Kumpulan tulisan dan liputan sosial, politik, ketahanan dan keamanan negara
13 November 2021
Membasuh Darah Jenderal Yani (Bagian 4)
30 October 2021
Telepon Misterius di Rumah Jenderal Yani (Bagian 1)
Buku Agenda Jenderal A. Yani tentang Dewan Jenderal Foto: Dokumen Pribadi |
Kamis malam, 30 September 1965. Kolonel Soegandhi Kartosoebroto, bekas ajudan senior Presiden Sukarno mendatangi rumah Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal TNI Achmad Yani di Jalan Lembang D-58, Menteng, Jakarta Pusat.
Ia bermaksud memberitahukan kepada Jenderal Yani bahwa Presiden Sukarno marah-marah di istana. “Apa itu Dewan Jenderal?! Apa itu Dewan Jenderal?!” kata Kolonel Sugandhi menirukan ucapan Sukarno yang sedang marah.
Kolonel Soegandhi, anggota DPR Gotong Royong itu menceritakan hal tersebut kepada Mayor CPM (Corps Polisi Militer) Subardi, ajudan dari Jenderal Achmad Yani, di rumah Panglima Angkatan Darat.
Soegandhi urung melaporkan langsung kepada Jenderal Yani. Ia menyampaikan hal tersebut kepada Mayor Subardi untuk disampaikan kepada orang nomor satu di Markas Besar Angkatan Darat. Alasannya masih ada tamu di kediaman Jenderal Yani.
Mengenai Dewan jenderal, Jenderal Yani sesungguhnya sudah menjelaskan kepada Presiden Sukarno. Yani dalam buku agendanya menyebutkan, Presiden Sukarno terpengaruh oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang mengembuskan isu Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap Presiden pada 5 Oktober 1965.
“Isu dewan jenderal, jenderal-jenderal Pentagon berkulit sawo matang, serta dokumen Gilshrist tentang Our Local Army Friend dibuat oleh PKI untuk menyudutkan saya,” kata Yani dalam tulisan di agendanya.
Yani memang lulusan sekolah militer di Amerika Serikat dan Inggris saat berpangkat letnan kolonel senior. Ia mengikuti Pendidikan di US Army Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat. Kemudian melanjutkan pendidikan di Warfare Trainning di Inggris pada 1955.
Simak video "Firasat & Telepon Misterius di Rumah Jenderal A. Yani"
Kembali soal kedatangan Kolonel Soegandhi. Ia tidak bisa masuk rumah Yani, karena Panglima Angkatan Darat masih menerima tamu hingga pukul 22.00 WIB. Sehingga Soegandhi menyampaikan pesan tersebut kepada ajudan Yani.
Tamu istimewa Yani malam itu adalah Panglima Kodam Brawijaya, Mayor Jenderal TNI Basuki Rachmat. Basuki melaporkan kepada Yani bahwa aktivis Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dari PKI melakukan perusakan kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim).
Malam itu, Jenderal Yani sekalian mengajak Jenderal Basuki Rachmat untuk ikut menghadap Presiden Sukarno pada Jumat pagi, 1 Otober 1965 tentang situasi di Jawa Timur tersebut.
Yani juga sudah memberitahukan kepada ajudan bahwa Jumat pagi akan menghadap Presiden Sukarno. Sekaligus memberitahukan kepada istrinya bahwa kemungkinan hari itu juga akan dicopot dari jabatan sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat.
“Bapak sudah memberitahukan kepada Ibu bahwa akan diganti oleh Mayor Jenderal TNI Moersid,” kata Amelia Yani, putri ketiga dari delapan bersaudara, anak kandung dari pasangan Jenderal Yani dengan Yayuk Ruliyah Sutodiwiryo. Keluarga mengetahui hal tersebut dari Mayor Subardi.
Ketidakcocokan dengan Presiden Sukarno mengenai konsep Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) dan sikap keras Achmad Yani menolak Angkatan Kelima, menjadi sinyal retaknya hubungan Yani dengan Presiden Sukarno. Angkatan Kelima yang digagas PKI dan kemudian mendapatkan dukungan dari Presiden Sukarno ditentang keras oleh Angkatan Darat.
Angkatan Kelima di luar dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Angkatan Kelima yang diminta PKI agar buruh dan tani turut dipersenjatai untuk membantu perjuangan Indonesia dalam melawan Inggris yang mendirikan negara Federasi Malaysia. Jumlahnya sekitar 15 ribu orang, terdiri dari 5.000 buruh dan 10.000 tani.
