30 December 2022

Hadapi Separatis Papua, Tugas Pokok TNI Bukan Polri


Photo: Bersama Panglima Kostrad Letjen Edy Rahmayadi
saat HUT TNI 2016 (Dok Pribadi)


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, mengkritik kebijakan pemerintah dalam bidang pertahanan keamanan negara di Papua, karena berpotensi keliru jika mengedepankan Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri.

“Tugas Brimob Polri menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri dengan tugas khususnya menangani kejahatan berintensitas tinggi. Padahal jelas yang dihadapi di Papua adalah gerakan separatis serta pemberontakan bersenjata. Bukan sekadar kriminal dan kejahatan lagi,” ungkap Selamat Ginting dalam konferensi pers kaleidoskop pertahanan keamanan negara (hankamneg) 2022 di Sekolah Pascasarjana Unas, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Menurutnya, mengatasi gerakan separatis bersenjata, pemberontakan bersenjata, aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan negara, merupakan tugas pokok militer dan bukan tugas pokoknya polisi. Konstitusi menyebut itu tugas TNI sesuai UU No.34 tahun 2004 tentang TNI. Sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. 

Dalam operasi di Pulau Papua, lanjut Selamat Ginting, berulang kali digaungkan polisi berada di depan, dan dibantu TNI dari belakang. Faktanya, lebih banyak prajurit TNI yang gugur daripada prajurit Polri. Artinya prajurit TNI menjadi sasaran utama untuk diperangi daripada prajurit Polri. 

Ibarat Koin

Selamat Ginting juga meminta TNI secepatnya melakukan evaluasi terhadap program penanganan di Papua selama satu tahun kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Dalam programnya Jenderal Andika Perkasa mengedepankan pendekatan kesejahteraan. Namun jumlah prajurit TNI yang gugur selama kepemimpinan Andika Perkasa, tidak mengalami penurunan berarti dibandingkan masa kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.  

“Pendekatan kesejahteraan tidak mungkin bisa berjalan dengan baik, jika tidak disertai dengan pendekatan keamanan. Itu ibarat koin mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Bagaimana masyarakat bisa bekerja mencari nafkah jika keamanannya tidak terjamin? Bagaimana psikologi masyarakat jika mengetahui prajurit TNI dan Polri justru menjadi killing field,” ungkap kandidat doktor ilmu politik itu, mempertanyakan. 

Dikemukakan, OPM pastilah melakukan gerilya melawan TNI, khususnya di wilayah-wilayah pegunungan yang mereka kuasai. Mereka tidak akan muncul saat situasinya tidak aman. Namun akan melakukan serangan jika TNI maupun Polri sedang lengah dan lemah.  Gerilya harus dihadapi dengan anti-gerilya. 

“Perang gerilya itu antara lain berebut pengaruh dengan penduduk setempat. Di sini pembinaan teritorial (binter) harus kuat. Saya menilai binter TNI di Papua khususnya di wilayah pegunungan selama kurun waktu tiga tahun (2019-2022) belakangan ini, belum berhasil mempengaruhi rakyat untuk menyatu dengan TNI. Jadi TNI juga mesti introspeksi diri untuk membuat program yang lebih menyentuh rakyat Papua,” ujarnya.

Amanat Konstitusi

Selamat Ginting menyambut baik rencana Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang segera akan mengunjungi Pulau Papua pada awal Januari 2023, bersama tiga Kepala Ataf Angkatan dan Kepala Polri. Ia meminta kunjungan kerja itu bukan sekadar kunjungan seremonial belaka. Melainkan harus segera melakukan evaluasi untuk mencari solusi penyelesaian kasus di Pulau Papua yang kini terdiri dari enam provinsi. 

“Saatnya TNI berada di depan untuk penanganan masalah hankam di Papua, bukan diserahkan kepada Polri yang bukan tugas pokoknya menghadapi separatis, teroris, dan pemberontakan bersenjata di Papua,” ujarnya.

“Menegakkan kedaulatan negara di Papua dan juga menjaga keutuhan wilayah NKRI di Papua, serta melindungi segenap warga negara di Papua, itulah amanat konstitusi yang diberikan kepada TNI,” pungkas Selamat Ginting.

/sgo

Negara Gagal Lindungi Prajurit TNI dan Polri di Papua

Photo: Dok Pendam XVII/Cenderawasih (Kompas.com)


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menilai negara cenderung gagal dalam melindungi prajurit TNI dan Polri di Papua, karena tentara dan polisi yang gugur sejak 2019 hingga akhir tahun 2022 jumlahnya lebih dari 55 orang. Papua menjadi killing field (medan pembunuhan) bagi prajurit TNI dan Polri. 

“Personel militer dan polisi saja menjadi korban tewas yang dilakukan front bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM), lalu bagaimana TNI dan Polri dapat melindungi warga sipil di Papua?” tegas Selamat Ginting di Sekolah Pascasarjana Unas, Jakarta, Jumat (30/12/2022). Ia mengungkapkan hal tersebut dalam konferensi pers kaleidoskop bidang pertahanan keamanan negara (hankamneg) selama tahun 2022. 

Selamat Ginting mengungkapkan, berdasarkan laporan Kepala Polda Papua Irjen Polisi Mathius D Fakhiri kepada pers Rabu (28/12/2022) lalu, selama 2022 tercatat 13 anggota TNI-Polri gugur akibat baku tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Rinciannya 10 anggota TNI dan tiga anggota Polri gugur. Sementara warga sipil yang tewas sekitar 35 orang dan lima orang KKB.

“Padahal dalam laporan ke DPR sejak 2019 hingga Januari 2022, tercatat ada 41 prajurit TNI yang gugur. Jika ditambah dengan 10 prajurit TNI yang gugur selama 2022, maka lebih dari 50 prajurit TNI yang gugur. Saya menyayangkan negara seperti tidak hadir dalam kasus ini,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Gerakan Separatis 

Selamat Ginting tidak setuju pemerintah masih menggunakan analogi kelompok kriminal bersenjata di Pulau Papua. Alasannya, karena yang dilakukan kelompok itu bukan sekadar kriminal saja, melainkan memiliki tujuan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

“Ini gerakan separatis yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Menggunakan berbagai front, baik kriminal, bersenjata, ekonomi, psikologi perang, teror, media sosial, diplomasi, juga politik luar negeri,” ungkap Selamat Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan bidang politik pertahanan keamanan negara.

Menurut Ketua bidang Politik Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas itu, aneh jika analogi KKB masih juga digunakan pemerintah hingga saat ini, padahal sudah banyak prajuit TNI dan Polri yang gugur. 

Ia menjelaskan, gerakan separatis tersebut secara terang-terangan menyebut dirinya Organisasi Papua Merdeka atau OPM sejak 1965. Front politik dari gerakan ini secara eksplisit menginginkan referendum untuk memilih merdeka dan lepas dari NKRI. Mereka sudah memiliki bendera, lagu kebangsaan, lambang negara, pemerintahan, dan militer.  

“Mengapa pemerintah masih bersikukuh dan berkutat pada analogi yang kurang tepat? BIN (Badan Intelijen Negara) saja sudah membuat nama baru sejak dua tahun lalu dengan istilah kelompok separatis teroris (KST). Mestinya perdebatan diakhiri, OPM jelas gerakan separatis yang harus ditumpas dengan kekuatan militer,” ujar Selamat Ginting yang beberapa kali meliput operasi militer di Timor Timur, Papua, Maluku, serta Aceh.

/sgo

28 December 2022

KSAL Laksamana M Ali Kawal Pergantian Kepemimpinan Nasional


Photo: Ambalat, April 2013
Pos TNI AL Pulau Sebatik, Kab. Nunukan
Kalimantan Utara

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting memprediksi,  

Laksamana Muhammad Ali akan menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) hingga masa peralihan kepemimpinan nasional 2024. 




"Dia yang paling memungkinkan menjadi KSAL dibandingkan sejumlah laksamana madya lainnya, sehingga diberi mandat menjadi KSAL. Sejak sebulan lalu saya sudah prediksi Muhammad Ali yang akan menjadi KSAL," ujar Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Rabu (28/12/2022).

Presiden Joko Widodo, lanjut Selamat Ginting, membutuhkan pimpinan TNI yang dapat mengawal pergantian kepemimpinan nasional pada Oktober 2024. Stabilitas nasional antara lain menjadi tugas pimpinan TNI, baik itu Panglima TNI maupun tiga kepala staf angkatan, serta Kepala Polri.

