Showing posts with label Partai Demokrat. Show all posts
Showing posts with label Partai Demokrat. Show all posts

03 October 2023

AHY Berpeluang Masuk Kabinet, Menteri dari Nasdem dan PKB Terancam Direshuffle

Photo: kompas.com

Komunikasi politik antara Presiden Jokowi dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Bogor berpotensi menempatkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) menggantikan Ario Bimo Nandito Ariotedjo (Dito Ariotedjo). 

Kini Dito sedang tersandung kasus dugaan suap Rp27 miliar dalam pembangunan BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Kasusnya ditangani Kejaksaan Agung. 

“Pertemuan Presiden Jokowi dan mantan Presiden SBY berpotensi memuluskan Ketua Umum Demokrat AHY menjadi Menpora menggantikan Dito Ariotedjo yang tersandung kasus dugaan suap 27 miliar dalam Pembangunan BTS 4G Kementeraian Kominfo,” kata analis politik Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Selasa (3/10).

Menurutnya, sejak awal SBY ingin menjadikan anaknya memiliki posisi di ekseskutif. Pertama saat mengikuti pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu. Namun AHY belum berhasil. Kini, setelah Demokrat bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang didukung Presiden Jokowi, AHY berpeluang masuk ke dalam kabinet walau hanya untuk sekitar satu tahun saja.

“Ini seperti mengikat Demokrat agar tidak lari dari koalisi di mana Jokowi menjadi King Makernya. Jika AHY jadi menteri, maka dampaknya hubungan Jokowi dengan Megawati bisa semakin merenggang, sebab hubungan psikologis antara Megawati dengan SBY hingga kini belum cair. Jokowi bisa dianggap abai terhadap psikologis Megawati,” ungkap Ginting. 

Dikemukakan, ada momentum politik yang berubah cepat setelah konstalasi koalisi politik mengalami dinamika perubahan dukungan bakal calon presiden (capres).  Ada lima hal yang membuat konstalasi politik kini berubah cepat.

Pertama; Posisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang keluar dari koalisi pemerintahan. Kedua; tukar posisi antara Partai Demokrat dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam koalisi pilpres. Ketiga; pernyataan Presiden Jokowi soal data intelijen dan partai politik. Keempat; Kaesang Pengarep, putra Presiden Jokowi menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kelima; kasus hukum yang dialami dua menteri, yakni Menteri Pertanian Syahrul Yasim Limpo dan Menpora Dito Ariotedjo. Bahkan kasus hukum impor gula di Kementerian Perdagangan (kemendag) pada 2015-2023 bisa juga menyeret Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dari Partai Amanat Nasional (PAN).

“Reshuffle kabinet cukup besar berpotensi terjadi pada Oktober 2023 ini. Menteri-menteri dari PKB maupun Nasdem berpotensi diganti, terutama Syahrul Yasin Limpo dari Nasdem yang rumah dinasnya sudah digeledah petugas KPK (Komisi Pemberatasan Korupsi),” ujar Ginting. 

Bukan hanya yang bermasalah secara hukum, menteri-menteri lainnya juga berpotensi direshuffle, dampak keluarnya Nasdem dan PKB dari koalisi pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dari Nasdem; Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah dari PKB; serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar.

“Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dari PKB justru relatif aman dari ancaman reshuffle kabinet, karena ucapan-ucapannya yang kontroversial menyerang koalisi perubahan, pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Itulah politik, walau sama-sama dari PKB dengan Cak Imin, namun Yaqut berbeda pandangan politik,” ungkap Ginting.

Sedangkan kasus di Kemendag, lanjut Ginting, bisa saja menyandera Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan untuk tidak menyorongkan Erick Thohir sebagai kandidat bakal cawapres dari Prabowo Subianto di KIM. 

“Kasus ini berpotensi menjadi politisasi hukum bagi PAN dan Golkar di Koalisi Indonesia Maju agar tidak menghalangi munculnya Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres mendampingi bakal capres Prabowo Subianto,” pungkas Ginting.


/sgo

01 September 2023

Cak Imin Paket Lengkap bagi Koalisi Perubahan


Photo: cnbcindonesia.com


Pertarungan politik di Jawa Timur menjadi alasan kuat poros politik mengambil bakal calon wakil presiden (cawapres) berlatar Nahdlatul Ulama (NU). Muhaimin Iskandar (Cak Imin) merupakan paket lengkap, karena berlatar Jawa Timur, NU, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang basis massanya berasal dari NU. 

