Oleh
Selamat Ginting
Jurnalis
Sama seperti pilkada DKI Jakarta dan Sumatra Utara. Polisi memobilisasi massa untuk dukung Ahok dan Djarot. Kasat mata! Kini mereka melakukan cara yang sama. Dukung Jokowi dalam pilpres 2019.
Ahok, Djarot dan kini Jokowi elektabilitasnya tidak bisa melebihi 50 persen. Kendati tinggal dua pekan lagi pemilu. Dulu, Ahok tidak percaya saat saya bilang dia akan kalah. Alasannya, sebagai pejawat, elektabilitasnya mangkrak di angka 42-44 persen. Ia bilang, "tim saya yakin menang telak."
Masyarakat sudah tahu hasilnya. Ahok dan Djarot justru kalah telak! Beda dua digit dengan rivalnya.
Maka kini, game over (istilah kalah dalam game milenial) juga untuk Jokowi. Cara polisi semakin memuluskan kekalahan, karena rakyat tidak suka baju coklat turut menjadi pemain. Tidak netral!
Mata publik nasional terbelalak. Terbelalak ketika polisi membuat acara Millenial Road Safety Festifal (MRSF) 2019. Acara digelar Polda Jawa Timur di Jembatan Suramadu, 17 Maret lalu. Acara serupa diagendakan digelar di Sulawesi Selatan, Jakarta, Kalimantan Utara, Banten, dan Jawa Tengah.
Publik melihat dengan mata terang benderang. Acara polisi justru menjadi ajang kampanye dukung Jokowi. Lagu yang diputar pun 'Jokowi Wae'.
Polisi memantik persoalan. Menjadi bagian tim kampanye 01. Akhirnya, keesokan harinya, Kapolri Jenderal Muhamad Tito Karnavian membuat surat edaran. Polisi harus netral! Acara MRSF di sejumlah provinsi pun diundur, usai pemilu.
Surat edaran Kapolri justru menyiratkan, polisi memang tidak netral. Sebab UU Kepolisian mengamanatkan polisi harus netral! Netral bukan cuma di kertas dan di mulut, tetapi terpenting dalam tindakan.
Mabes Polri keluarkan 14 poin netralitas sebagai aparatur negara. Lalu yang bermain di bawah, siapa? Atas perintah siapa? Petinggi yang mana? Jika menyimak operasi intelijen, tentu saja apabila ketahuan, akan dibantal. Disangkal!
Kampanye terbuka sudah berjalan beberapa hari. Beda dengan tahun 2014, massa membludak ingin melihat Jokowi. Aura itu, kini sirna. Sirna termakan tingkah polah kerjamu yang tak memuaskan bagi lebih dari separuh pemilih negeri. Pesona Mas Joko sudah pudar.
Saya mengamati pemilu sejak 1992, dan 1997 era Orde Baru. Kemudian pemilu era reformasi sejak 1999 hingga saat ini. Aura kekalahan para pejawat atau juara bertahan. Golkar keok pada pemilu 1999, saya saksikan di lapangan. Begitu pula aura kekalahan Megawati, saya saksikan pada 2004. Juga aura kekalahan Foke di pilkara Jakarta pada 2012.
Kini, saya menjadi saksi aura kekalahan Jokowi pada 2019. Sakit memang, tapi itulah roda kehidupan. Tanggapi saja dengan bijak, tak perlu irasional. Apalagi emosional. Tidak percaya dengan ungkapan saya, juga tidak apa-apa. Silakan buat tulisan juga berdasarkan keyakinan sebagai sesama netizen. Bebas Merdeka!
Berkemaslah ke Solo, Tuan Jokowi. Rantai sepedamu sudah putus. Tak bisa lanjut ke etape berikutnya. Pestamu saatnya berhenti sampai di sini. Ya, game over Jokowi!
/selamatgintingofficial