Foto: Dokumen Pribadi |
Artikel ini tayang di Republika Online pada 7 April 2021.
Merupakan kepercayaan ketika diminta diskusi empat mata. Berdua dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa di ruang kerjanya, Mabesad, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Membahas perkembangan politik global. Khususnya multilateral diplomacy (security diplomacy, human right diplomacy, economic diplomacy). Tentu saja utamanya soal security diplomacy. Mulai peace keeping, peace making, regionalism, dan self defence.
Semuanya dalam konteks kepentingan nasional Indonesia. Saya mendorong TNI lebih aktif lagi dalam diplomasi militer. Hal ini untuk mendukung diplomasi luar negeri dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Misalnya, Papua dan Papua Barat adalah kedaulatan sah Indonesia berdasarkan resolusi PBB tahun 1969. Tetapi tidak bisa berpangku tangan begitu saja. Politik global itu dinamis. Lepasnya Sipadan, Ligitan, serta Timor Timur, menjadi pelajaran penting 'lengahnya' politik luar negeri kita.
Lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando AD (Seskoad) 1999/2000 itu menceritakan program penerimaan tentara otonomi khusus bagi orang asli Papua. "Kami rekrut dengan pertimbangan khusus. Saya ambil risiko dan saya siap bertanggung jawab."
Untuk mempertahankan kedaulatan, tidak bisa hanya mengandalkan ujung senapan, ujung meriam, dan belati terhunus. Upaya diplomasi militer harus terus dilakukan. Politik TNI adalah politik negara. Demi negara segala pertimbangan, termasuk dari sisi antropologi dilakukan TNI.
Jenderal bintang empat dengan kualifikasi pasukan komando. Ia terbuka menerima perbedaan pendapat. Beberapa kali tulisan saya 'pedas'. Tetapi Andika tidak marah. Sebaliknya, justru mengajak diskusi. Persis perdebatan di kelas dengan argumentasi dan teori.
Ia memang sekolah di luar negeri. Pernah mengenyam pendidikan militer di National War College dan Norwich University. Juga meraih gelar master di Universitas Harvard. Termasuk gelar doktor dari Universitas George Washington.
Sebelum diskusi empat mata, KSAD Jenderal Andika mengajak berkeliling bangunan utama Mabesad yang sedang direnovasi. Andika memadukan bangunan cagar budaya dengan peralatan dan disain modern.
"Ini bangunan heritage, tidak bisa sembarangan dibongkar. Saya menambah beberapa hiasan antik dan klasik termasuk marmernya agar terlihat cantik," ujar lulusan Akmil 1987 itu.
Ia juga membangun lift modern untuk tamu yang sepuh maupun disabilitas. "Kasihan jika sesepuh TNI ke ruangan KSAD di Mabesad harus melalui tangga."
Gedung utama, antara lain ditempati KSAD, Wakil KSAD, dan para asisten KSAD. Pada 15 Januari 1950, tentara KNIL menyerahkan general headquarter (markas besar) KNIL kepada KSAD Kolonel (Infanteri) AH Nasution. Di situlah awal mula Mabesad.
Penyerahan dilakukan secara resmi oleh Letjen Boerman van Vreiden kepada Kolonel AH Nasution Dihadiri oleh Komisaris Tinggi Belanda serta Panglima Belanda, Laks Vingke.
Acara ini juga dihadiri Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) Jenderal Mayor TB Simatupang, KSAL Kolonel Laut Subiyakto, dan KSAU Kolonel Udara Suryadarma. Dahulu belum ada pangkat Brigadir Jenderal. Di atas Kolonel adalah Jenderal Mayor, Letnan Jenderal, dan Jenderal.
Terima kasih, Jenderal Doktor Andika. Sudah memberikan kesempatan selama 1,5 jam untuk diskusi empat mata demi MERAH PUTIH.
/selamatgintingofficial