Showing posts with label Politik. Show all posts
Showing posts with label Politik. Show all posts

13 August 2023

Jokowi Bisa Bernasib Seperti Chun Doo-Hwan Jika Zalim Terhadap Oposisi

Photo: detik.com


Presiden Jokowi bisa bernasib tragis seperti Presiden Korea Selatan Jenderal Chun Doo-Hwaan jika zalim terhadap oposisi. Setelah tidak berkuasa, mantan Presiden Korea Selatan (1980-1988) itu berakhir dipenjara menanggung perbuatannya saat berkuasa.

Chun Doo-Hwan sewenang-wenang memenjarakan kubu oposisi yang mengkritiknya. Akhir hidupnya tragis, berada di penjara. Saya tidak ingin Presiden Jokowi zalim terhadap oposisi, karena bisa bernasib seperti Chun Doo-Hwan. 

Filsuf politik Rocky Gerung kini terancam dipenjarakan setelah mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi dengan ucapan yang sangat tajam, bahkan cenderung dianggap tidak sopan pada saat orasi di depan buruh di Bekasi, akhir Juli 2023 lalu. 

Rocky memberikan kritik setelah mengetahui kebijakan yang diambil pemerintah kontroversial. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menurut Rocky merugikan masyarakat, namun menguntungkan oligarki politik maupun oligarki ekonomi.

Tokoh KAMI

Rocky, selalu mengkritik pemerintah jika ada yang tidak sesuai, karena posisinya sebagai filsuf politik yang sangat kritis serta memihak masyarakat. Kritik Rocky yang dianggap sejumlah pihak menghina Presiden Jokowi, tidak harus berakhir dengan pemenjaraan. 

Dalam diskusi publik itu, Presidium KAMI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengungkapkan, sepertinya ada tindakan spesialis dari pemerintah Jokowi untuk memenjarakan tokoh-tokoh oposisi yang berada di KAMI, seperti Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, dan Edy Mulyadi. 

Kini giliran Rocky Gerung yang juga bagian dari KAMI terancam dipenjarakan dengan menggunakan pasal karet peninggalan kolonial Belanda. Selama beberapa hari ini Rocky dipersekusi, diteror, dan rumahnya dilempari telur busuk.  

Kesalahan Chun

Presiden Jokowi harus belajar dari kesalahan Presiden Chun Doo-Hwan yang membungkam kaum oposisi dengan pemenjaraan. Rocky dianggap sebagai salah satu simbol oposisi terhadap pemerintah Presiden Jokowi.

Chun menekan kaum buruh, karena dianggap menghambat produktivitas ekonomi. Sebaliknya konglomerat atau oligargi ekonomi didoring menjadi ujung tombak industry ekonomi Korea Selatan. Chun tidak segan-segan menjebloskan tokoh-tokoh oposisi ke penjara.

Chun, juga menginginkan menjadi presiden tiga periode, namun terhalang konstitusi negaranya yang membatasi hanya boleh dua periode. Chun diteruskan suksesornya Jenderal Roh Tae-Woo (1988-1993). Kubu oposisi mampu mengalahkan Roh dalam pemilu 1993.

Setelah Presiden Kim Young-Sam berkuasa (1993-1998), Chun dijatuhi hukuman mati akibat tindakannya yang sewenang-wenang terhadap oposisi saat berkuasa.

Dikemukakan, hukuman mati itu akhirnya diturunkan menjadi seumur hidup saat Presiden Kim Dae-Jung berkuasa (1998-2003) menggantikan Kim Young-Sam. Padahal saat Chun berkuasa, Kim Young-Sam justru dijatuhi hukuman mati. 

Pesan moralnya, jika berkuasa jangan zalim terhadap oposisi, karena roda politik bisa berputar. Kubu oposisi di kemudian hari, bisa saja justru akan memimpin pemerintahan.


/sgo

12 August 2023

Rocky Gerung Jalani Vivere Pericoloso

Photo: Rocky Gerung/Net


Filsuf politik Rocky Gerung sedang menjalani ‘Vivere Pericoloso’ (Bahasa Itali: hidup menyerempet bahaya) menghadapi penguasa melalui kritiknya yang sangat tajam, lugas, penuh satire, menghibur, bahkan kontroversial.

