Showing posts with label Andika Perkasa. Show all posts
Showing posts with label Andika Perkasa. Show all posts

06 November 2021

Anak Berland, Angka Tujuh untuk Panglima Andika

Pelantikan KSAD. Pengambilan sumpah jabatan KSAD Andika Perkasa
Foto: Republika.co.id/Wihdan

Dalam beberapa hari ini di sejumlah grup WA, beredar foto dan identitas calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa (56 tahun, 10 bulan). Foto serta identitasnya saat masih menjadi taruna dengan pangkat Sermatutar (Sersan Mayor Satu Taruna). Termasuk nama ayahandanya yakni FX Soenarto dengan pekerjaan ABRI. Alamat Jalan Kesatrian 1 Jatinegara, Jakarta Timur. 

Jalan Kesatrian merupakan nama jalan di Kawasan Berland. Berland berasal dari dua kata yakni bear dan land. Bear artinya beruang, dan land artinya tanah. Penjajah Belanda memberi nama pasukan khususnya (tentaranya) di Indonesia dengan nama Bearland. 

Pasukan khusus ini diasramakan di Matraman, Jatinegara. Saat itu nama kompleks untuk pasukan Belanda itu adalah Bearland. Karena masyarakat susah menyebut ejaan Bearland, maka hanya menyebut berland. Hingga  kini masyarakat menyebutnya Berland. 

Begitu Indonesia merdeka, asrama khusus tentara Belanda ini diambil alih oleh TNI. Asrama Belanda ini ditempati pasukan Zeni TNI Angkatan Darat. Sampai saat ini, masih ada rumah-rumah panjang dan besar di Berland. Tentu saja dulunya ditempati TNI.

Simak video "JOKOWI PILIH PANGLIMA TNI NON MUSLIM JUGA?"


Taruna Zeni 

Dari data pada buku Akademi Militer tersebut, jelas bahwa ayahanda Andika Perkasa merupakan anggota TNI. Memang tidak disebutkan identitas lengkap mengenai ayahandanya. Dari penelusuran penulis, ayahanda Andika Perkasa merupakan perwira lulusan Akademi Militer (Akmil) 1957 di Bandung. Dahulu masih disebut Akademi Zeni Angkatan Darat (Akziad) lulusan angkatan kedua. 

Akziad mengisi kekosongan Akmil Yogyakarta yang hanya meluluskan dua angkatan. Kemudian ditutup pada 1950. Angkatan ketiga Akmil Yogyakarta, kemudian dikirim ke Akmil Breda, Belanda dan lulus tahun 1954-1955.

Jadi dalam sejarah militer Indonesia, lulusan Akziad pun dimasukkan ke dalam rumpun lulusan Akmil khusus Korps Zeni. Saat itu tidak banyak taruna yang bisa diterima di Akziad pada 1953. Hanya 35 orang dari seluruh Indonesia yang memenuhi syarat untuk menjadi taruna, termasuk FX Soenarto.  

Salah satu persyaratannya, selain fisiknya standar taruna, juga harus memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi atau dikenal dalam bahasa Inggris: intelligence quotient (IQ). Fisik Korps Infanteri, otak Korps Zeni. 

Karena itu pula pimpinan Angkatan Darat sering menugaskan mereka dalam posisi sebagai prajurit Infanteri, baik saat menghadapi DI/TII di Jawa Barat, PRRI/Permesta di Sumatra Barat dan Sumatra Utara. Terutama saat menjadi taruna dalam praktik pertempuran.

Bahkan dari 35 taruna yang diterima pada 1953 tersebut, hanya 17 orang yang berhasil lulus pada 1957 alias empat tahun pendidikan, termasuk Kolonel (Zeni) FX Soenarto. Sisanya 18 orang bersama dua orang lainnya yang seharusnya lulus tahun 1956, harus mengulang dan menjadi lulusan 1958. 

Sedangkan lulusan 1959, antara lain Jenderal Try Sutrisno, yang berhasil menjadi KSAD, Panglima ABRI, dan puncaknya Wakil Presiden. Sedangkan lulusan 1960, antara lain Letjen Sudibyo, terakhir menjadi Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negaara (Bakin), kini disebut Bada Intelijen Negara (BIN). Lulusan 1961, antara lain Kapten (Anumerta) Pierre A Tendean.  Lulusan 1962, antara lain Letjen Arie Sudewo, mantan Kepala Badan Intelijen ABRI (BIA). 

Jadi, ayahanda dari Andika Perkasa merupakan abang kelas dari Try Sutrisno. Karena itu tidak perlu heran jika Andika Perkasa memanggil mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dengan sebutan Oom, Bahasa Belanda yang artinya saudara atau adik dari ayah. 

