Showing posts with label Kedaulatan. Show all posts
Showing posts with label Kedaulatan. Show all posts

04 December 2022

Laksamana Yudo Harus Prioritaskan Penegakan Kedaulatan NKRI

Konferensi Meja Bundar, Denhaag - Belanda
Photo: republika.co.id


Oleh: Selamat Ginting

Analis Komunikasi Politik dan Militer dari Universitas Nasional - UNAS.

Ahad/Minggu 4/12/2022.


Laksamana Yudo Margono harus bisa cepat mengambil keputusan dalam memimpin TNI. Terutama harus dapat memilih dengan tepat mana yang mesti didahulukan, sesuai dengan asas kepemimpinan TNI. Termasuk dapat membatasi penggunaan dan pengeluaran dana sesuai prioritas yang diperlukan TNI.

Kalau dalam 11 asas kepemimpinan TNI, Laksamana Yudo harus memprioritaskan Ambeg Parama Arta, yakni memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan. Juga Gemi Nastiti, yakni kesadaran dan kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatu kepada yang benar-benar diperlukan.

Diharapkan Laksamana Yudo fokus pada tiga tugas pokok TNI, yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Selanjutnya, barulah Yudo menjalankan tugas sebagai Panglima TNI yang secara normatif, kurang dari satu tahun. Dengan catatan apabila tidak ada perpanjangan masa dinas aktif militer.

Setidaknya, yang utama selain memimpin TNI, Panglima TNI juga mesti  melaksanakan kebijakan pertahanan keamanan negara, menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer, serta mengembangkan doktrin TNI.

Di situ Panglima TNI jangan bersinggungan dengan Kepala Staf Angkatan. Dia harus fokus dengan tugas menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer dan memelihara kesiagaan operasional. Jangan masuk wilayah pembinaan dan penyiapan matra, itu tugas Kastaf Angkatan.

/sgo

05 October 2021

TNI Harus Fokus Pada Ancaman Kedaulatan di Papua

Foto: Kodam Kasuari
kasuari18-tniad.mil.id

Presiden Joko Widodo menginstruksikan TNI selalu sigap menghadapi spektrum ancaman yang lebih luas, seperti pelanggaran kedaulatan, pencurian kekayaan alam di laut, radikalisme, terorisme, ancaman siber, dan ancaman biologi, termasuk juga ancaman bencana alam.

Pernyataan itu dikemukakan Presiden Jokowi dalam HUT ke 76 TNI di halaman depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/10).

Menurut pengamat komunikasi politik dan militer dari Univeritas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, intruksi presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI itu merupakan bentuk perintah agar TNI antara lain fokus pada upaya mengatasi gerakan separatisme dan pemberontakan bersenjata.

“Penggunaan kekuatan pertahanan militer dalam menghadapi ancaman separatisme dan pemberontakan bersenjata dilakukan berdasarkan putusan politik pemerintah dan dilindungi oleh undang-undang,” kata Selamat Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas di Jakarta, Selasa (5/10/2021).

Kandidat doktor ilmu politik itu mengemukakan, penggunaan kekuatan TNI dapat dilaksanakan melalui OMSP (Operasi Militer Selain Perang) dengan mengembangkan strategi operasi yang tepat dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. 

“Menghadapi separatism bukan hanya dengan cara-cara militer semata, melainkan juga dengan cara nirmiliter dengan mengefektifkan fungsi-fungsi pembangunan nasional,” ujar Selamat Ginting yang malang melintang dalam liputan konflik di Papua.

Dikemukakan, akar masalah separatisme dapat diatasi melalui pendekatan kesejahteraan dan keadilan. Separatisme merupakan ancaman nyata yang melakukan regenerasi secara cepat.  Karena itulah, kata dia, TNI harus memahami fenomena dalam menyusun strategi pertahanan nirmiliter.