"Tidak mungkin Presiden akan mengganti pimpinan TNI dalam kurun waktu kurang dari setengah tahun di tengah situasi politik yang cenderung akan panas pada April hingga Oktober 2024," ujar Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik Unas.

Dikemukakan, dibandingkan sejumlah laksamana madya yang lain, Muhammad Ali punya masa dinas normal hingga 2,5 tahun lagi. Sehingga bisa diberikan tugas untuk mengawal matra laut.

"Penunjukan Muhammad Ali sebagai KSAL, sekaligus menunjukkan Angkatan Laut berhasil melakukan kaderisasi secara normal dan berkesinambungan. Ali dua angkatan di bawah Laksamana Yudo Margono," ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Penunjukan Laksamana Ali, kata Selamat Ginting, tidak akan menimbulkan gejolak di lingkungan Angkatan Laut. Ali lukusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1989, memenuhi syarat semuanya, antara lain berasal dari Korps Pelaut, pernah beberapa kali menjadi komandan kapal perang, menjadi panglima armada, dan asisten KSAL. Itulah beberapa persyaratan di matra laut yang dipenuhi Ali sebagai pimpinan Angkatan Laut di era terakhir kepemimpinan Presiden Jokowi.

Selamat Ginting membandingkan karier Ali yang hampir sama dengan Yudo Margono. Sebelum menjadi KSAL, Yudo juga menduduki posisi Panglima Kogabwilhan I, seperti yang  diemban Muhammad Ali sebelum menjadi KSAL. Ali juga pernah menjadi Panglima Koarmada I menggantikan Yudo Margono (2018-2019). Kemudian Ali menjadi asisten perencanaan dan anggaran KSAL (2020-2021). Pernah menjadi Gubernur AAL (2018-2019), dan Koordinator Staf Ahli KSAL (2019).

/sgo

19 December 2022

Deddy Corbuzier Berikan Panggung Untuk Keturunan PKI, Bela Negara Untuk Siapa?

Photo: Dokumen Pribadi
Keluarga Besar Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani


Salah satu musuh bagi Angkatan Darat adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncaknya saat peristiwa G-30S/PKI tahun 1965 ketika pimpinan Angkatan Darat, Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani dkk diculik dan dibunuh oleh pasukan Batalyon-1 Tjakrabirawa. Pasukan pengawal presiden yang disusupi PKI. Semua personel TNI selalu diingatkan tentang ancaman bahaya laten komunis. 

“Di satu sisi, pesohor Deddy Corbuzier yang kini diberikan pangkat Letkol (Tituler) Angkatan Darat, dalam beberapa tayangan di media sosialnya, justru memberikan panggung kepada keturunan PKI. Mengapa pemerintah tidak memperhatikan efek negatif dari kontroversi Deddy Corbuzier?” kata analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Menurut Selamat Ginting, bangsa Indonesia harus tetap mewaspadai munculnya bahaya komunis, karena PKI merupakan bahaya laten yang bisa menyusup dan bertransformasi dalam wujud baru. Disebut bahaya laten, karena komunis bisa  menyusup ke dalam sendi-sendi kehidupan bernegara. Bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah bangsanya agar tidak kehilangan jati dirinya.

“Saya tidak habis pikir saja, mengapa tayangan media sosial Deddy Corbuzier tidak dijadikan pertimbangan sebelum dia diberikan pangkat tituler? Masalah G30-S/PKI malah dijadikan bahan lelucon di medsosnya oleh seorang tamunya. Seolah-olah PKI tidak bersalah dalam peristiwa kelam bagi bangsa Indonesia,” kata Ginting mengkritik keras.

Dikemukakan, dalam peristiwa G-30S/PKI 1965, enam perwira tinggi dan satu perwira pertama menjadi korban kebiadaban PKI. Para kusuma bangsa itu adalah Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Letjen (Anumerta) Suprapto, Letjen (Anumerta) S. Parman, Mayjen (Anumerta) D.I Panjaitan, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomihardjo, Mayjen (Anumerta) M.T Haryono, dan Kapten Zeni (Anumerta) Pierre Tenderan.

“Jika para keluarga pahlawan revolusi melihat tayangan medsos Deddy Corbuzier yang menjadikan peristiwa G30S/PKI sebagai lelucon di stand-up comedy maupun podcast-nya, apakah mereka bisa menerimanya? Ini masalah luka bangsa yang mestinya dipahami Deddy,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. 

Selamat Ginting menjelaskan, perseteruan Angkatan Darat dengan PKI sudah terjadi sejak peristiwa Madiun September 1948. Peristiwa ini melibatkan golongan kiri, seperti Partai Buruh Indonesia, Partai Sosialis, dan Front Demokrasi Rakyat. Anggota golongan kiri itu didominasi anggota komunis yang berniat mendirikan negara komunis dengan pusatnya di Madiun, Jawa Timur.

“Di sinilah TNI Angkatan Darat menumpas pemberontakan yang dipimpin tokoh komunis Muso. Jadi komunis adalah musuh utama bagi Angkatan Darat,” ungkap Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.

Selamat Ginting mengingatkan jangan hanya karena seorang pesohor memiliki followers (pengikut) yang banyak, kemudian dengan mudah dan murahnya diberikan pangkat tituler. Kasus ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah, karena akan menjadi kontroversi dalam sejarah TNI.

“Ingat peristiwa 1965 ketika PKI menyusup ke dalam TNI dan mempengaruhi Resimen Tjakrabirawa, pengawal presiden. Mengapa hal ini tidak dijadikan pertimbangan agar TNI tidak mudah memberikan warga sipil pangkat kehormatan menjadi militer tituler,” pungkasnya.

/sgo

17 December 2022

Tendean dari Letnan Menjadi Kapten Deddy dari Letnan Menjadi Letkol, Kewarasan Bangsa Sedang Diuji

Photo: merdeka.com & Tempo.co

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting membandingkan perjuangan yang dilakukan pahlawan revolusi Kapten Zeni (Anumerta) Pierre Tendean dengan pesohor Letnan Kolonel/Letkol (Tituler) Deddy Corbuzier. Perbandingan keduanya bagaikan bumi dengan langit.

“Pierre Tendean saat berpangkat Letnan Satu (Lettu) gugur dalam peristiwa G-30S/PKI tahun 1965. Ia kemudian dinaikkan pangkatnya satu tingkat menjadi Kapten Zeni (Anumerta). Sementara pesohor Deddy Corbuzier dari pangkat Letnan Dua (Letda) Komponen Cadangan (Komcad), tiba-tiba diberikan pangkat Letnan Kolonel (Letkol) Tituler, naik empat tingkat. Kita sedang diuji kewarasannya sebagai bangsa,” ungkap Selamat Ginting di Jakarta, Ahad (18/12/2022).

Menurut Selamat Ginting, semua pahlawan revolusi, termasuk Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani dan para jenderal lainnya, hanya mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula. Begitu juga para prajurit TNI maupun Polri yang gugur dalam tugas hanya akan mendapatkan kenaikan pangkat anumerta, satu tingkat lebih tinggi.

“Mereka tidak akan pernah menggunakan tanda pangkat barunya, karena sudah berada di peti mati dan di alam kubur. Di mana keadilan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan ketika memberikan pangkat Letkol Tituler kepada seorang pesohor Deddy Corbuzier?” ujar Ginting mempertanyakan.

Selamat Ginting mengaku sengaja membuat perbandingan antara Pierre Tendean dengan Deddy Corbuzier, karena semula keduanya sama-sama berpangkat letnan. Pierre Tendean dengan pangkat Lettu Zeni dan Deddy Corbuzier dengan pangkat awal Letda Komcad.   

Dikemukakan, Pierre Tendean merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) di Bandung tahun 1961. Setamat dari Akmil dia ditugaskan menjadi Komandan Peleton di Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur)-1 Kodam Bukit Barisan, Medan. Setahun kemudian mendapatkan pendidikan intelijen dan pindah tugas di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD), kini disebut Pusat Intelijen Angkatan Darat (Pusintelad atau PIAD).

Pierre, lanjut Ginting, ditugaskan menjadi mata-mata ke Semenanjung Malaya (kini Malaysia) dalam konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Piere memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Singapura dan Malaysia.

“Beberapa kali berhasil mengebom sejumlah tempat dan mampu menyelamatkan diri dari kejaran tentara Inggris. Ia kembali ke Tanah Air dengan selamat. Keberhasilannya itu membuat pimpinan ABRI memintanya menjadi ajudan Menko Hankam Kepala Staf ABRI Jenderal AH Nasution,” ujar Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Jakarta.  