Memang sangat berat untuk bisa menjadi taruna Akziad. Misalnya yang diterima pada 1952 hanya 29 taruna. Saat itu disebut kadet SPGIAD (Sekolah Perwira Genie Angkatan Darat (SPGIAD). Dari 29 taruna, hanya 12 yang berhasil lulus pada 1956. Sisanya 15 kadet keluar sebelum tamat. Kemudian dua orang mengundurkan diri sebelum menjalankan pendidikan.

Perwira Hebat dan Angka 7 

Kolonel FX Soenarto ayahanda Andika Perkasa merupakan perwira hebat yang mampu lulus tepat waktu, bersama 16 taruna lainnya. Pendidikan Akziad menghasilkan perwira berkualifikasi insinyur (sarjana teknik) militer, dengan dosen-dosen teknik berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Sehingga lulusan akademi ini kualitas ilmu tekniknya setara dengan lulusan insinyur teknik sipil dari ITB.

Maka, tak usah heran. Darah militer serta teknik sipil mengalir dalam diri Andika Perkasa. Andika Perkasa pun mengikuti jejak ayahnya melanjutkan pendidikan di Akmil Magelang dan lulus tahun 1987. Seperti tertulis di atas, ayahnya lulusan Akmil 1957 dari Korps Zeni. 

Sedangkan ayah mertua Andika Perkasa, yakni Jenderal (Purn) Hendropriyono, lulusan Akmil 1967 dari Korps Infanteri. Hendro dari pasukan komando jabatan terakhirnya adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) semasa Presiden Megawati Soekarnoputri. 

Angka tujuh (7) menjadi spesial bagi Andika. Baik dirinya, ayah mertua  serta ayah kandungnya juga sama-sama lulusan Akmil dengan angka dibelakangnya sama-sama tujuh (7).  Andika Perkasa lahir di Bandung 21 Desember 1964 merupakan anak keempat dari pasangan FX Soenarto dengan Udiati. 

Ayahnya berasal dari Magelang, Jawa Tengah. Sedangkan Ibundanya, Udiati berasal dari Blitar, Jawa Timur.  Ayahnya wafat pada 1997 dan ibunya wafat pada 2007. Jadi angka 7 (tujuh) juga punya kenangan menyedihkan bagi Andika Perkasa. Ia kerap menitikkan air mata sambil berdoa dengan tangan terbuka bagi kedua orangtuanya saat berziarah di Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

Kendati berasal dari pasukan komando, putra keempat dari delapan bersaudara itu, dikenal humanis. Dalam beberapa diskusi dengan jenderal bintang empat itu, penulis menyimpulkan ia seorang intelektual yang bisa menerima perbedaan pendapat. Mau mendengarkan pendapat yang berbeda dengan dirinya. 

Salah satu pesan yang sering diingatkannya kepada para prajuritnya adalah sayangi keluarga dan sempatkan waktu untuk mengurus keluarga.   

Kolonel Bersahaja

Ayahnya dikenal sebagai kolonel yang bersahaja. Tidak memiliki mobil pribadi, kecuali mobil dinas saat masih aktif menjadi perwira TNI. Kesederhanaan keluarganya menerpa Andika Perkasa menjadi remaja mandiri hingga memilih melanjutkan cita-cita ayahnya menjadi serdadu.   

Andika menikah secara Islam dengan anak pertama dari Hendropriyono, yakni Diah Erwiany (Hetty).  Pasangan tersebut dikarunia seorang anak bernama Alexander Akbar Wiratama Perkasa Hendropriyono. Lebih dikenal sebagai dokter Alex Perkasa. Foto Andika Perkasa menggunakan pakaian koko menyambut kelahiran cucunya, beredar di sejumlah media. 

Cucu pertama KSAD Andika Perkasa dan istrinya, Diah Erwiany (Hetty Hendropriyono) diberi nama Arthur Ibrahim Perkasa-Hendropriyono. Sang cucu merupakan buah pernikahan dari putra Andika Perkasa, Alexander Akbar Wiratama Perkasa-Hendropriyono dengan Alvina. Alvina merupakan putri dari mantan Inspektur Jenderal Mabes TNI, yakni Letjen TNI (Purn) Muhammad Setyo Sularso, lulusan Akmil 1982 dari Korps Infanteri. 

Arthur mengingatkan pada seorang jenderal besar Korps Zeni Amerika Serikat, panglima perang yang terkenal di Asia Pasifik. Pernah memiliki markas di Papua serta Morotai, Maluku. Dia adalah Jenderal Besar Douglas McArthur. 

Gultor jadi Panglima

Selama menjadi KSAD, Andika banyak melakukan pembangunan Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad). Ia pun memilih Komandan Detasemen Mabesad berasal dari Korps Zeni yang memahami pembangunan atau teknik konstruksi.

