Sarwo Edhie
  • SBY
  • Sejarah
  • Sejarah TNI AD
  • Sengketa Tanah
  • Senjata
  • Separatisme
  • Simbol Politik
  • Soeharto
  • Soekarno
  • Soekarnoisme
  • Soemitro
  • Solo Connection
  • Suksesi TNI
  • Surat Terbuka
  • Surya Paloh
  • Tanah Adat
  • Tanah Ulayat
  • Tayang Ulang
  • Terorisme
  • Timor Leste
  • Titiek Puspa
  • TNI
  • TNI AD
  • TNI AL
  • Tokoh Bangsa
  • Tragedi Trisakti
  • Trans Sumatera
  • Tulisan Ringan
  • UNCLOS
  • Wakasal Erwin
  • Wiranto
  • Yenny Wahid
  • Yudo Margono
  • ZEE
  • Zulkifli Hasan

Portofolio Buku (individu & tim)

  • ABRI dan Demokratisasi, 1997
  • Ada Asap Ada Api, Ada Bencana Ada TNI, 2016
  • Ambasador Andi M Ghalib: Poros Jakarta-New Delhi, 2011
  • Biografi Editorial Surya Paloh, 2001
  • Biografi Jenderal Feisal Tanjung: Terbaik Bagi ABRI, Terbaik Untuk Rakyat , 1999
  • Biografi Laksamana Widodo AS, Nakhoda di Antara Tiga Presiden, 2002
  • Biografi Letjen Andi Muhammad Ghalib SH: Menepis Badai, Menegakkan Supremasi Hukum, 2000
  • Biografi SBY Sang Demokrat, 2004
  • Dharma Bakti Kodam VI/Tanjung Pura, (tiga buku), 1997
  • Konsepsi Strategik Kodam Jaya, (tiga buku), 1998
  • Laksda Didit Herdiawan, Radikalisme dan Ketahanan Pangan, 2012.
  • Membuka Demokrasi, 1996
  • Si Kancil Amin Rais, 1997
  • Singgih SH: Memoar Seorang Jaksa Agung, 2002
  • TNI Membuka Tirai Timur, 2017

Wikipedia

Search results

said: "Jangan menyerah untuk menjadi seorang jurnalis yang jujur dan amanah. Hilangkan berita settingan dan framing yang bisa menghancurkan nilai-nilai fundamental jurnalistik." . Simple theme. Powered by Blogger.