Photo: bukuwarung.com |
Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menegaskan, sebagai militer tituler pesohor Deddy Corbuzier terancam dipecat dari dinas militer, jika tetap menjalankan bisnisnya sebagai youtuber, podcaster, maupun content creator. Hal ini dengan tegas diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Sudah jelas dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, Pasal 39 Ayat 3, prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis. Deddy bisa dipecat jika terus menjalankan bisnisnya. Saya maklum, karena barangkali Mas Deddy tidak memahami hal tersebut,” tegas Selamat Ginting di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Ia menanggapi pernyataan Deddy Corbuzier dalam akun media sosialnya @mastercorbuzier yang dikutip sejumlah media massa, Rabu (14/12/2022). "Just to confirm, saya tidak akan mengambil gaji dan tunjangan apapun," tulis Deddy Corbuzier.
Diterangkan Deddy, gaji dan tunjangan yang seharusnya didapatkannya akan dikembalikan kepada negara dan dipakai untuk prajurit TNI yang lebih membutuhkan. "Semua saya kembalikan ke negara untuk yang lebih membutuhkan," tandasnya.
Menurut Selamat Ginting, persoalannya bukan pada kalimat akan mengembalikan gaji dan tunjangannya sebagai militer tituler, melainkan pada larangan bisnis bagi anggota TNI, seperti dalam UU tentang TNI.
“Substansinya bukan menolak gaji atau tunjangan, melainkan larangan berbisnis bagi anggota TNI itu sudah diatur dan ada konsekuensi hukum pidana maupun disiplin militer,” kata Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan bidang politik pertahanan keamanan negara.
Dikemukakan, jika melihat informasi yang beredar di sejumlah media, penghasilan Deddy Corbizier sebagai pesohor, sebulannya bisa mencapai lebih dari Rp5 miliar. Silakan nanti Deddy yang menjelaskan hal ini. Sementara jika sebagai Letnan Kolonel (Letkol) Tituler, penghasilan sebulannya berkisar Rp13 juta, karena tituler dengan militer aktif gajinya agak berbeda. Untuk Letkol non tituler sekitar Rp15 juta.
“Apakah sanggup Deddy menerima gaji Letkol Tituler yang seperti bumi dengan langit dibandingkannya sebagai pesohor, ” tanya Ginting.
Ia menceritakan saat meliput di lingkungan TNI, ketika Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Wismoyo Arismunandar pada sekitar 1993-1995 memerintahkan Asisten Pengamanan (Aspam) KSAD (kini disebut Asisten Intelijen KSAD) untuk memeriksa sejumlah perwira menengah yang diduga memiliki bisnis.
“Ada sejumlah kolonel yang memiliki bisnis penginapan kelas melati juga kontrakan rumah. Kolonel-kolonel itu beralasan gaji militer tidak cukup, sementara anak-anaknya sedang melanjutkan perguruan tinggi. Ada juga yang kaya, karena mertuanya sultan di suatu daerah,” ungkap Selamat Ginting.
Namun, lanjut Ginting, pimpinan TNI Angkatan Darat, tidak menerima alasan-alasan tersebut. Mereka diminta memilih tetap menjadi anggota aktif Angkatan Darat atau menjadi pebisnis yang memiliki penghasilan di luar dinas militer.
“Mereka akhirnya dengan berat hati meninggalkan dunia militer dengan konsekuensi pensiun dini. Padahal para kolonel itu lulusan Akademi Militer dan sudah lulus sekolah Seskogab (kini disebut Sesko TNI) serta tinggal selangkah lagi menjadi perwira tinggi,” ungkap Ginting, menceritakan.
Maka, lanjut Ginting, jika Letkol (Tituler) Deddy Corbuzier tetap menjalankan bisnisnya sebagai pesohor, masyarakat bisa mengadukannya ke polisi militer untuk diproses hukum menggunakan hukum pidana militer dan disiplin militer. Informasi seperti ini harus diketahui Deddy sebagai bagian dari dinas militer.
“Karena Deddy bagian dari Angkatan Darat, maka Asisten Intelijen KSAD bisa segera memanggil Deddy untuk meminta kepastian akan terus menjadi militer tituler atau sebagai pebisnis. Harus pilih salah satunya. Semoga Deddy bisa memilih secara bijaksana kondisi ini,” ungkapnya.
Jalan lainnya, menurut Ginting, Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes Angkatan Darat, bisa menyelesaikan atau menyudahi posisi Deddy sebagai tituler, sebab militer tituler itu ada batas waktunya.
“Deddy pilih mengundurkan diri dengan hormat atau pilih diberhentikan dengan hormat? Semua pihak mesti bijak dalam kasus ini, jangan sampai menjadi preseden tidak bagus bagi institusi militer maupun bagi Deddy yang kemungkinan tidak paham tentang aturan militer yang sangat ketat,” ujar Ginting.
Selamat Ginting memberikan contoh bagaimana Letkol CAJ (Tituler) Ahmad Idris Sardi menjalankan tugas di Pusdik Ajudan Jenderal Angkatan Darat selama lebih dari tiga tahun menjadi guru militer bagian musik.
“Idris Sardi menerima tanda jasa negara berupa Satyalancana Dwidya Sistha dari Presiden RI, dalam jabatannya sebagai guru atau instruktur militer di Pusdikajenad sekurangnya tiga tahun. Jadi tidak sembarangan menerima pangkat maupun tanda jasa negara,” kata Ginting, Ketua Bidang Politik Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.
/sgo