Akhir hayat Pierre Tendean, kata Ginting, berakhir saat peristiwa G-30S/PKI. Perwira pertama itu diculik dan dibunuh pasukan Resimen Cakrabirawa pimpinan Letkol (Infateri) Untung. Ia gugur sebagai kusuma bangsa bersama enam jenderal pimpinan Angkatan Darat.

“Sementara Deddy Corbuzier nyaris tidak punya jasa dan kontribusi kepada bangsa dan negara sehebat Pierre Tendean. Namun diberikan pangkat kehormatan Letkol Tituler. Bagi para prajurit itu menyakitkan dan akan menurunkan moril prajurit TNI. Secara etika dan moral, peristiwa pemberian pangkat Letkol Tituler kepada Deddy penuh tanda tanya besar,” kata Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.

Ditegaskan, pemerintah terkesan mencari-cari pembenaran dan alasan untuk membenarkan keputusan kontroversial memberikan pangkat Letkol Tituler untuk seorang pesohor Deddy Corbuzier alias Dedi Cahyadi. “1001 alasan boleh saja dikemukakan, namun tidak ada kepantasan pangkat itu diberikan kepada seorang pesohor yang kontroversial,” ujar Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan spesialis politik pertahanan keamanan negara.

Dia mengungkapkan, banyak artis atau seniman yang punya jasa dalam bela negara, seperti mendiang Kris Biantoro (Christoporus Soebiantoro). Bahkan menjadi relawan perang di Irian Barat selama enam bulan. Namun tidak diberikan  pangkat tituler oleh negara. 

“Bela negara tidah harus diberikan pangkat tituler, sebab bela negara merupakan kewajiban setiap warga negara yang telah diatur dalam konstitusi. Semua komponen bangsa bisa berkontribusi, tanpa harus menjadi militer maupun tentara tituler. Jadi tidak ada urgensi memaksa yang mengharuskan seorang pesohor mendapatkan pangkat Letkol Tituler,” pungkasnya.

/sgo

15 December 2022

Deddy Corbuzier Terancam Dipecat dari Militer

Photo: bukuwarung.com

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menegaskan, sebagai militer tituler pesohor Deddy Corbuzier terancam dipecat dari dinas militer, jika tetap menjalankan bisnisnya sebagai youtuber, podcaster, maupun content creator.  Hal ini dengan tegas diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Sudah jelas dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, Pasal 39 Ayat 3, prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis. Deddy bisa dipecat jika terus menjalankan bisnisnya. Saya maklum, karena barangkali Mas Deddy tidak memahami hal tersebut,” tegas Selamat Ginting di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Ia menanggapi pernyataan Deddy Corbuzier dalam akun media sosialnya @mastercorbuzier yang dikutip sejumlah media massa, Rabu (14/12/2022). "Just to confirm, saya tidak akan mengambil gaji dan tunjangan apapun," tulis Deddy Corbuzier.

Diterangkan Deddy, gaji dan tunjangan yang seharusnya didapatkannya akan dikembalikan kepada negara dan dipakai untuk prajurit TNI yang lebih membutuhkan. "Semua saya kembalikan ke negara untuk yang lebih membutuhkan," tandasnya.

Menurut Selamat Ginting, persoalannya bukan pada kalimat akan mengembalikan gaji dan tunjangannya sebagai militer tituler, melainkan pada larangan bisnis bagi anggota TNI, seperti dalam UU tentang TNI.

“Substansinya bukan menolak gaji atau tunjangan, melainkan larangan berbisnis bagi anggota TNI itu sudah diatur dan ada konsekuensi hukum pidana maupun disiplin militer,” kata Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan bidang politik pertahanan keamanan negara.

Dikemukakan, jika melihat informasi yang beredar di sejumlah media, penghasilan Deddy Corbizier sebagai pesohor, sebulannya bisa mencapai lebih dari Rp5 miliar. Silakan nanti Deddy yang menjelaskan hal ini. Sementara jika sebagai Letnan Kolonel (Letkol) Tituler, penghasilan sebulannya berkisar Rp13 juta, karena tituler dengan militer aktif gajinya agak berbeda. Untuk Letkol non tituler sekitar Rp15 juta.

“Apakah sanggup Deddy menerima gaji Letkol Tituler yang seperti bumi dengan langit dibandingkannya sebagai pesohor, ” tanya Ginting.

Ia menceritakan saat meliput di lingkungan TNI, ketika Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Wismoyo Arismunandar pada sekitar 1993-1995 memerintahkan Asisten Pengamanan (Aspam) KSAD (kini disebut Asisten Intelijen KSAD) untuk memeriksa sejumlah perwira menengah yang diduga memiliki bisnis.  

“Ada sejumlah kolonel yang memiliki bisnis penginapan kelas melati juga kontrakan rumah. Kolonel-kolonel itu beralasan gaji militer tidak cukup, sementara anak-anaknya sedang melanjutkan perguruan tinggi. Ada juga yang kaya, karena mertuanya sultan di suatu daerah,” ungkap Selamat Ginting.

Namun, lanjut Ginting, pimpinan TNI Angkatan Darat, tidak menerima alasan-alasan tersebut. Mereka diminta memilih tetap menjadi anggota aktif Angkatan Darat atau menjadi pebisnis yang memiliki penghasilan di luar dinas militer.

“Mereka akhirnya dengan berat hati meninggalkan dunia militer dengan konsekuensi pensiun dini. Padahal para kolonel itu lulusan Akademi Militer dan sudah lulus sekolah Seskogab (kini disebut Sesko TNI) serta tinggal selangkah lagi menjadi perwira tinggi,” ungkap Ginting, menceritakan. 

Maka, lanjut Ginting, jika Letkol (Tituler) Deddy Corbuzier tetap menjalankan bisnisnya sebagai pesohor, masyarakat bisa mengadukannya ke polisi militer untuk diproses hukum menggunakan hukum pidana militer dan disiplin militer. Informasi seperti ini harus diketahui Deddy sebagai bagian dari dinas militer.

“Karena Deddy bagian dari Angkatan Darat, maka Asisten Intelijen KSAD bisa segera memanggil Deddy untuk meminta kepastian akan terus menjadi militer tituler atau sebagai pebisnis. Harus pilih salah satunya. Semoga Deddy bisa memilih secara bijaksana kondisi ini,” ungkapnya.

Jalan lainnya, menurut Ginting, Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes Angkatan Darat, bisa menyelesaikan atau menyudahi posisi Deddy sebagai tituler, sebab militer tituler itu ada batas waktunya. 

“Deddy pilih mengundurkan diri dengan hormat atau pilih diberhentikan dengan hormat? Semua pihak mesti bijak dalam kasus ini, jangan sampai menjadi preseden tidak bagus bagi institusi militer maupun bagi Deddy yang kemungkinan tidak paham tentang aturan militer yang sangat ketat,” ujar Ginting.

Selamat Ginting memberikan contoh bagaimana Letkol CAJ (Tituler) Ahmad Idris Sardi menjalankan tugas di Pusdik Ajudan Jenderal Angkatan Darat selama lebih dari tiga tahun menjadi guru militer bagian musik.

“Idris Sardi menerima tanda jasa negara berupa Satyalancana Dwidya Sistha dari Presiden RI, dalam jabatannya sebagai guru atau instruktur militer di Pusdikajenad sekurangnya tiga tahun. Jadi tidak sembarangan menerima pangkat maupun tanda jasa negara,” kata Ginting, Ketua Bidang Politik Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.

/sgo

Nomor Urut Partai Bagian dari Pertarungan Simbol Politik

 

Photo: republika.co.id

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting mengungkapkan ajang penentuan nomor urut partai politik (parpol) menghadapi pemilu 2024 menjadi tanda dimulainya pertarungan simbol politik.

“Penggunaan simbol politik merupakan strategi komunikasi politik menghadapi pertarungan politik untuk menarik minat calon pemilih partai politik,” kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Ia menanggapi pertanyaan wartawan terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan nomor urut 17 parpol peserta Pemilu 2024. Sebanyak delapan parpol parlemen memilih menggunakan nomor urut lama pada Pemilu 2019 lalu. Sedangkan sembilan parpol mendapatkan nomor urut baru lewat pengundian nomor urut parpol peserta pemilu yang digelar KPU, Rabu (14/12/2022). 