Namun Andika bukan berasal dari Korps Zeni. Hasil psikotesnya ia menjadi perwira Korps Infanteri. Bahkan Andika menjadi pasukan komando dengan spesialisasi antiteror. Ia mengawali kariernya sebagai perwira pertama Infanteri korps baret merah (Kopassus). Dimulai di Grup 2 /Para Komando dan Satuan-81 /Penanggulangan Teror (Gultor) Kopassus selama 12 tahun.

Setelah itu ditugaskan di Departemen Pertahanan dan Keamanan dan Mabesad. Kembali bertugas lagi di Kopassus sebagai Komandan Batalyon 32/Apta Sandhi Prayuda Utama, Grup 3/Sandhi Yudha.   

Kepintaran yang diturunkan Ayahnya dibuktikan dengan mengenyam pendidikan tinggi Strata-1 (Sarjana Ekonomi) di dalam negeri dan meraih tiga gelar akademik Strata-2 (M.A., M.Sc., M.Phil) serta satu gelar akademik Strata-3 (Ph.D/doktor) dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat. 

Sempat terseok-seok pada saat berpangkat Letnan Kolonel selama sembilan tahun. Padahal Andika menjadi lulusan terbaik Pendidikan Sekolah Staf dan Komandan Angkatan Darat (Seskoad) 1999-2000. 

Akhirnya Andika menjadi Kolonel pada 2010 dengan jabatan sebagai sekretaris pribadi Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen Johanes Suryo Prabowo, lulusan terbaik Akmil 1976 dari Korps Zeni. Kemudian Andika menjadi Komandan Resimen Induk Infanteri Kodam Jaya pada 2011. Setelah itu promosi menjadi Komandan Resor Militer (Danrem) 023/Kawal Samudera, Kodam I/Bukit Barisan (2012).

Pada saat Jenderal Budiman (lulusan terbaik Akmil 1978 dari Korps Zeni) menjadi KSAD, Andika mendapatkan promosi sebagai Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat. Di sinilah ia mendapatkan jabatan jenderal bintang satu (November 2013).

Dalam kurun waktu satu tahun kurang satu bulan, ia pun mendapatkan promosi menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) mendampingi Presiden Jokowi yang baru dilantik sebagai presiden hasil pemilu 2014. Disinilah terjadi relasi kuasa antara Presiden Jokowi dengan Jenderal Andika Perkasa. 

Dua tahun kemudian, Andika Perkasa dipromosikan menjadi Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XII/Tanjungpura (2016). Selanjutnya promosi menjadi Letjen saat menjadi Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat (Dankodiklatad) (2018). 

Bintangnya semakin terang ketika ia menduduki posisi Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) (2018). Sampai akhirnya menjadi orang nomor satu di Mabesad, sebagai KSAD.

Terakhir, setelah selama 2,5 tahun menjadi KSAD, sampai juga Jenderal Andika Perkasa menjadi puncuk pimpinan TNI. Tidak sia-sia ayah kandung almarhum Kolonel Soenarto dan ayah mertua Jenderal Hendropriyono mendidik dan mengawal generasi penerusnya hingga berhasil melampaui capaian kedua orangtuanya menjadi Panglima TNI. Selamat bertugas, Jenderal.

/selamatgintingofficial

03 November 2021

Supres yang Bukan ‘Surprise’

Foto: Republika.co.id

Tanggapan Selamat Ginting, pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta mengenai surat presiden (surpres) yang mengusulkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa menjadi calon Panglima TNI.

14 October 2021

Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, Isyarat Kedatangan Mensesneg ke Mabesad (Bagian Satu)

Foto: youtube.com/TNI AD

Presiden hampir dapat dipastikan akan memilih Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. Hadi Tjahjanto akan berusia 58 tahun pada 8 November 2021 mendatang, usia pensiun TNI.

Hal itu dikemukakan pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting terkait sinyal kunjungan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno ke Mabesad pada Senin (11/10/2021).

“Ini sinyal politik yang kuat berdasarkan teori interaksi simbolik. Sebagai orang Jawa, Presiden Jokowi senang menggunakan simbol-simbol dalam berkomunikasi. Jadi itulah interpretasinya,” kata Selamat Ginting dalam kanal youtube SGinting Official dan Hersubenopoint dari FNN, yang ditayangkan pada Selasa (12/10) berjudul: Kompromi Politik Jokowi Pilih Jenderal Andika sebagai Panglima TNI.

Teori interaksi simbolik, kata Selamat Ginting adalah teori yang memiliki asumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori ini fokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu yang lain.

“Ini interaksi antara individu utusan istana dengan yang individu yang dikunjungi yakni Jenderal Andika Perkasa dengan pesan komunikasi simbolik,” lanjut Ginting, wartawan senior yang kini menjadi akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Jakarta.