Fakta politiknya elektabilitas (keterpilihan) dan popularitas Cak Imin termasuk yang tinggi di Jawa Timur. Jelas lebih tinggi dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Itu alasan masuk akal Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh lebih memilih Cak Imin daripada AHY.  



ANIES & CAK IMIN PAKET LENGKAP

Cak Imin menjadi paket lengkap koalisi partai, karena memegang kendali terhadap PKB dan dapat menambah prosentase untuk memenuhi ambang batas mengikuti pemilihan presiden. Mengingat kelemahan Koalisi Perubahan berada di suara pemilih Jawa Timur, khususnya kalangan Nahdliyin.

Itulah poin penting Cak Imin dibandingkan dengan tokoh NU lainnya, seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah, Menko Polhukam Mahfud MD, maupun putri dari mantan Presiden Abdurachman Wahid, Yeni Wahid.

Geopoltik Jawa

Geopolitik pemilu sekitar 60-65 persen masih berada di Pulau Jawa. Untuk Jawa Tengah kemungkinan besar masih akan dikuasai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Untuk Jawa Barat, Anies bersaing ketat dengan bakal capres Prabowo Subianto. Namun diperkirakan Anies akan lebih unggul daripada Prabowo.

Jadi Koalisi Perubahan ingin mendapatkan suara kaum Nahdliyin di Jawa Timur. Pintu masuknya melalui Cak Imin yang punya basis konstituen NU dan kultur Jawa Timur-an. Sehingga Koalisi Perubahan dapat mendapatkan ceruk suara di wilayah ini.

King Maker

Tak bisa dimungkiri dalam pemilu 2024 ada tiga King/Queen Maker (seorang yang dapat menjadikan orang lain sebagai pemimpin) dalam pilpres, yakni Megawati Sukarnoputri di Poros Ganjar Pranowo, Jokowi di Poros Prabowo Subianto, dan Surya Paloh di Poros Anies Baswedan. Koalisi Perubahan terdiri dari Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung Anies Baswedan.

Sebagai king maker dari Koalisi Perubahan. Surya Paloh membutuhkan tambahan koalisi partai untuk mengantisipasi apabila salah satu partai koalisinya mengundurkan diri.

Menurutnya, keinginan Demokrat untuk terus mendesak AHY sebagai bakal cawapres di koalisi tersebut, memaksa Surya Paloh membuat strategi baru, merangkul PKB. Konsekuensinya tentu saja Cak Imin yang akan menjadi bakal cawapresnya.



Tribun Jakarta Official: Pengamat Nilai Cak Imin Frustasi di Koalisi Prabowo, Terima Duet Anies di Ajang Pilpres 2024

Jadi, mazab Demokrat dan PKB sesungguhnya sama saja, yakni menginginkan AHY dan Cak Imin sebagai cawapres di manapun koalisinya. Mereka tidak peduli koalisinya, yang penting mendapatkan posisi sebagai calon RI-2. 

Demokrat secara eksplisit menginginkan bakal cawapres koalisi itu adalah AHY. Sementara Nasdem lebih menginginkan bakal cawapres dari unsur NU. Manuver politik mendapatkan Cak Imin sekaligus menegaskan bagi Nasdem, NU jauh lebih penting daripada Demokrat untuk menghadapi pilpres 2024.

Kini, dengan kehadiran PKB dan Cak Imin menjadi bakal cawapres, maka Demokrat tidak lagi bisa mengunci Koalisi Perubahan. Bahkan posisi tawar Demokrat justru yang terkunci, karena posisi tawarnya menjadi lemah. Kini publik menunggu apakah Demokrat akan tetap di Koalisi Perubahan atau akan hengkang dan bergabung ke koalisi lain.         

Sedangkan bagi PKS, mereka akan tetap berada di koalisi bersama bakal capres Anies Baswedan. Konstituen PKS itu hatinya berlabuh ke Anies. Jadi tidak begitu masalah siapa yang akan menjadi bakal cawapresnya.


/sgo

31 August 2023

Pasangan Anies dan Imin Porakporandakan Formasi Politik

Photo: tribunnews.com


Keputusan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh memasangkan Anies Baswedan dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden (capres/cawapres), memporakporandakan formasi politik menjelang pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Pasangan Anies dan Imin (Muhaimin) merupakan kejutan politik yang porakporandakan skema formasi koalisi politik. Nasdem dan PKB sudah cukup memenuhi persyaratan 20 persen ambang batas untuk mengikuti kontestasi pilpres. 