Peringatan Haryono MT
Jenderal Yani marah besar ketika anak buahnya Pembantu Letnan Dua (Pelda) Sujono di Bandar Betsy, Simalungun, Sumatra Utara, tewas. Sujono gugur pada 14 Mei 1965 setelah kepalanya dicangkul oleh aktivis tiga organisasi sayap PKI, yaitu BTI (Barisan Tani Indonesia), PR (Pemuda Rakyat) dan Gerwani.
Sepekan setelah peristiwa Bandar Betsy tersebut, Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat, Mayor Jenderal TNI MT Haryono menyarankan kepada Yani untuk bertindak terhadap PKI. “Kalau (Panglima Angkatan Darat) tidak mulai mengambil tindakan (terhadap PKI), tak pelak Anda akan dibunuh mereka,” kata Mayjen Haryono kepada Letjen Yani pada 20 Mei 1965.
Malam semakin larut. Mayjen Basuki Rahmat pun pamit sambil memberikan hormat militer. Yani langsung menuju kamar tidurnya untuk istirahat. Mempersiapkan diri menerima keputusan untuk diganti oleh Mayor Jenderal Moersjid, Deputi I Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Saat Yani tidur, malam itu, dua kali telepon di rumahnya berdering. Setelah diangkat oleh putri keduanya, Emi Yani, di ujung telepon menanyakan “Bapak ada di rumah?” Tidak merasa curiga, sang putri menjawab, “Bapak ada di rumah sudah tidur.”
Pada malam Jumat itu, jelang pergantian hari, telepon dari orang tidak dikenal, kembali berdering. Lagi-lagi menanyakan posisi Jenderal Yani. “Bapak ada di rumah?” Kembali dijawab oleh Emi Yani, “Bapak ada di rumah sedang tidur.”
Kisah-kisah di malam kelam itu diceritakan Amelia Yani, putri ketiga dari pahlawan revolusi Jenderal Achmad Yani, kepada penulis di kediaman Jenderal Yani, Jl Lembang D-58, Menteng, Jakarta Pusat, 28 Oktober 2021 lalu. Rumah ketika Jenderal Yani diculik dan dibunuh oleh Pasukan Gerakan 30 September (G-30-S) yang dibantu Pemuda Rakyat, organisasi sayap PKI.
Bagaimana kisah selegkapnya? Ikuti wawancara Selamat Ginting dengan Amelia Yani dalam channel youtube SGinting Official.
/sgo
11 October 2021
10 Oktober dan Akhir Rambut Kuncir Sun Yat Sen
Mengingatkan pada Republika On Line 11 Oktober 2018.
Foto: Wikipedia |
Beberapa tahun silam, berkesempatan mempelajari sejarah revolusi Cina di Negeri Tirai Bambu. Di Guangzhou terdapat monumen tentang Bapak Cina Modern, Sun Yat Sen. Ia dokter, politikus, dan revolusioner. Kegagalan demi kegagalan menjadi cap dirinya.
Barulah yang ke-11 kali, ia berhasil melakukan kudeta terhadap kekaisaran Cina. Anda yang suka nonton film-film kekaisaran, tentu akrab dengan lelaki berpenampilan rambut dikuncir. Ya, selama kekuasaan Dinasti Qing, orang Cina wajib memanjangkan kuncirnya. Tapi kaum pemberontak mencukur habis semua kuncirnya pada 10 Oktober 1911.
Pencukuran ini menandai perebutan Kota Wuchang oleh kaum pemberontak dengan menyerang istana raja muda. Kota ini sudah berada di bawah kekuasaan kaum pemberontak sebelum fajar pagi menyingsing. Salah seorang yang berada di balik pemberontakan itu adalah dokter Sun Yat Sen. Dia pimpinan Zhongguo Dongmenghui. Sampai 10 kali melakukan revolusi, ia gagal. Baru setelah 11 kali, berhasil.
Pemberontakan dipimpin komandan lapangan Kolonel Li Yuanhong. Sun saat itu sedang di Amerika. Pada 10 Oktober itulah para pejuang nasionalis di Cina mendeklarasikan berdirinya negara republik. Dengan demikian, setelah 2.000 tahun diperintah para raja, Cina bukan lagi berbentuk kekaisaran melainkan menjadi negara Republik Cina.
Peristiwa itu populer disebut Revolusi 1911 atau Revolusi Cina. Sun Yat Sen dkk berhasil menjungkalkan kekaisaran dinasti Qing, yang telah berkuasa sejak 1644. Hasilnya, “Kaisar Terakhir” Cina, Pu Yi, resmi turun dari kekuasaan pada 12 Februari 1912.