 

Jika mengacu kepada teori dari Helbart Blumer, kata Ginting, ada tiga asumsi dari teori kedatangan Mensesneg ke Mabesad. Yakni, manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka; makna diciptakan dalam interaksi antar-manusia; dan makna dimodifikasi melalui interpretasi.

Berdasarkaj ketiga makna tersebut, menurut Selamat Ginting, kuat dugaan inilah pesan komunikasi dari Presiden Jokowi bahwa Jenderal Andika Perkasa akan menjadi pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Apalagi, Mensesneg tidak mengunjungi Mabesal, kantor dari Laksamana Yudo Margono dan tidak juga ke Mebesau, kantor Marsekal Fadjar Prasetyo. Seperti diketahui calon Panglima TNI adalah para perwira tinggi yang pernah atau sedang menduduki jabatan kepala staf angkatan.

Menurutnya, pesan penting Mensesneg ke Mabesad, tidak berdiri sendiri. Sebab, pada Hari TNI  5 Oktober 2021 lalu, Presiden Jokowi saat menyaksikan parade kendaraan tempur di depan istana, mengatakan begini, “Ya sudah itu bisa jalan, yang menyopiri Pak Andika Perkasa saja,” paparnya.

Padahal di situ, lanjut Selamat Ginting, bukan hanya ada Andika Perkasa saja. Tapi juga ada Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo.

Dari dua interaksi simbolik itu, Selamat Ginting berkesimpulan bahwa kemungkinan besar Presiden Jokowi sudah memutuskan, Panglima TNI adalah Jenderal Andika Perkasa. Dia perwira tinggi bintang empat paling senior dibandingkan Laksamana Yudo Margono maupun Marsekal Fadjar Prasetyo. Andika Perkasa lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1987, Yudo Margono lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1988-A, dan Fadjar Prasetyo lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1988-B.

“Walaupun waktunya singkat, hanya satu tahun dua bulan, ini akan menggunakan model ketika Presiden Jokowi mengangkat Jenderal Polisi Idham Azis sebagai Kepala Polri. Waktunya juga sama sekitar satu tahun dua bulan,” tegasnya.

Tidak Lazim

Diakui Ginting bahwa sesungguhnya tidak lazim, Panglima TNI hanya memiliki waktu yang sangat singkat, hanya sekitar satu tahun dua bulan. “Memang tidak lazim Panglima TNI hanya punya waktu satu tahun dua bulan, sebenarnya kurang efektif.”

Namun, lanjutnya, TNI punya pengalaman juga ketika Jenderal Edi Sudrajat pada era Soearto tahun 1993. Saat itu Jenderal Edi hanya menjabat tiga bulan saja menjadi Panglima TNI. Dia merangkap jabatan KSAD dan Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam). Tetapi kemudian, satu per satu jabatan dicopot. KSAD digantikan Letjen Wismoyo Arismunandar, dan Panglima TNI digantikan oleh Jenderal Feisal Tanjung. Akhirnya Edi Sudrajat hanya menjabat Menhankam.

“Jadi saya melihat bahwa ini isyarat kuat dari istana bahwa Andika Perkasa akan menjadi Panglima TNI, kendati waktu menjabatnya hanya sekitar satu tahun dua bulan saja. Tetapi ada satu cacatan, bisa saja Presiden memperpanjang usia pesiunnya,” paparnya.

Dalam prediksi Selamat Ginting, penunjukan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, menandakan bahwa Presiden Jiokowi sedang menempuh pola sama-sama enak, baik bagi Andika maupun Yudo dan Fadjar. “Pola win-win solutions akan dipakai dalam pengertian setelah Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, kemungkinan akan digantikan oleh Yudo Margono menjadi Panglima TNI berikutnya,” kata Ginting.

 

Penunjukan Andika Perkasa, diyakini Ginting setelah Jokowi meminta pendapat dari empat orang berpengaruh di lingkaran politiknya. Setidaknya Presiden Jokowi akan menanyakan kepada empat orang untuk mencari figur yang pas menjadi Panglima TNI.  Pertama Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Megawatidiperkirakan akan cenderung memilih Andika ketimbang Yudo Margono.

 

Kedua, Menhankam Prabowo Subianto, ketiga menteri ‘paling kuat’ pengaruhnya saat ini, yakni Luhut Binsar Panjaitan. Dan keempat, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto. Ketiga orang tersebut, kebetulan juga berasal dari matra darat. Jadi ada kecenderungan ketiganya akan lebih menyarankan nama Andika Perkasa ketimbang Yudo Margono.

 

“Inilah makna kedatangan Mensesneg Pratikno ke Mabes TNI AD. Berdasarkan teori interaksi simbolik. Jadi, kuat dugaan saya Jenderal Andika Perkasa akan diplot menjadi Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto,” ujar Selamat Ginting. 