Menurut Selamat Ginting, pertarungan simbol politik, baik melalui nomor urut, tagline dan tanda gambar menjadi senjata politik sekaligus sebagai pembeda antara satu parpol dengan parpol lainnya. Parpol akan membangun deferensiasi politik dengan kelompok calon pemilih melalui komunikasi politik.

“Nomor urut, tanda gambar, tagline untuk memudahkan komunikasi politik dan mengidentifikasi bagian dari pendukung parpol,” ujar Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Selain itu, lanjutnya, pertarungan simbol politik merupakan bagian dari membangun citra politik untuk menanamkan ideologi parpol, sehingga dapat menampilkan stigma politik yang positif. Selanjutnya akan terjadi pertarungan komunikasi verbal melalui bahasa tubuh aktor politik, seperti tanda jari, yel-yel, maupun sikap tubuh menandakan identitas politik calon pemilih.  

Dikemukakan, model pertarungan komunikasi politik yang dilakukan komunikator politik untuk mencapai tujuan politiknya akan dilakukan dengan retorika politik untuk mempengaruhi publik calon pemilih. Termasuk dengan cara agitasi politik melalui gerakan politik, baik lisan maupun tulisan untuk membangkitkan emosi publik calon pemilih.

“Kita akan lihat dalam waktu dekat akan muncul para agitator politik yang menggerakkan para calon pemilih untuk mendukung parpolnya. Jadi situasi politik sudah mulai memanas setelah KPU menetapkan nomor urut parpol peserta pemilu 2024,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan liputan politik.

Selain para agitator politik, kata dia, akan muncul pula para propagandis politik yang melakukan propaganda. Mereka melakukan sugesti kepada publik untuk menerima pandangan atau nilai-nilai politik yang dikampanyekan parpol. Para propagandis akan mengklaim parpolnya yang terbaik dibandingkan parpol lainnya.

/sgo

11 December 2022

Tokoh-tokoh Hebat Penerima Pangkat Tituler, Bukan Tokoh kaleng-Kaleng

Photo: Idris Sardi - Liputan6.com


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, para tokoh hebat negeri ini pernah menerima pangkat tituler sesuai jasa-jasa, kontribusi, dan kapasitas serta keilmuannya yang mumpuni.

Sebagai wartawan, Selamat Ginting pernah meliput pemberian pangkat tituler kepada maestro musik Ahmad Idris Sardi di Kodiklat Angkatan Darat di Bandung, tahun 1996. Sebagai Komandan Kodiklatad saat itu Mayor Jenderal Luhut Binsar Panjaitan.  

“Idris Sardi adalah salah satu begawan musik Indonesia. Violis itu juga menyandang predikat mestro musik. Sehingga sangat wajar diberikan pangkat Letnan Kolonel (letkol) Corps Ajudan Jenderal Angkatan Darat dan memimpin satuan musik militer Angkatan Darat,” ujar Selamat Ginting menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Ahad (11/12/2022).

Pemberian pangkat Letkol Tituler Angkatan Darat terhadap Deddy Corbuzier menuai kritik tajam. Hal ini karena Deddy dianggap tidak punya kontribusi khusus untuk TNI. Berbeda dengan sejumlah tokoh lain yang juga menerima pangkat tituler dari TNI. Mereka memiliki kapasitas dan jasa bagi TNI. Salah satunya adalah violis Idris Sardi.  

Selamat Ginting menceritakan, sebagai wartawan yang lama meliput di lingkungan militer, ia mengetahui awal mula rencana pemberian pangkat Letkol CAJ (Tutuler) Ahmad Idris Sardi. Berawal saat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Wismoyo Arismunandar pada sekitar tahun 1994 mengundang Idris Sardi ke Mabesad. 

"Ketika itu Jenderal Wismoyo menanyakan kepada Idris Sardi, bagaimana musik Angkatan Darat? Dijawab Idris Sardi, ini parah sekali di telinga saya, tak masuk dalam irama musik yang enak didengar. Kemudian terpikirlah oleh Wismoyo untuk meminta Idris Sardi melatih musik Angkatan Darat," ujar Selamat Ginting. 

Namun pemberian pangkat tituler terhadap Idris Sardi, kata dia, baru terlaksana di era KSAD Jenderal R Hartono, tahun 1996. Menurut Selamat Ginting, kapasitas Idris Sardi memang luar biasa, karena berhasil memimpin satuan musik AD dengan baik. Awalnya Idris kesulitan untuk memerintah personel militer, karena posisinya sebagai sipil. Akhirnya diputuskan untuk memberikan pangkat tituler, sehingga dia berhak dihormati sebagai personel militer.

"Dan hasil karyanya luar biasa. Dia membuat sejumlah mars satuan termasuk aransemen mars Kopassus. Jadi kalau kita lihat sekarang satuan musik militer AD tampil di sejumlah perhelatan internasional, itulah buah karya Idris Sardi," ujar Ginting.

Berbeda dengan pemberian pangkat Letkol Tituler ke Deddy Corbuzier, Selamat Ginting mengaku terkejut. Apalagi ketika dia melihat pangkat melati dua yang dikenakan Deddy tapi tidak ada tanda corps. Dia melihat tanda pangkat yang digunakan Deddy Corbuzier polos seperti pangkat jenderal. Berbeda dengan Idris Sardi yang tanda pangkatnya dilengkapi tanda Korps Ajudan Jenderal. 

Ketika Idris Sardi sudah resmi menyandang pangkat Letkol CAJ Tituler, langsung disarankan oleh Mayjen Luhut Binsar Panjaitan agar gaya hidupnya menyesuaikan dengan gaya hidup militer. Luhut saat itu meminta Idris Sardi untuk rajin berolahraga agar bentuk tubuhnya bagus. Seperti diketahui Idris Sardi memang tampilannya ramping.



Para tokoh bangsa

Menurut Selamat Ginting, ada sejumlah tokoh yang pernah menerima pangkat titular, salah satunya Menteri Pertahanan tahun 1948-1950, yakni Letnan Jenderal TNI (Tituler) Sri Sultan Hamengkubuwono IX.  Saat itu negara dalam keadaan bahaya perang setelah agresi militer Belanda. Pemberian pangkat titulernya pada awal tahun 1950 dan kapasitas Sri Sultan HB IX apalagi jasanya terhadap bangsa dan negara tidak diragukan.

Termasuk juga kepada Jenderal Mayor TNI (Tituler) Daud Bereuh sebagai Panglima Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. “Saat itu belum ada pangkat Brigjen. Jadi dari Kolonel di atasnya adalah Jenderal Mayor. Daud Bereuh diberikan penghargaan pangkat titular, karena memimpin perang melawan Belanda, sehingga tidak diragukan darma baktinya,” ujar Ginting.

Selanjutnya, kata dia, pada masa kondisi perang ganyang Malaysia (Dwikora) tahun 1964. Presiden Sukarno dalam posisi memimpin Komando Operasi Tinggi (KOTI) memberikan pangkat perwira tinggi tituler untuk tiga wakil perdana Menteri (waperdam). Mereka adalah Jenderal TNI (Tituler) Chaerul Saleh, Marsekal TNI (Tituler) Subandrio, Laksamana TNI (Tituler) J Leimena. Pemberian pangkat tituler itu dilakukan pada perayaan 17 Agustus 1964. Selanjutnya pada Desember 1964, Presiden Sukarno juga memberikan pangkat Jenderal TNI (Tituler) untuk Menteri Penerangan Roeslan Abdulgani.

“Saya pernah ke rumah Roeslan Abdulgani dan mewawancarainya. Di rumahnya terpampang foto Roeslan menggunakan seragam jenderal bintang empat. Mereka-mereka yang menerima pangkat tituler itu punya tugas khusus dalam kondisi Indonesia sedang berperang melawan Malaysia,” ujar Ginting. 

Termasuk pada masa Orde Baru, lanjut Selamat Ginting, Presiden Soeharto pernah memberikan pangkat Brigjen TNI (Tituler) kepada Nugroho Notosusanto. Nugroho adalah ahli sejarah, seorang profesor sejarah. Dia juga mantan tentara pelajar yang selama empat tahun pernah berjuang melawan penjajah.

“Negara membutuhkan Nugroho, karena saat itu front komunis menulis sejarah mereka tidak terlibat dalam peristiwa Madiun 1948.  Presiden Soeharto meminta Nugroho menuliskan sejarah dan memberikan jabatan sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI,” ungkap Ginting.