Revolusi itu merupakan reaksi atas ketidakmampuan dinasti Qing mengangkat kembali kejayaan Cina. Bahkan, Kekaisaran Cina dalam tahun-tahun terakhir tunduk kepada kekuatan-kekuatan asing, baik dari Barat maupun dari Jepang. Rakyat dibiarkan melarat, sehingga membuat Sun Yat Sen dan para pejuang melancarkan perlawanan untuk mengakhiri kekuasaan raja di Cina.
Sun Yat Sen menjadi Presiden sementara Republik Cina, dari 29 Desember 1911 hingga 10 Maret 1912. Ia dapat julukan sebagai Bapak Negara Cina Modern, baik di Cina daratan maupun Taiwan. Kemudian menjadi presiden definitif pada 1919-1925. Sun digantikan penerusnya Jenderal Ciang Kai Sek.
Negara itu kemudian dilanda perang saudara selama bertahun-tahun. Berujung pada pertikaian dua kubu – yaitu kekuatan nasionalis pimpinan Jenderal Chiang Kai-sek dan kubu Komunis pimpinan Mao Zedong. Pada 1949, kubu Nasionalis akhirnya tersingkir dari Cina Daratan. Mereka lalu pindah ke Pulau Taiwan dengan tetap memakai nama negara Republik China. Kubu komunis pada 1 Oktober 1949 mendirikan negara baru bernama Republik Rakyat China.
Namun, pemerintah dan rakyat RRC – termasuk di Hong Kong dan Makau – tetap merayakan perjuangan 10 Oktober 1911 itu sebagai Peringatan Revolusi Xinhai. Sedangkan Republik Cina di Taiwan menjadikan 10 Oktober sebagai hari jadi negara mereka. Kala itu Sun Yatsen dan orang Taiwannya sudah benar-benar berambut klimis dan tak kuciran lagi.
/selamatgintingofficial
30 September 2021
PNI, PKI, Sukarno, Nasakom, dan Angkatan Darat
Foto: Republika, 28 September 2020 |
Dikemukakan, hal itu juga dikemukakan oleh Ketua Umum PNI Ali Sastroamijoyo pada ulang tahun ke 45 PKI. Ia menyatakan PNI bersedia bekerjasama dengan PKI. Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 1959-1960 sudah terang-terangan menyatakan ketidaksukaan kedekatan Sukarno dengan PKI. Ia akhirnya mundur dari posisi Wakil Presiden, karena Sukarno dianggap sudah tidak bisa diberitahu lagi.
14 February 2020
Ali Moertopo, Soemitro, Soeharto, Siapa Dalang Malari?
Foto: tirto.id |
Para mahasiswa memprotes cara pembangunan dari bantuan asing. Juga menuding terjadi ketidakstabilan sosial. Orang-orang Jepang dan Cina bekerjasama dengan beberapa elite nasional ‘penjual negara’. Siapa mereka?
''Waktu itu (1973-1974), saya masih yakin Indonesia dalam 20 tahun ke depan akan menjadi raksasa Asia. Ternyata tidak terjadi. Sama dengan kondisi sekarang, saat itu para mahasiwa sudah memperingatkan agar pembangunan jangan mengejar angka pertumbuhan. Tapi bagaimana meratakan keadilan dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat,” kata Hariman pada peringatan 46 tahun peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari 1974), di Jakarta, Rabu (15/1).
13 February 2020
Becak dan Kolonel Ramadi Agen Intelijen yang Dibunuh
Foto: MimbarUntan.com |
Era 1970-an merupakan akhir masa kejayaan becak di Jakarta. Sebelum itu, ribuan becak bebas beroperasi di jalan-jalan ibu kota negara. Gubernur Jakarta, Letjen (Marinir) Ali Sadikin menerbitkan instruksi larangan produksi dan memasukkan becak ke Ibu Kota. Pemerintah mengeluarkan aturan jalur yang dilarang dilewati becak, dan hanya menyisakan di pinggiran Jakarta.Becak begitu ngetop era itu. Ada beberapa lagu tentang angkutan rakyat tersebut, seperti lagu anak-anak ‘Naik Becak’ karya Saridjah Niung alias Bu Soed, istri dari Raden Bintang Soedibjo. Ada pula lagu ‘Abang Becak’ yang dipopulerkan grup musik Bimbo. “Putar-putar, putar putar kaki mengayuh. Pergi jauh, keringat pun lalu jatuh…”
Posting Terkini
Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis
Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...
-
Credit Photo: CNN Enzo Zenz Allie akhirnya resmi dilantik menjadi prajurit taruna (pratar) pada akhir Oktober 2019 lalu. Pemuda ketur...
-
Foto: Republika Oleh Selamat Ginting Truk militer reo berwarna hijau, dengan posisi setir sebelah kiri, berhenti di depan rumah, Kompl...
-
Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...