 


 /selamatgintingofficial

10 October 2021

Tumilaar Jenderal yang Dirindukan, Implementasikan Perintah Jenderal Andika

Wawancara melalui link zoom (10/10/21)
dok. selamat ginting official

“Saya diperintahkan untuk bertugas di kampung halaman leluhur di Sulawesi Utara agar mengetahui problem rakyat. Itu yang saya terjemahkan ketika diperintahkan KSAD Jenderal Andika Perkasa untuk menjadi Inspektur Kodam (Irdam) XIII Merdeka di Sulawesi Utara (Sulut) lebih setahun yang lalu,” kata Brigadir Jenderal TNI Junior Tumilaar di Bandung, Ahad (10/10).

Ya, itulah tanah tumpah leluhurnya sebagai orang Minahasa, Sulawesi Utara. Ia mengaku sangat mencintai kampung halaman keluarga dalam menjalankan tugas negara. Hal itu dikemukakannya saat bincang pagi dengan pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, melalui link zoom. Brigjen Junior Tumilaar, pagi itu, berada di rumahnya Komplek Perumahan Angkatan Darat (KPAD) di Gegerkalong, Bandung, Jawa Barat.

Ia mengaku memahami tentang risiko yang harus dihadapinya dengan membuat surat terbuka kepada Kepala Polri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Surat yang intinya sebagai protes atas tindakan oknum lembaga kepolisian Sulut yang memanggil untuk memeriksa anakbuahnya, bintara pembina desa (babinsa).

“Saya tahu risikonya, termasuk akan dipanggil untuk diperiksa Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad). Soal pencopotan sebagai Irdam XIII Merdeka, saya siap melaksanakannya. Saya ini orang teknik tempur, jadi tahu risiko pertempuran,” ujar abituran (lulusan) Akademi Militer (Akmil) 1988-A dari Korps Zeni.

Dalam pertempuran, kata Junior, tidak bisa dihindari akan ada korban. Sehingga dia siap menjadi korban dalam pertempuran tersebut untuk kemenangan yang lebih besar. “Surat saya yang disebut Bung Selamat Ginting dalam tulisannya seperti graffiti komunikasi memang merupakan bentuk protes,” ujar Junior yang mengawali tugas sebagai Komandan Peleton Zeni Tempur (Zipur) di Detasemen Zipur 5 di Ambon tahun 1988.

Guru dan dosen militer

Ia menjelaskan dalam karier militernya lebih banyak ditugaskan di lembaga pendidikan selama sekitar 17 tahun.  Mulai sebagai guru militer di Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi) selama lima tahun, dilanjutkan sebagai Wakil Komandan Pusdikzi selama sekitar dua tahun. Begitu juga penugasan di Komando Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat (Kodiklatad), hingga menjadi dosen utama di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Total sekitar 17 tahun dari 33 tahun pengabdiannya sebagai militer.

“Jiwa saya guru, guru militer. Guru militer maupun dosen militer itu harus berani. Protes saya itu bentuk edukasi, pendidikan agar tidak ada lagi kesewenangan oknum polisi memeriksa anak buah saya sebagai babinsa,” kata mantan Komandan Kodim di Tapanuli Tengah itu.

Dia mengaku awalnya sudah menyampaikan ada kekeliruan dari kepolisian melalui forum resmi kepada Polda dan juga kepada forum pimpinan daerah Sulawesi Utara. Ternyata tidak ada tindak lanjut apapun. Bahkan seperti tidak ada persoalan sama sekali. Sehingga dia membuat surat terbuka kepada Kepala Polri yang tembusannya ditujukan kepada Panglima TNI, KSAD, dan Panglima Kodam XIII Merdeka.

“Saya tidak mau institusi saya disepelekan, institusi saya tidak dihormati, institusi saya dilecehkan. Sebagai Irdam, saya adalah pengawas. Saya mengawasi dan memeriksa, ada yang tidak beres. Saya ambil risiko, termasuk membela rakyat yang tertindas. Masa sebagai jenderal saya takut kehilangan jabatan? Saya rela berkorban untuk institusi TNI, Angkatan Darat, untuk Kodam dan untuk rakyat Sulawesi Utara tempat saya berdinas.”

Tugas di Enam Kodam

Setidaknya, Junior memang sudah malang melintang tugas di 5-6 Kodam di Indonesia, mulai dari Maluku, Papua, Kalimantan Timur, Aceh, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jakarta, Sulawesi. Sehingga ia memahami masalah rakyat. Termasuk masalah pertanahan dan kasus-kasus yang menimpa rakyat.