Dikemukakan, begitu juga sejumlah pilot direkrut TNI Angkatan Udara dan diberikan pangkat Letkol Penerbang (Tituler). Mereka memiliki keahlian dan diberi tugas menerbangkan pesawat TNI. Jadi jelas punya ilmu dan keahlian yang dibutuhkan negeri, sehingga diberikan pangkat tituler.

“Mereka bukan kaleng-kaleng, tapi punya kapasitas dan kapabilitas serta jasa untuk bangsa dan negara,” ujar Ginting penuh sindiran.  

Dikemukakan, jika negara mau memberikan pangkat tituler, sebaiknya melihat kapasitas tokohnya serta kontribusinya. Ia memberikan contoh, misalnya Prof Dr Budi Santoso, satu-satunya sipil yang pernah memimpin Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), tapi tidak diberikan pangkat perwira tinggi bintang tiga tituler. Begitu juga tokoh-tokoh sipil yang pernah menjadi Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), seperti Prof Dr Ermaya Suradinata, Prof Dr Muladi, Prof Dr Budi Susilo Supandji, dan Gubernur Lemhannas saat ini Dr Andi Wijayanto. 

“Mengapa tokoh-tokoh itu tidak diberikan pangkat Letjen/Laksdya/Marsdya tituler? Mereka jauh lebih pantas menerima itu daripada seorang youtuber terkenal,” ucap Ginting menyindir.

Belum lagi, kata dia, sejumlah wartawan perang atau yang pernah meliput sejumlah operasi militer. Sama sekali tidak diberikan pangkat tituler, padahal mereka jauh lebih pantas untuk menerimanya. Salah satunya, seperti wartawan perang Hendro Subroto. 

“Mendiang Pak Hendro Subroto itu wartawan senior yang penuh dengan pengalaman operasi perang, seperti terjun payung di Irian Jaya juga di Timor Timur. Punya sejumlah tanda jasa militer. Mana penghargaan negara terhadap Hendro Subroto?” kritik Ginting.

Ia menyindir, jangan-jangan sebentar lagi selebritas Raffi Ahmad atau youtuber Atta Halilintar akan diberi pangkat tituler juga. “Pemerintah mestinya jangan obral pangkat titular kepada sembarang orang hanya karena popularitas,” pungkasnya.

/sgo

Selamat Ginting Kritik Keras Pemberian Pangkat Tituler Untuk Deddy Corbuzier

Photo: Dokumen TNI AD


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting meminta agar pemerintah tidak sembarangan apalagi obral pangkat tituler kepada warga sipil. Harus dipikirkan masak-masak tokoh yang akan diberikan pangkat tituler, karena konsekuensi menjadi militer akan melekat pada diri penyandang pangkat tituler.

“Bukan orang sembarangan yang bisa diberikan pangkat tituler, karena orang itu harus punya jasa luar biasa dan mendapatkan tugas khusus yang melekat pada dirinya. Menjadi pertanyaan publik, apa jasa dan kontribusi Deddy Corbuzier kepada TNI?” kata Selamat Ginting menjawab pertanyaan sejumlah wartawan di Jakarta, Ahad (11/12/2022).

Ia menanggapi berita yang beredar setelah youtuber Deddi Cahyadi Sunjoyo alias Deddy Corbuzier diberikan pangkat perwira menengah Letnan Kolonel (Letkol) Tituler TNI Angkatan Darat oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, baru-baru ini. Hal itu diketahui dari akun Instagram Deddy Corbuzier yang menampilkan dirinya menggunakan pakaian dinas harian Angkatan Darat warna hijau dengan tanda pangkat Letkol, namun tidak ada tanda korpsnya.  Deddy berfoto bersama Menhan Prabowo Subianto dan menerima keputusan menjadi Letkol Tituler.


Kebijakan kontroversial

Selamat Ginting mengkritik kebijakan kontroversial Kementerian Pertahanan dalam pemberian penghargaan pangkat Letkol Tituler kepada youtuber Deddy Corbuzier. Memang pada Oktober 2021 lalu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memberikan penghargaan kepada Deddy sebagai duta komponen cadangan (komcad). Hal itu masih bisa dipahami, karena Komcad berbeda dengan pangkat tituler. Seseorang yang diberi pangkat tituler dalam dirinya melekat aturan militer walau terbatas. 

“Pangkat tertinggi Komcad itu hanya kapten. Mengapa Deddy diberikan pangkat Letkol Tituler? Mestinya cukup diberikan pangkat kehormatan Kapten Komcad saja. Pangkat komcad tidak bisa digunakan sehari-hari di tengah publik. Hanya bisa dipakai jika negara memanggil yang bersangkutan dalam mobilisasi umum untuk keadaan perang,” ujar Ginting yang selama tiga puluh tahun menjadi wartawan. Ia adalah wartawan spesialis politik pertahanan keamanan negara.

Untuk menjadi Letkol, lanjut Ginting, sesuai aturan saat ini memerlukan waktu sekitar 20 tahun bagi lulusan akademi TNI (Akmil, AAL, AAU) dan sekolah perwira prajurit karier (Sepa PK) TNI. Rinciannya dari Letnan Dua (Letda) menjadi Letnan Satu (Lettu) memerlukan waktu lima tahun. Kemudian dari Lettu ke Kapten juga memerlukan waktu lima tahun. Jika tidak melanjutkan pendidikan lanjutan perwira (Diklapa), maka pangkatnya akan terhenti di Kapten. Jika telah lulus Diklapa, maka bisa menyandang pangkat mayor. Selanjutnya jika mayor tidak melanjutkan ke Seskoad/Seskoal/Seskoau, maka sulit untuk bisa menyandang pangkat Letkol. Diab isa berakhir hingga pension dengan pangkat Mayor.

“Jadi pangkat Letkol itu dihormati di TNI. Itu pangkat kedua tertinggi di korps, satu tingkat di bawah kolonel. Letkol junior itu setara dengan komandan batalyon yang memiliki pasukan sebanyak 700 hingga 1.000 orang. Tidak sembarangan bisa menjadi Letkol. Bahkan banyak lulusan Akmil atau Sepa PK TNI pensiun di pangkat Letkol. Apakah pantas Deddy diberikan pangkat Letkol Tituler?,” ungkap Ginting.     


Aturan Militer

Dia mengungkapkan, sebagai akademisi pernah diundang oleh Kementerian Pertahanan untuk membahas tentang Komcad, dua tahun lalu. Untuk lulusan SMA sederajat, jika mengikuti pelatihan Komcad akan diberikan pangkat Sersan Dua (Serda) Komcad. Untuk lulusan D4 atau S1 akan diberikan pangkat Letnan Dua (Letda) Komcad. Lulusan S2 diberikan pangkat Letnan Satu (Lettu) Komcad, dan lulusan S3 (doctor) diberikan pangkat Kapten Komcad.

“Jadi pangkat tertinggi Komcad itu Kapten. Dia harus memiliki pendidikan doktor. Dengan catatan bukan doktor honoris causa (penghargaan). Jadi tidak sembarangan untuk meraih pangkat Kapten Komcad. Deddy Corbuzier bagaimana pendidikannya? Mengapa dia diberikan pangkat Letkol Tituler?” papar Ginting mengkritik kebijakan pemerintah.

Menurut Selamat Ginting, saat menerima penghargaan pangkat tituler, tampilan Deddy tidak selayaknya profil militer. Ia masih tampil dengan jenggot atau brewok di wajahnya. Padahal TNI melarang anggotanya berjenggot atau berewok, kecuali sedang melaksanakan tugas intelijen atau operasi militer di hutan yang tidak memungkinkan untuk mencukur berewok. 

“Jangan-jangan Deddy tidak paham bahwa militer Indonesia melarang berjenggot atau berewok. Untuk selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari sebagai penyandang pangkat tituler, akan berlaku aturan militer untuk Deddy. Apakah Deddy sanggup mencukup jenggot atau berewoknya? Itu baru hal kecil,” ujar Ginting.

Belum lagi, lanjutnya, Deddy juga mengenakan pakaian dinas harian dengan lengan bajunya yang terlalu kecil dan ketat. Sepertinya Deddy masih ingin menonjolkan otot lengannya, padahal itu tidak sesuai dengan cara berpakaian militer. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tangannya juga berotot, namun tetap menggunakan pakaian sesuai aturan dengan menutupi otot di balik lengan baju dinasnya.


Dilarang Bermedsos

Dengan menyandang pangkat Letkol Tituler, kata Ginting, maka berlaku Kitab Undang Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM) terhadap youtuber Deddy Corbuzier. Hukuman militer itu jauh lebih berat daripada hukum umum atau sipil. Tidak perlu alat bukti, cukup dengan keyakinan atasan yang berhak menghukum (ankum) bisa diproses dalam peradilan militer.