Dengan skema formasi Anies berpasangan dengan Muhaimin, maka otomatis PKB akan keluar dari poros pendukung Prabowo Subianto. Di sisi lain, akan terjadi gejolak politik yang besar di Koalisi Perubahan dan Persatuan. 

Bagaimana Nasib Partai Demokrat dan Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS)? Apakah akan tetap berada dalam koalisi mendukung Anies Baswedan atau berpindah haluan? Kita tunggu saja bagaimana keputusan majelis tinggi Demokrat dan majelis syuro PKS.

Posisi Lemah

Pertarungan politik di dalam Koalisi Perubahan memang cukup keras, terutama antara Nasdem dengan Demokrat. Nasdem sejak awal lebih menginginkan bakal cawapres Anies berasal dari kubu Nadhdliyin. Di sisi lain, Demokrat menginginkan Ketua Umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal cawapresnya. 

Sejak awal Anies memang disokong dan dideklarasikan Nasdem. Setelah itu Demokrat dan PKS ikut mendukung dan mendeklarasikan Anies sebagai bakal capres. Karena itulah Demokrat berharap posisi bakal cawapres adalah AHY. Sementara PKS sudah bersedia untuk tidak menempatkan kadernya sebagai bakal cawapres.

Jika Demokrat maupun PKS tidak setuju dengan keputusan sepihak Nasdem, kedua partai politik itu dalam posisi tawar yang lemah. Demokrat dan PKS tidak cukup untuk bisa berkoalisi mengusung capres dan cawapres. Mereka harus bergabung dengan koalisi yang ada, mendukung Poros Anies, Poros Ganjar atau Poros Prabowo.

Dengan telah diumumkannya pasangan Anies dan Muhaimin, maka inilah pasangan pertama yang bisa maju dalam pilpres. 

Tidak Nyaman

Sejak awal PKB berpotensi keluar dari poros pendukung Prabowo Subianto dan masuk ke poros pendukung bakal capres Anies Baswedan.

PKB sudah merasa tidak nyaman, karena merasa tidak akan diberikan posisi sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi bakal calon presiden (capres) Prabowo.

Bahkan, Muhaimin sudah pada fase frustrasi politik. Muhaimin merasa sudah tidak bisa lagi melakukan penetrasi politiknya di poros Prabowo. Terutama setelah Prabowo mengganti nama poros dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM). Hal ini setelah masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golongan Karya (Golkar) masuk dalam poros Prabowo.

Imin tampaknya sudah frustrasi berat, sebab PKB dan Gerindra yang sejak awal membangun poros KKIR. Jawaban frustrasi itu kemungkinan besar, PKB akan hengkang dari poros pendukung Prabowo dan bergabung ke poros Anies Baswedan. 

Dalam poros pendukung Prabowo, baik PKB, PAN, maupun Golkar sama-sama menginginkan posisi bakal cawapres. PKB menginginkan Muhaimin, PAN mengusulkan Erick Thohir, dan Golkar menyorongkan Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto. 

Muncul juga alternatif seperti Ridwan Kamil dan putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka, sambil menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi, terkait uji materi persyaratan usia mengikuti pemilihan presiden/wakil presiden.


/sgo

26 January 2023

Perahu Koalisi Perubahan Bagai Layar Mulai Terkembang

 

Photo: krjogja.com

Keputusan Partai Demokrat yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden, pada Rabu (26/1) ini, bagaikan layar mulai terkembang. Setelah sebelumnya perahu Koalisi Perubahan belum bergerak dan terus bersandar di bibir pantai. Padahal Partai Nasional Demokrat (Nasdem) telah menjadi penjuru pada Oktober 2022 dengan menyodorkan Anies Baswedan sebagai nakhoda.

Sebelumnya layar perahu Koalisi Perubahan masih kuncup. Kini dengan deklarasi yang dilakukan Partai Demokrat, layar politik mulai terkembang. Dan akan semakin berkembang, jika Partai Keadilan Sejahtera (PKS) segera melakukan deklarasi dalam waktu dekat.

Deklarasi bakal calon presiden yang dilakukan Demokrat sekaligus kredit poin penting bagi Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk bisa dipilih menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres). Demokrat maju selangah dibandingkan PKS. Peluang AHY semakin terbuka daripada mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) yang semula akan disorongkan PKS untuk menjadi bakal cawapres mendampingi Anies Baswedan. 