Kritik Rocky kepada Presiden Jokowi dalam konsolidasi Akbar Aliansi Aksi Sejuta Buruh akhir Juli 2023 di Bekasi, menjadi pilihan politiknya untuk menjalani ‘Vivere Pericoloso’ terhadap penguasa.

Rocky tidak boleh dipenjarakan karena kritik sarkasnya kepada penguasa. Tanya jawab adalah jalan untuk memperoleh pengatahuan. Itulah permulaan dialektika para filsuf politik. Dialektika merupakan dialog untuk menyelesaikan persoalan antara dua pihak yang berbeda, bukan dengan pemenjaraan.

Rocky tidak boleh bernasib sama seperti filsuf politik dari Athena, yakni Socrates dan Plato yang dipenjara, karena berbeda pandangan dengan penguasa istana. Bahkan Socrates mati di dalam penjara. Dunia akan mengutuk pemerintah Presiden Jokowi jika Rocky dipenjara.

Frustrasi Politik

Awalnya, Rocky berorasi menyikapi berbagai isu dan kritik terhadap pemerintah. Sampai menyinggung rencana aksi besar pada Kamis (10/8). Aksi buruh itu mendesak pemerintah mencabut Undang Undang Cipta Kerja dan sejumlah undang-undang yang tidak berpihak kepada rakyat.

Saya pikir Rocky dan sejumlah elemen sudah pada tahap frustrasi politik, karena Presiden Jokowi diduga melakukan sabotase politik. Sabotase politik, karena memveto hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

MK, sebelumnya sudah memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Bahkan MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat. Bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. 

Presiden Jokowi menanggapi keputusan MK dengan menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) tentang Cipta Kerja dengan alasan dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Di sisi lain, pemerintah justru terus melanjutkan program Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), padahal pemerintah mengakui situasi sedang tidak baik-baik saja. Ini jelas sesuatu yang tidak konsisten.

Jokowi Serempet Bahaya

Bukan hanya Rocky Gerung yang sedang menjalani ‘Vivere Pericoloso’, melainkan pemerintahan Presiden Jokowi serta partai-partai politik dan institusi negara juga melakukan langkah politik menyerempet bahaya menjelang pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024.

Apa yang dilakukan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) bergabung dengan partai oposisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat, kemudian mengusung Anies Baswedan menjadi bakal calon presiden, itu merupakan langkah Vivere Pericoloso.

Termasuk, konflik politik antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri dengan Presiden Jokowi dalam mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal capres dari PDIP. Megawati ingin hal itu menjadi hak prerogratifnya sebagai ketua umum partai, artinya mengabaikan peran Jokowi yang dianggap hanya sebagai petugas partai.

Konflik elite itu juga masuk dalam Vivere Pericoloso, seperti peristiwa politik di era Demokrasi Terpimpin Sukarno pada 1964 hingga lengser dari kursi presiden pada 1967.

Jika Presiden Jokowi salah langkah politik, seperti cawe-cawe dalam pemilihan presiden 2024, dia akan dikenang sejarah sebagai penguasa yang menapak jalan otoritarian.

Diawali Sukarno

Vivere Pericoloso, awalnya digunakan Presiden Sukarno dalam pidato HUT ke-19 Republik Indonesia, 1964. Pada 1964, Indonesia mengalami masa-masa genting. Saat itu sedang terjadi konfrontasi dengan Malaysia (Ganyang Malaysia). 

Kehidupan politik, juga sangat panas. Salah satunya TNI Angkatan Darat bersitegang dengan Presiden Sukarno dan Partai Komunis Indonesia (PKI), karena menolak konsepsi Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) serta usulan pembentukan Angkatan Kelima (Buruh dan Tani dipersenjatai). Sukarno juga membuat poros Jakarta-Peking (Beijing)-Pyongyang.

Situasi Vivere Pericoloso akhirnya menjungkalkan Sukarno dari kursi presiden secara menyakitkan. PKI yang dekat dengan Sukarno dihancurkan Angkatan Darat, akibat pimpinan Angkatan Darat diculik dan dibunuh pasukan pengamanan presiden yang berafisliasi kepada komunis,” ujar Ginting.

Jadi situasi politik saat ini jelang pemilu 2024, kurang lebih mirip dengan situasi politik 1964-1967.