Menurut Selamat Ginting, TNI sangat ketat mengatur aktivitas personelnya dalam media sosial (medsos). Dilarang keras bagi prajurit serta istrinya aktif dalam bermedsos. Dalam beberapa kasus, misalnya, seorang Komandan Kodim di ibukota provinsi yang berpangkat kolonel, harus dicopot dari jabatannya dan masuk sel. Padahal Komandan Kodim itu tidak bermain medsos, yang komentar di medsos adalah istrinya.

“Nah, Deddy ini aktif di medsos, bahkan beberapa kali isinya kontroversial, seperti menampilkan tokoh LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), menanyakan keperawanan atau membahas orang yang baru saja meninggal dunia. Semacam medsos yang berghibah. Sebagai penyandang pangkat militer tituler, apakah Deddy siap untuk menghentikan aktivitasnya di medsos? Atau berhenti untuk pecicilan dimedsos? Tentu tidak mudah bagi Deddy,” ungkap Ginting.

Ia berharap Deddy segera dengan cepat menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan aturan militer yang sangat ketat. Sebab masyarakat bisa melaporkan Deddy kepada polisi militer jika tindakannya tidak sesuai dengan aturan baku militer. Misalnya ikut berkampanye mendukung calon presiden, calon gubernur, bupati atau walikota. Termasuk mendukung salah satu partai politik. 

“Sebagai militer tituler berlaku aturan militer, dilarang berpolitik praktis. Politik militer adalah politik negara. Deddy juga tidak boleh masuk dalam tim kampanye Prabowo sebagai bakal calon presiden, misalnya. Jika melanggar dia bisa dilaporkan kepada polisi militer,” ujar Ginting.

Menurut Ginting, Deddy juga otomatis akan kehilangan haknya dalam pemilihan umum (pemilu). Tidak bisa ikut pemilu, karena undang-undang melarang TNI dan Polri menggunakan haknya dalam pemilu

/sgo

09 December 2022

Tindakan Asusila Mayor BF dan Letda (Kowad) GER Ancamannya Pemecatan

Photo: Republika


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting mengungkapkan dugaan tindakan asusila yang dilakukan Mayor BF dan Letda (Korps Wanita Angkatan Darat/Kowad) GER masuk dalam kategori tujuh pelanggaran berat dalam TNI, karena itu tidak bisa diberikan toleransi.

“Kedua perwira tersebut terancam hukuman tambahan yakni pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan dari dinas militer. Tidak ada toleransi untuk tujuh pelanggaran berat dalam TNI,” kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Jumat (9/12/2022).

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan fakta mengejutkan, Letda Kowad GER bukan diperkosa Mayor BF, melainkan suka sama suka. Panglima TNI marah dan menyebut keduanya akan menjadi tersangka dan bakal diberi hukuman tambahan dipecat dari dinas militer.

Menurut Andika, dari hasil pemeriksaan kedua belah pihak saling suka sama suka dan sudah sering melakukan hubungan intim. “Dari pemeriksaan ternyata tidak seperti laporan awal. Laporan awal dugaan pemerkosaan. Dari pemeriksaan mengindikasikan tidak dilakukan dengan paksaan, tetapi suka sama suka,” ujar Andika di Solo, Kamis (8/12/2022).


Komitmen TNI

Lebih lanjut Selamat Ginting mengungkapkan, keputusan pemecatan harus diambil dalam peradilan militer sebagai konsekuensi dari perbuatan asusila yang telah dilakukan kedua perwira. Penerapan unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 281 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana asusila berdasarkan pertimbangan hukum militer. 

“Sudah merupakan komitmen TNI, kasus asusila merupakan kasus berat yang terdapat dalam tujuh pelanggaran berat dan tidak bisa ditoleransi lagi,” ujarnya.

Menurutnya, terdapat tujuh pelanggaran berat bagi TNI. Pertama; penyalahgunaan senjata api serta munisi dan bahan peledak. Kedua; penyalahgunaan narkoba, baik sebagai pengedar maupun pengguna. Ketiga; desersi atau meninggalkan kesatuan selama lebih dari 30 hari berturut-turut dan insubordinasi atau melawan atasan. Keempat; perkelahian baik perorangan maupun kelompok dengan rakyat, antaranggota TNI dan Polri. Kelima; pelanggaran susila terutama dengan keluarga TNI. Keenam; penipuan, perampokan dan pencurian. Ketujuh; perjudian, backing, illegal logging dan illegal mining. 

“Sanksi tujuh pelanggaran berat itu tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Perbuatan asusila masuk kategori pidana seringan apapun sifatnya,” ungkap Ginting.

Dijelaskan, kuat dugaan kedua perwira itu memenuhi unsur pidana dengan hukuman tambahan pemecatan dari dinas militer. Kedua perwira yang melakukan tindakan asusila itu, setelah keputusan peradilan militer akan menghadapi upacara pemecatan sebagai pelajaran bagi prajurit TNI lainnya agar tidak bertindak di luar ketentuan dan kepatutan yang telah ditetapkan.

“Sangat disayangkan, karena keduanya merupakan lulusan Akademi Militer. Sebagai perwira TNI sepatutnya menjadi contoh dalam mengayomi masyarakat dengan sikap disiplin dalam melakukan aktivitas sehari-hari, baik dalam bersikap aturan disiplin maupun dalam bersikap disiplin dan norma-norma,” pungkas Ginting.

/sgo

07 December 2022

Pemerintah Mesti Evaluasi Program Deradikalisasi Terorisme

 

Photo: sumsel.tribunnews.com


Analis Komunikasi Politik dan Pertahanan Keamanan dari Universitas Nasional (UNAS) Selamat Ginting mengungkapkan, pemerintah harus melakukan evaluasi kembali program deradikalisasi atas narapidana terorisme.

“Dalam beberapa kasus bom bunuh diri yang terjadi di Tanah Air justru  dilakukan oleh narapidana terorisme yang telah menjalani deradikalisasi di lembaga pemasyarakatan,” kata Selamat Ginting menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, hari ini, itu bernama Agus Sujatno alias Agus Muslim.

Agus merupakan mantan narapidana kasus bom Cicendo, Kota Bandung, dan telah dihukum penjara selama empat tahun di Nusakambangan. Kemudian, ia bebas pada September 2021.

Menurut Selamat Ginting, deradikalisasi merupakan program yang bertujuan menetralkan pemikiran-pemikiran bagi mereka yang sudah terpapar dengan radikalisme. 

Sasarannya para teroris yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan maupun di luar lembaga pemasyarakatan.

"Lalu apa saja program yang dilakukan (selama ini)? Mengapa jika belum bisa menghilangkan pemikiran radikalisme, mereka harus dibebaskan? Bagaimana pengawasannya jika mereka sudah dibebaskan?” Ginting mempertanyakan.

Menurutnya, jika tujuan deradikalisasi untuk membersihkan pemikiran-pemikiran radikalisme yang ada pada para teroris itu, harus sudah bisa dipastikan terlebih dahulu mereka sudah bisa kembali menjadi masyarakat biasa.

“Jika ada potensi pikirannya kembali ke ranah radikalisme, polisi harus  mengawasi secara ketat. Kalau perlu tangkap kembali,” ujarnya. 

Polisi dianggap sebagai penghalang gerakan radikalisme, karena itu polisi menjadi salah satu sasaran pelaku terorisme.

Seperti perang gerilya, mereka melihat jika polisi lengah, maka mereka akan beraksi. Tetapi jika polisi waspada, mereka menahan diri.

/sgo

Lelang Kepulauan Widi, TNI Harus Berani Tolak Pemerintah Seperti Panglima Sudirman

Photo: republika.co.id

TNI harus berani menentang keputusan kontroversial pemerintah terkait kedaulatan negara dalam kasus lelang Kepulauan Widi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Panglima Besar Jenderal Sudirman pernah menentang keputusan pemerintah terkait kedaulatan negara dan keputusan berani itu harus ditiru oleh pimpinan TNI era saat ini. 