Menurutnya, sebagai perwira Korps Zeni ia diberikan ilmu tentang tanah dan asal usul tanah. Termasuk dokumen-dokumen pertanahan dari zaman kolonial Belanda. Masalah tanah dalam institusi militer diserahkan penanganannya kepada Korps Zeni di Kodam. Sehingga ia mempelajari status-status tanah di wilayah Indonesia yang digunakan oleh militer.

“Sama dengan kasus di Sulawesi Utara, saya pelajari juga status tanah yang dimiliki sejumlah korporasi. Kok bisa mereka menguasai tanah-tanah rakyat, tanah ulayat, tanah adat. Sudah sekian lama terjadi, tapi tidak ada yang berani melawan kezaliman. Bisa jadi kasus tanah di Sulawesi Utara, di Sentul Bogor, dan Toba di Sumatera Utara juga mengundang pertanyaan besar. Bagaimana rakyat terusir dari kampung halamannya, tanah dari nenek moyangnya tak bisa ditempati. Rasanya harus ada keadilan bagi rakyat,” kata Brigjen Junior yang pernah menjadi staf ahli bidang lingkungan hidup di Kodam Bukit Barisan.

Sebagai tentara, kata dia, maka prajurit harus menyesuaikan diri dalam tugas di sejumlah daerah. Seperti saat dirinya bertugas di Aceh, Junior menghormati kebiasaan dan tradisi masyarakat Aceh. Termasuk keyakinan agama masyarakat setempat jangan dijadikan kendala, tetapi justru harus bisa menyatu dengan rakyat.

“TNI itu tentara rakyat dan tidak boleh dimanfatkan oleh golongan-golongan mana pun, baik politik maupun korporasi atau ekonomi. Itu petuah panglima besar almarhum jenderal Sudirman,” kata Junior yang menyandang pangkat kolonel selama delapan tahun dengan enam jabatan. Sementara pangkat letnan kolonel disandangnya selama 12 tahun dengan delapan jabatan.

Ia memang bukan perwira karbitan, namun melalui perjuangan berliku menjadi jenderal. Kini setelah kasusnya viral, hasil pemeriksaan Puspomad berbuntut ia harus kehilangan jabatan bergengsi sebagai Irdam XIII Merdeka. “Jabatan itu amanah, kalau diambil ya harus siap, jangan dipikirkan,” kata Junior sambil tertawa lepas.     

Senin (11/10) ini dia akan kembali menjalani pemeriksaan di Markas Puspomad di Jakarta. “Jika dianggap bersalah oleh institusi saya, Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad), saya akan terima dan patuhi,” kata jenderal yang sudah berkarier militer selama 33 tahun dan berpengalaman dalam tugas teritorial, tempur, pendidikan, serta staf.

Mengenai rencana menghadapi pensiun pada Mei 2022 mendatang, Junior mengaku sudah siap. Dia mengaku tidak tertarik untuk masuk dalam dunia politik, seperti mencalonkan sebagai kepala daerah. “Bidang saya bukan di situ. Jiwa saya adalah guru. Guru itu memberitahu tentang kebenaran. Jadi setelah pensiun saya akan menjadi guru,” kata kandidat doktor hubungan internasional tersebut.

Ia mengaku belum bisa melanjutkan kuliah lagi walau pun tinggal penelitian disertasi. Alasannya, antara lain karena tidak memiliki cukup dana untuk melanjutkannya. Ia lebih memilih membiayai kuliah anak-anaknya daripada menuntaskan kuliah doktoralnya di Universitas Padjajaran, Bandung.

“Modal kuat saya karena ditempa lama di lembaga pendidikan militer, jadi nurani saya tinggi untuk membela ketidakadilan di tengah masyarakat. Saat menjadi Komandan Kodim di Sibolga, saya pelajari falsafah orang Sumatra Utara. Saya pelajari antropologi sosial bidaya serta kearifan lokalnya. Jadi saya tidak kesulitan dalam tugas-tugas teritorial. Itulah hakikatnya tentara rakyat,” ujar mantan perwira menengah ahli nuklir, biologi, dan kimia (Nubika) di Pusat Zeni Angkatan Darat.

Perihal namanya, Junior mengungkapkan bahwa marga atau fam Tumilaar di Minahasa, artinya adalah yang dirindukan. Sementara Junior adalah nama pemberian kakeknya, berarti yang muda atau penerus keluarga.

Ya, sesuai dengan namanya Junior Tumilaar, dialah jenderal penerus yang dirindukan. Selamat mengabdi, Jenderal yang dirindukan!


/selamatgintingofficial

09 October 2021

Jadi KSAD, Dudung Kandidat Kuat Panglima TNI, Andika Berpotensi Dampingi Puan di Pilpres 2024

Foto: Jenderal TNI Andika Perkasa (Antara)

Pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI hingga kini masih misteri. Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga mengirimkan nama calon Panglima TNI kepada DPR RI.  Padahal masa pensiun Marsekal Hadi Tjahjanto sudah dekat yaitu pada 8 November 2021. Hal iini membuat publik bertanya-tanya, siapa gerangan Panglima TNI selanjutnya? 