Menurutnya, momentum demokratisasi sejak 1998-1999 dimanfaatkan oleh kelompok separatis guna mencapai tujuannya. Baik dengan menggunakan pola perjuangan nonbersenjata serta berusaha mencari perhatian dan dukungan internasional. 

Untuk menghadapi kecenderungan ancaman separatisme, lanjut Selamat Ginting, unsur pertahanan nirmiliter harus berperan aktif untuk mencari dan menemukan solusi yang tepat dan efektif. 

Aparat pembinaan territorial (binter) TNI, kata dia, harus bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Termasuk melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok separatis.

“Ancaman separatisme berakar pada faktor-faktor nirmiliter sehingga harus dihadapi pula dengan pendekatan nirmiliter,” kata Selamat Ginting, mantan wartawan senior Republika. 

TNI, lanjutnya, harus bisa mengedepankan pendekatan nirmiliter dengan operasi binter untuk membawa seluruh warga Papua merasa nyaman tinggal dalam pangkuan Ibu Pertiwi, Indonesia. Hal ini penting agar bibit-bibit separatisme tidak berkembang. 

Rasa kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika harus terus ditanamkan dan dikembangkan di Papua. “Mumpung ada momentum bagus, yakni pelaksanaan PON (Pekan Olahraga Nasional) di Papua.”


Ancaman Terorisme

Sedangkan mengenai ancaman terorisme, menurut Selamat Ginting, Indonesia telah mememiliki undang-undang mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003. Penerapan undang-undang tersebut cukup efektif dan memberikan efek tangkal yang besar. 

Menurutnya, penanganan aksi kejahatan terorisme dapat dilakukan melalui pendekatan pertahanan militer. Secara hukum penanganan ancaman terorisme merupakan bagian dari fungsi pertahanan negara untuk melindungi segenap warga bangsanya.

Indonesia, lanjutnya, telah meratifikasi dua konvensi internasional mengenai pemberantasan terorisme. Yakni Konvensi Internasional Pemberantasan Pemboman oleh Terorisme Tahun 1997 serta Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 1999. 

Dikemukakan, dengan menyadari bahwa terorisme memiliki jaringan internasional, Indonesia menjalin kerja sama dengan negara-negara lain untuk menangani masalah terorisme. Kerja sama tersebut diwujudkan dalam bentuk pertukaran informasi intelijen, pembangunan kapabilitas, serta pertemuan-pertemuan untuk membicarakan perkembangan ancaman terorisme dan langkahlangkah untuk mengatasinya. 

Lalu di mana posisi TNI? Menurut pengamat militer itu, penanganan terhadap ancaman terorisme, baik terorisme internasional maupun terorisme dalam negeri merupakan bagian dari tugas TNI. Hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang No.34 tahun 2004 tentang TNI. 

Tugas tersebut, lanjutnya, dilaksanakan TNI dengan pola pendekatan preventif dan represif maupun koersif. Penanganan dengan pola preventif lebih diutamakan dengan mengintensifkan fungsi intelijen, penggunaan satuan-satuan khusus yang dipersiapkan sebagai kekuatan responsif, serta pemberdayaan Komando Kewilayahan TNI dan satuan-satuan TNI. 

Fungsi intelijen yang dimiliki TNI dan jajarannya, kata Selamat Ginting, mempunyai tugas ikut dalam mengumpulkan informasi tentang kegiatan terorisme di seluruh wilayah kerja TNI. Sehingga TNI dapat mendayagunakan kemampuan intelijen yang berbasis manusia serta intelijen teknik. 

Ia meyakini, pelaku-pelaku aksi terorisme juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam melakukan aksinya. Sehingga fungsi intelijen TNI dalam penanganan terorisme harus mengoptimalkan kemampuan penginderaan dini berbasis human intelligent. 

“Tentu saja harus dilengkapi dengan sarana teknologi yang mampu mendeteksi kegiatan dan keberadaan pelaku kejahatan terorisme,” pungkas Selamat Ginting.


/selamatgintingofficial


Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...