“Panglima Besar Jenderal Sudirman pernah menentang keputusan pemerintah yang memilih menyerah kepada Belanda daripada ikut dalam perang gerilya. Panglima Sudirman juga menolak mengakui hasil perundingan Roem-Royen yang mengharuskan Tentara Republik Indonesia menghentikan aktivitas gerilya,” ungkap analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting kepada wartawan di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Selamat Ginting mengungkapkan hal itu terkait aktivitas yang dilakukan Komando Distrik Militer (Kodim) 1509/Labuha, Korem 152/Baabullah, Kodam XVI/Pattimura. Mereka mengerahkan prajurit mengibarkan bendera Merah Putih di Kepulauan Widi. Kepulauan ini termasuk wilayah administratif Kecamatan Gane Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Aksi ini untuk menegaskan Kepulauan Widi bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Komandan Kodim 1509/Labuha, Letnan Kolonel (Kavaleri) Romy Parnigotan Sitompul mengatakan aksi pengibaran bendera itu untuk menegaskan Kepulauan Widi tidak diperjualbelikan. "Seperti kita ketahui salah satu situs asing menempatkan Kepulauan Widi yang akan dijual," kata Romy seperti dilansir Antara, Selasa (6/11/2022).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,  Sandiaga Uno membantah Kepulauan Widi, Maluku Utara, dijual di situs Sotheby's Concierge Auctions. Ia mengatakan Kepulauan Widi saat ini tengah dalam pengembangan oleh pihak ketiga, yakni PT Leadership Islands Indonesia (LII) dengan mencari investor. 

Kepulauan Widi tercantum dalam situs Sotheby's Concierge Auctions sebagai daftar barang lelang. Pelelangan itu akan berlangsung mulai 8 Desember 2022. Pada situs tersebut, PT LII menawarkan pengelolaan pulau tersebut. Mereka mengaku sebagai pihak yang berhak atas pengelolaan tempat tersebut. Padahal Kepulauan Widi berada di wilayah konservasi terumbu karang, bakau dan ikan sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 102/KEPMEN-KP/2020.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian juga menyebut lelang Kepulauan Widi bermaksud untuk mencari investor. Menurutnya, PT LII sedang kekurangan modal dalam mengembangkan Kepulauan Widi. Oleh karena itu, perusahaan menawarkan kerja sama investasi lewat pelelangan. 

"PT LLI kemudian mencari pemodal, mencari pemodal asing. Makanya dia naikkan ke lelang itu. Tujuannya bukan lelang buat dijual, tujuannya untuk menarik investor asing. Nah, itu boleh-boleh saja," tutur Tito saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (5/12).

Selamat Ginting mendukung tindakan yang dilakukan TNI Angkatan Darat untuk menjaga kedaulatan NKRI di Kepulauan Widi. Ia meminta TNI tidak ragu-ragu jika persoalan menyangkut kedaulatan NKRI. Korps Marinil TNI AL harus memberikan dukungan personel untuk menjaga pulau-pulau terluar RI.

Ia memberikan contoh Jenderal Sudirman berani berbeda pendapat dengan Presiden Sukarno ketika menghadapi agresi militer Belanda pada 18 Desember 1948. Saat itu Jenderal Sudirman meminta Presiden Sukarno menghentikan perjuangan melalui jalur diplomasi saat negara dalam keadaan genting. 

“Panglima Sudirman meminta Presiden Sukarno ikut bergerilya. Tapi Sukarno memilih tetap tinggal di dalam Kota Yogyakarta dan menolak ikut bergerilya. Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta memilih jalur diplomasi untuk berunding dengan Belanda untuk mendapatkan dukungan internasional,” ungkap Ginting.

Di sisi lain, lanjut Ginting, Jenderal Sudirman berpendapat Belanda selalu ingkar janji dalam perundingan, sehingga TNI lebih memilih melakukan perang gerilya daripada menyerah kepada penjajah. Dugaan Jenderal Sudirman ternyata benar, setelah Sukarno dan Muhammad Hatta ditangkap oleh pasukan Belanda. Seandainya Jenderal Sudirman mengikuti pendapat Presiden Sukarno, maka negara Indonesia tidak ada lagi di peta dunia.

“Panglima Sudirman juga menolak mengakui hasil perundingan Roem-Roijen yang ditandatangani pada 7 Mei 1949 oleh delegasi Republik Indonesia dan negara Belanda. Dalam Perjanjian Roem Royen disebutkan Tentara Republik Indonesia harus menghentikan aktivitas gerilya. Jadi TNI itu tidak kenal menyerah seperti pesan dalam Sapta Marga, bukan seperti politikus yang sudah berulangkali dibohongi, tapi masih mau berunding juga,” pungkas Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik pertahanan keamanan negara.

/sgo

06 December 2022

Hukum Militer Lebih Berat dari Sipil, Mayor BF Harus Dihukum Maksimal dan Dipecat

 

Photo: id.berita.yahoo.com


Kasus dugaan perkosaan yang dilakukan Mayor BF terhadap personel Kowad  (Korps Wanita Angkatan Darat) harus mendapatkan hukuman maksimal ditambah hukuman pemecatan dari dinas militer. Hal ini karena ada perbedaan antara sanksi pidana umum yang dilakukan sipil dengan sanksi pidana yang melibatkan anggota militer.

"Seorang anggota militer, apalagi seorang perwira yang melakukan tindak pidana, wajib mendapatkan hukuman yang lebih berat dari masyarakat sipil," ujar analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (7/12/2022).

Menurut Selamat Ginting, dalam kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan personel Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) terhadap perwira pertama Kowad dalam tugas pengamanan Presidensi G-20 di Bali, bukan saja memalukan bagi TNI, tetapi juga mempermalukan citra Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan internasional. 

Apalagi, lanjut Ginting, pelaku merupakan anggota Paspamres yang memiliki kedudukan tinggi, sebagai wakil komandan detasemen Grup C. Pelaku wajib mendapatkan sanksi yang lebih berat. Faktor pemberat bagi pelaku tindak pidana dari anggota militer, karena menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, serta Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM).

"Harus sangat berat hukumannya, sebab di samping tunduk kepada aturan-aturan hukum yang bersifat umum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan juga tunduk kepada aturan-aturan yang bersifat khusus yang hanya berlaku bagi prajurit TNI, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (KUHDM). Sikap disiplin merupakan tonggak dasar bagi prajurit TNI dalam melaksanakan tugasnya," jelas Ginting.

Dikemukakan, apabila oditur (jaksa) militer menuntut hukuman tidak maksimal terhadap pelaku, maka oditur militernya wajib diperiksa. Begitu juga jika hakim militer memberikan hukuman tidak maksimal, maka hakimnya layak untuk diperiksa pula.

Selamat Ginting mengungkapkan, ada delapan wajib TNI, di antaranya poin ketiga dan keempat, yakni menjunjung tinggi kehormatan perempuan (wanita), dan menjaga kehormatan diri di muka umum. Apa yang dilakukan Mayor BF jelas melanggar delapan wajib TNI. Selain tidak menghormati perempuan, juga tidak bisa menjaga kehormatan sebagai perwira.

“Terhadap sesama anggota TNI yang juga juniornya saja dia tega berbuat seperti itu. Tentu dia tidak bisa menjadi contoh teladan seperti dalam 11 asas kepemimpinan TNI. Hukum maksimal dan pemecatan, itulah ganjarannya,” ujarnya.   

Panglima Tegas

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menegaskan telah memerintahkan agar pelaku pemerkosaan ditindak tegas. Andika meminta anggota Paspampres itu dipecat. "Satu itu tindak pidana, ada pasal yang pasti kita kenakan, KUHP ada. Kedua, adalah dilakukan sesama keluarga besar TNI, bagi saya keluarga besar TNI, Polri, sama saja. Maka hukuman tambahannya adalah pecat. Itu harus," kata Andika di Kolinlamil, Jakarta Utara, Kamis (1/12/2022).

Langkah hukuman tegas dijatuhkan TNI kepada Mayor BF yang dijerat pasal 285 KUHP. Dia dipastikan juga akan dipecat. "Sudah pasti semua pasal yang berkaitan dengan pemerkosaan akan diterapkan," tegas Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Kisdiyanto, Sabtu (3/12/2022).

Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) menetapkan Mayor BF sebagai tersangka pemerkosaan. "Proses hukum sudah dijalankan. Sudah tersangka," kata Komandan Puspomad Letjen Chandra W Sukotjo, Jumat (2/12/2022).


/sgo



Jenderal Dudung dan Marsekal Fadjar Tunjukkan Sikap Loyal dan Ikhlas

Photo: majalahoutsiders.com

Oleh: Selamat Ginting

Analis Komunikasi Politik dan Militer dari Universitas Nasional (Unas).

Senin, 5 Desember 2022.