Pengamat komunikasi politik dan militer dari  Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting punya analisis  menarik mengenai pergantian Panglima TNI tahun ini.  Menurut Selamat Ginting, pergantian Panglima TNI saat ini diwarnai dinamika politik yang sangat tinggi. Ada tarik menarik kepentingan politik di balik suksesi Panglima TNI, karena terkoneksi dengan pemilihan presiden 2024 mendatang. 

Selamat Ginting memperkirakan Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet pada 20-21 Oktober ini, di saat pemerintahannya memasuki masa dua tahun pada periode kedua.  "Reshuffle kabinet ini apakah para kepala staf angkatan atau Panglima TNI akan masuk ke jajaran kabinet atau tidak?. Hal ini akan mempengaruhi konstalasi pergantian Panglima TNI," kata dia dalam wawancara dengan Hersubeno Arief dari FNN di kalan youtube, Jumat (8/10).  

Konsultasi ke Empat Tokoh

Selamat Ginting menduga molornya waktu pergantian Panglima TNI karena ada tarik menarik kepentingan politik. Kata Ginting, setidaknya Jokowi akan bertanya ke sejumlah orang untuk mencari calon Panglima TNI yang pas. 

Pertama Jokowi akan bertanya ke Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP sebagai partainya Presiden Jokowi dan partai pemenang pemilu 2014 dan 2019. Pendapat Megawati akan menjadi acuan.

Kedua adalah orang militer yang punya pengaruh kuat di kabinet yaitu Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.

Ketiga, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, karena Panglima TNi akan bekerja sama dengan Menhan. Keempat adalah Jenderal (Purn) Wiranto di Wantimpres.

“Empat orang ini akan mempengaruhi keputusan Presiden Jokowi.  Dan tentu saja Jokowi juga akan meminta pendapat dari Marsekal Hadi Tjahjanto tentang suksesornya. Ini bukan soal giliran matra atau tidak,  tapi terkait tarik menari kepentingan politik yang sangat tinggi,” kata kandidat doktor ilmu politik ini. 

Pergantian Panglima TNI ini, lanjut Selamat Ginting, terkait dengan rencana proses pergantian kepemimpinan nasional di tahun 2024. Kalau kita perhatikan survei-survei yang muncul dari kalangan militer sebagai bakal capres/cawapres ada empat orang. Mereka ialah Prabowo, AHY, Gatot Nurmantyo dan Andika Perkasa. Ditambah Budi Gunawan dari unsur purnawirawan Polri.  Nama Tito Karnavian justru belum muncul dalam beberapa survei.

"Jadi posisi Andika akan  menjadi tanda tanya besar. Apakah akan diplot menjadi Panglima TNI atau justru masuk dalam kabinet atau pejabat setingkat Menteri pada 20-21 Oktober 2021 ini," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. 

Andika Perkasa Dampingi Puan

Jika suara Andika Perkasa terus mencuat dalam beberapa survei, bukan tidak mungkin kata Ginting, Andika akan menjadi kandidat kuat sebagai bakal cawapres mendampingi Puan Maharani.  Jika Puan disandingkan dengan Prabowo Subianto, maka Puan akan menjadi orang nomor dua.

"Kalau dengan Prabowo posisi Puan akan menjadi nomor dua. Kalau dengan Gatot Nurmantyo dan AHY rasanya tidak mungkin dipasangkan. Karena beda haluan politiknya. Jadi ada  kemungkinannya Puan diduetkan dengan Andika Perkasa.  Ini yang akan menjadi tarik menarik kepentingan politik," ujar Selamat Ginting.

Dari situ saja, kata Ginting, ada kecenderungan Megawati menginginkan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI. Begitu juga kemungkinan saran dari Luhut Binsar Panjaitan, Prabowo Subianto, dan Wiranto.  Ia meyakini Hadi Tjahjanto kemungkinan justru akan memilih Yudo Margono dengan alasan lebih dekat secara psikologis dan sosiologis dibandingkan hubungan Hadi dengan Andika Perkasa seperti terlihat di depan publik.

“Koneksitas komunikasi sosial Hadi Tjahjanto lebih dekat kepada Yudo Margono daripada dengan Andika Perkasa.  Ada kedekatan emosional, dan ada loyalitas. Nah, sekarang tinggal Jokowi. Apakah dia beani berbeda pendapat dengan Megawati serta tiga senior TNI yang mungkin akan diminta sarannya.”