/sgo

30 June 2023

Motif Politik RK dalam Pembangunan Patung Sukarno

Photo: Groundbreaking Patung Sukarno
cnnindonesia.com
 

Rencana pembangunan patung tertinggi Bung Karno di Indonesia yang digagas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK), tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa politik dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sekaligus ekspresi simbolis terhadap sang tokoh proklamator. 

Tidak ada yang kebetulan dalam politik, pasti ada relasi kuasa yang dilakukan RK dalam pembangunan patung seorang tokoh, sekaligus ada kuasa simbolik politik.

Seperti diketahui, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menghadiri groundbreaking pembangunan Monumen Plaza Dr (HC) Sukarno di kompleks GOR Saparua Bandung, Rabu (28/6). Patung tersebut diklaim menjadi patung Sukarno paling tinggi di Indonesia. Tingginya 22,3 meter dan biayanya sekitar Rp15 miliar. 

Pembangunan patung di ruang publik merupakan wujud ekspresi simbolis untuk menokohkan seseorang. Ini merupakan bagian dari upaya meneguhkan kekuasaan personal maupun kelompok mengatasnamakan kepentingan publik.

Keberadaan patung Sukarno, misalnya menjadi bukti bagaimana sistem simbolik dilakukan untuk melegitimasi kekuasaan oleh otoritas penguasa.

Dalam suasana tahapan pemilihan umum yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2022, wajar saja jika peristiwa itu dikaitkan motif politik dengan relasi kuasa politik yang sedang dibangun RK. Apalagi selama ini PDIP belum bisa memenangkan pemilu di Jawa Barat. PDIP kalah dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). PDIP unggul tipis dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Apakah ini upaya RK untuk mendekat kepada PDIP jelang pilpres, walau dia kini sudah menjadi kader Partai Golongan Karya (Golkar)? Jawabannya bisa iya bisa juga tidak. Tapi ini bukan sebuah kebetulan, melainkan sudah dirancang.

Apalagi, nama RK selalu masuk radar survei urutan lima besar sebagai bakal calon wakil presiden. RK bersaing ketat dengan nama-nama seperti Sandiaga Uno, Erick Thohir, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Khofifah Indar Parawansa. 

Bakal calon presiden dari PDIP Ganjar Pranowo belum punya pasangan wakil presiden, jadi wajar saja pembangunan patung Bung Karno dikaitkan dengan motif politik.

Praktik kuasa simbolik melalui pembuatan patung seorang tokoh melalui sistem bahasa visual dan simbolisasi, menunjukkan bagaimana kekuasaan menyelinap di bawah ruang sadar publik.

Masyarakat, bisa saja tidak menyadari bagaimana sistem kekuasan bersembunyi di balik karya-karya patung di ruang publik. Dalihnya bisa bermacam-macam, seperti pewarisan nasionalisme, penghormatan kepada pahlawan, maupun peneguhan ideologisasi. 

Bukankah Bandung juga punya nilai sejarah bagi Sukarno, karena ia mengenyam pendidikan di Insitut Teknologi Bandung dan pernah ditahan pemerintah colonial Belanda di kota kembang ini. 

Dalam kurun waktu pemerintahan Presiden Jokowi, terjadi pembangunan patung-patung Sukarno di sejumlah tempat atau instansi pemerintah maupun negara. Misalnya di Akademi Militer Magelang yang digagas Wakil Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Muhammad Herindra dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman, saat masih menjadi Gubernur Akmil. Kemudian di Kementerian Pertahanan dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

Maka ada pihak-pihak yang menghubungkan pembangunan patung itu turut melambungkan nama Herindra dan Dudung Abdurachman menjadi petinggi militer. Itu sah-sah saja, meskipun bukan satu faktor itu saja yang melambungkan nama mereka.

Termasuk, posisi Menhan Prabowo Subianto yang aman tanpa gangguan serta Letjen (Purn) Agus Wijoyo yang enam tahun menjadi  Gubernur Lemhannas pada 2016-2022.

Semoga publik tidak disuguhi simbol tanpa makna dan semoga pula pembangunan patung-patung itu sesuai dengan kebutuhan publik, bukan sekadar niatan politik praktis seseorang untuk meraih kedudukan.


/sgo

Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...