Kehadiran Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo mendampingi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dalam uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di DPR, menunjukkan sikap loyal dan ikhlas, sesuai asas kepemimpinan militer.

Kedua jenderal bintang empat itu mencerminkan 11 asas kepemimpinan TNI, terutama asas satya atau loyal dan legawa atau ikhlas. Dalam asas kedelapan ada yang disebut satya artinya sikap loyal yang timbal balik, dari atasan terhadap bawahan dan dari bawahan terhadap atasan dan ke samping. 

Dudung dan Fadjar menunjukkan sikap akan setia terhadap Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang merupakan pilihan Presiden Jokowi, karena hak prerogratif Presiden sesuai konstitusi.

Kemudian pada asas ke-11 disebut legawa artinya kemauan, kerelaan dan keikhlasan untuk menyerahkan tanggung jawab dan kedudukan kepada generasi berikutnya. Mereka legawa menerima keputusan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI dalam memutuskan calon Panglima TNI. Hal ini penting untuk menjaga soliditas di lingkungan TNI. Termasuk kehadiran Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai bentuk siap menjalin Kerjasama dengan unsur pimpinan TNI yang baru.

Jadi 11 asas kepemimpinan TNI imemag harus diimplementasikan dan diaplikasikan dalam tindakan nyata, agar mereka bisa menjadi contoh teladan bagi para prajurit TNI lainnya.  Apalagi para Kepala Staf Angkatan bertugas membina personel di matranya masing-masing.

/sgo

04 December 2022

Laksamana Yudo Harus Prioritaskan Penegakan Kedaulatan NKRI

Konferensi Meja Bundar, Denhaag - Belanda
Photo: republika.co.id


Oleh: Selamat Ginting

Analis Komunikasi Politik dan Militer dari Universitas Nasional - UNAS.

Ahad/Minggu 4/12/2022.


Laksamana Yudo Margono harus bisa cepat mengambil keputusan dalam memimpin TNI. Terutama harus dapat memilih dengan tepat mana yang mesti didahulukan, sesuai dengan asas kepemimpinan TNI. Termasuk dapat membatasi penggunaan dan pengeluaran dana sesuai prioritas yang diperlukan TNI.

Kalau dalam 11 asas kepemimpinan TNI, Laksamana Yudo harus memprioritaskan Ambeg Parama Arta, yakni memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan. Juga Gemi Nastiti, yakni kesadaran dan kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatu kepada yang benar-benar diperlukan.

Diharapkan Laksamana Yudo fokus pada tiga tugas pokok TNI, yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Selanjutnya, barulah Yudo menjalankan tugas sebagai Panglima TNI yang secara normatif, kurang dari satu tahun. Dengan catatan apabila tidak ada perpanjangan masa dinas aktif militer.

Setidaknya, yang utama selain memimpin TNI, Panglima TNI juga mesti  melaksanakan kebijakan pertahanan keamanan negara, menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer, serta mengembangkan doktrin TNI.

Di situ Panglima TNI jangan bersinggungan dengan Kepala Staf Angkatan. Dia harus fokus dengan tugas menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer dan memelihara kesiagaan operasional. Jangan masuk wilayah pembinaan dan penyiapan matra, itu tugas Kastaf Angkatan.

/sgo

01 December 2022

Laksamana Yudo Harus Mampu Wujudkan Poros Maritim Dunia

Photo: KRI Ahmad Yani - solopos.com

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, tampilnya Laksamana Yudo Margono sebagai calon Panglima TNI, sekaligus menjadi pembuktian bagi matra laut. TNI AL harus bisa mewujudkan tantangan Poros Maritim Dunia, sebab dalam pilar visi Poros Maritim Dunia, TNI AL merupakan kekuatan utama untuk membangun pertahanan maritim. 

“Yudo harus bisa membuktikan bagaimana peran TNI AL secara konvensional dapat mendukung visi Poros Maritim Dunia melalui peran militer, polisionil dan diplomasi,” ungkap Selamat Ginting menjawab pertanyaan wartawan di Kampus Unas Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Selamat Ginting diminta tanggapan mengenai harapannya terhadap kepemimpinan TNI di bawah Laksamana Yudo Margono. Ia mengharapkan TNI AL dapat membuktikan perannya, termasuk dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Apalagi TNI AL merupakan kekuatan utama untuk mewujudkan pilar kelima Poros Maritim Dunia. 

“Karena itulah Yudo harus menguasai masalah geografi Indonesia dan membangun komunikasi yang sangat baik dengan Angkatan Laut negara lain dalam berbagai bentuk kerjasama untuk mewujudkan visi Poros Maritim Dunia,” ujar Ginting yang malang melintang menjadi wartawan spesialis politik pertahanan keamanan negara.

Menurutnya, TNI AL tidak akan bisa bekerja sendiri, tanpa bantuan TNI AD yang menguasai wilayah teritorial daratan Indonesia yang didiami penduduk. Dalam setiap operasi laut, sudah pasti harus mendapatkan dukungan pertahanan udara dari TNI AU. 

“Panglima TNI harus menjalin kerjasama yang baik dengan tiga kepala staf angkatan. Panglima TNI jangan masuk wilayah pembinaan matra yang merupakan hak kepala staf angkatan. Fokus saja pada penggunaan kekuatan TNI,” saran Ginting.

Tradisi Delapan

Laksamana Yudo Margono seakan meneruskan tradisi seniornya, lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL), yang pernah dipercaya menjadi Panglima TNI. Ia merupakan orang ketiga TNI Angkatan Laut (AL) yang diberikan amanat menjadi Panglima TNI. Dua seniornya yang terdahulu adalah Laksamana (Purn) Widodo AS dan Laksamana (Purn) Agus Suhartono.

“Ketiga panglima TNI dari matra laut berasal dari lulusan AAL dengan angka belakang delapan. Widodo AS lulusan AAL tahun 1968, Agus Suhartono lulusan AAL 1978, dan kini Yudo Margono lulusan AAL 1988-A,” kata Selamat Ginting. 

Ia mengharapkan angka delapan bukan hanya terkait dengan tahun lulusan saja, melainkan juga mereka bisa mendapatkan nilai delapan dari kinerjanya sebagai Panglima TNI. Angka delapan jika di bangku sekolah merupakan nilai A atau di atas rata-rata baik. Jadi bukan sekadar bekerja, namun harus memiliki prestasi bagus sebagai pimpinan TNI.

Selamat Ginting mengungkapkan, Widodo AS lulus AAL 1968 dengan program pendidikan empat tahun (1964-1968) dikenal dengan sebutan Angkatan 14 AAL. Sedangkan Agus Suhartono lulus AAL 1978 dengan program pendidikan tiga tahun (1975-1978), disebut Angkatan 24 AAL. Sementara Yudo Margono lulus AAL 1988-A dengan program pendidikan empat tahun (1984-1988), disebut Angkatan 33 AAL. Berbeda dengan Angkatan 34 AAL atau 1988-B dengan program pendidikan tiga tahun (1985-1988). 

Kebetulan pula, ketiganya sama-sama pernah menjadi Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar), kini disebut Koarmada 1. Usai menjadi Pangarmabar, Widodo menduduki posisi Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), kemudian mendapatkan promosi menjadi Wakil KSAL, dan KSAL pada 1998. Ia bergeser lebih dahulu menjadi Wakil Panglima TNI mendampingi Panglima TNI Jenderal Wiranto. Akhirnya Presiden Abdurachman Wahid memberikan amanat kepada Laksamana Widodo AS menjadi Panglima TNI (1999-2002).

Agus Suhartono sebelum menjadi KSAL, pernah menduduki posisi perwira tinggi bintang tiga sebagai Irjen Kementerian Pertahanan. Ia juga tercatat pernah menjadi Komandan Kodikal, Asrena KSAL, Asisten Operasi KSAL, dan Panglima Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Barat. Hampir selama tiga tahun Laksamana Agus menjadi Panglima TNI di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2010-2013).

Hapir 10 tahun, matra laut menunggu giliran kembali menjadi Panglima TNI. Akhirnya Yudo Margono meneruskan jejak karier Widodo AS dan Agus Suhartono. Kini Yudo tercatat pernah lima kali menduduki jabatan panglima. Dimulai menjadi Pangkolinlamil, Pangarmabar, kemudian berganti nama menjadi Pangkoarmada 1, Pangkogabwilhan 1, dan akhirnya menjadi KSAL selama 2,5 tahun. Desember 2022 akan dicatat menjadi puncak kariernya sebagai Panglima TNI.

/sgo

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...