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa menjadi king maker dalam keputusan politik yang tidak mudah ini. Pelan-pelan Koalisi Perubahan bisa keluar dari kemelut persoalan siapa yang nantinya akan diusung menjadi cawapres mendampingi Anies Baswedan.   

Dikemukakan, terbentuknya koalisi mana pun mesti disambut dengan gembira, karena menandakan iklim politik di Tanah Air berjalan sesuai rencana. Artinya pemilu 2024 sudah semakin dekat setelah sebelumnya kehidupan politik dihujani ketidakpastian dengan adanya rumors penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, termasuk soal jabatan presiden tiga periode.

Setelah diliputi ketidakpastian selama sekitar empat bulan, kini Koalisi Perubahan yang terdiri dari Nasdem, Demokrat, dan PKS mulai terlihat bagai cahaya di ujung lorong. Tampilnya Koalisi Perubahan sekaligus menepis hanya akan ada dua poros yang saling berhadapan seperti Pemilu 2019 lalu. 

Kontestasi Pemilu 2014 akan lebih menarik dan sangat ketat jika menghasilkan 3-4 poros politik atau koalisi politik. Kondisi ini akan memberikan pilihan politik kepada masyarakat untuk mencari yang terbaik dari 3-4 poros yang kemungkinan akan terbantuk. Iklim politik yang baik ini, sekaligus untuk menghindari polarisasi politik yang tidak sehat.  

Dikemukakan, sambil menunggu deklarasi dari PKS, maka koalisi ini sudah bisa segera membentuk sekretariat bersama (sekber), seperti presidium. Hal ini karena posisi ketiga partai politik tersebut dalam Pemilu 2019 lalu, perolehan suara maupun kursinya di parlemen, hampir sama. Gerindra dan PKB sudah membentuk sekber terlebih dahulu dengan bakal capresnya Prabowo Subianto. Sehingga komunikasi politik sudah bisa dibangun oleh Koalisi Perubahan maupun Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dalam format kandidasi politik untuk mencari kandidat bakal cawapres yang bisa disetujui anggota koalisi masing-masing.

Nasdem meraih sekitar sembilan persen dengan perolehan 59 kursi, PKS meraih 8,2 persen dengan perolehan 50 kursi, dan Demokrat meraih sekitar 7,8 persen dengan perolehan 54 kursi. Rumitnya adalah, siapa ketua kelasnya?

Hal ini, mengingat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai icon Demokrat, pernah menjadi presiden selama dua periode. Kemudian Surya Paloh adalah politikus kawakan yang berhasil membawa Nasdem masuk dalam urutan keempat pemenang pemilu 2019 lalu. Padahal baru dia kali Nasdem mengikuti kontestasi pemilu. Sementara PKS pada pemilu 1999 hanya memperoleh 1,36 persen, kini sudah meraih lebih dari delapan persen. 

Tidak ada pilihan bagi Demokrat maupun PKS, selain masuk dalam Koalisi Perubahan. Koalisi ini tidak akan pernah ada apabila Nasdem tidak keluar dari koalisi yang mendukung pemerintahan. Sebagai oposisi, DNA atau pewarisan sifat politik Demokrat dan PKS tidak mungkin bisa bergabung dengan koalisi yang digagas pemerintahan Jokowi.

Apalagi, gabungan suara atau kursi PKS dan Demokrat tidak mencukupi ambang batas partai politik untuk bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam kontestasi Pemilu 2024. Gabungan mereka hanya sekitar 16 persen, jadi masih kurang empat persen untuk mencapai presidential threshold.

Dengan adanya deklarasi Anies Baswedan sebagai bakal capres oleh Demokrat dan menyusul dari PKS, maka pemilu 2024 potensial menghasilkan minimal tiga poros, yakni: Koalisi Perubahan (Nasdem-Demokrat-PKS); Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa /PKB); Koalisi Indonesia Baru (Partai Golkar – Partai Amanat Nasional /PAN) – Partai Persatuan Pembangunan /PPP).

Jika tidak ada kejutan politik, maka tinggal menunggu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan bergabung ke koalisi mana? Bergabung ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya atau Koalisi Indonesia Baru? Atau mereka akan percaya diri untuk berdiri sendiri karena memenuhi syarat untuk mencalonkan sendiri, tanpa gabungan partai politik?


/sgo


Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...