Jadi, kata Ginting, tidak mungkin Jokowi akan mengabaikan Andika Perkasa. Jika tidak dipilih menjadi Panglima TNI, maka akan dicarikan tempat lain yang juga terhormat. Mirip seperti ketika Budi Gunawan batal menjadi kepala Polri, kemudian ditempatkan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan dinaikkan pangkatnya menjadi bintang empat.

Sehingga, lanjutnya, jika Andika dimasukkan dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini, posisinya kemungkinan besar adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menggantikan Moeldoko.  Sudah ramai Moeldoko akan dicopot sebagai KSP. Posisi ini kemungkinan akan menjadi tempat bagi Andika Perkasa jika ia tidak direncanakan untuk menjadi Panglima TNI.

Apabila itu terjadi, lanjutnya, maka Andika harus pensiun satu tahun lebih dahulu dari usia maksimal pensiun militer 58 tahun. Sama dengan Tito Karnavian yang harus pensiun dini dari kepolisian, karena harus masuk kabinet.  “Apakah Andika mau? Apakah Andika juga berani menolak perintah presiden? Kita lihat saja perkembangannya," ujarnya. 

Tapi, lanjut Selamat Ginting, bukan berarti Moeldoko akan disingkirkan tanpa jabatan. Dia tetap masuk kabinet dengan posisi menteri.  Sebab, KSP adalah orang kepercayaan Presiden, sehingga tidak mungkin dibuang tanpa mendapatkan kompensasi jabatan lain setingkat menteri.

Menurut Selamat Ginting, untuk mencari figur Panglima TNI ini bukan cuma loyalitas tapi juga kedekatan serta komunikasi dengan presiden. Dari tiga kepala staf angkatan, Andika paling dekat dengan Presiden Jokowi, karena pernah menjadi Komandan Paspampres. Ini salah satu modal sosial yang dimiliki Jenderal Andika dibandingkan Laksamana Yudo Margono maupun Marsekal Fadjar Prasetyo. "Kalo kita lihat relasi politiknya Andika sangat diuntungkan dibandingkan kandidat lainnya," katanya.

Menurut Selamat Ginting, masa peralihan kepemimpinan nasional pada 2024 mendatang, membutuhkan stabilitas politik sangat kuat. Biasanya yang diperlukan adalah tokoh Angkatan Darat. Kenapa? Karena AD mempunyai basic teritorial yang baik setidaknya semenjak Orde Baru hingga sekarang. 

Ketika Hadi Tjahjanto dibiarkan sampai hampir empat tahun, maka Hadi adalah orang yang dipercaya Presiden Jokowi. Namun, sekaligus ada kecendrungan Presiden Jokowi mengulur-ulur waktu untuk Andika dalam meraih posisi Panglima TNI. Sehingga Andika hanya punya waktu satu tahun jika menduduki posisi Panglima TNI. Sebuah waktu yang sangat singkat untuk jabatan strategis sekelas Panglima TNI dan selama ini belum pernah ada jabatan ini hanya diemban selama satu tahun saja.

“Di sinilah nilai minus Andika Perkasa dari sisi waktu jelang pensiun. Sementara menjadi nilai plus bagi Yudo Margono dan Fadjar Prasetyo.”

Lompatan Dudung Jadi Panglima TNI

Bahkan skenario baru bisa terjadi jika Andika Perkasa masuk dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini. Menurut Selamat Ginting, pengganti Andika sebagai KSAD bisa jadi Panglima TNI.  Walau dia menjabat hanya hitungan satu hari sekali pun.

"Misalnya Letjen Dudung Abdurachman dilantik menjadi KSAD pada 20-21 Oktober 2021 berbarengan dengan menteri kabinet. Pada November dia juga bisa diusulkan menjadi Panglima TNI. Karena syarat jadi Panglima TNI adalah orang yang pernah dan sedang menjadi kepala staf angkatan," ujar Selamat Ginting, wartawan senior yang sekitar 30 tahun mengamati masalah pertahanan keamanan. 

Jika Andika dimasukan dalam gerbong cabinet atau setingkat Menteri, seperti KSP, maka peluang KSAL Laksamana Yudo Margono menjadi sangat besar untuk menjadi Panglima TNI. Kesempatan bagi matra laut untuk Kembali memimpin Mabes TNI. Namun kata Selamat Ginting, ada satu hal yang menjadi kelemahan Yudo Margono yakni peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala.  Ini yang mengganjal Yudo, karena sebagai pimpinan TNI AL, dia juga harus bertanggung jawab dalam peristiwa naas tersebut.

"Kalo Fadjar Prasetyo agak tipis peluangnya. Tidak mungkin Panglima dari AU kemudian kembali dikembalikan lagi ke matra udara lagi. Berbeda dengan matra darat sangat memungkinkan dari AD ke AD. Apa sebab? Karena AD jumlah personelnya sangat besar," ungkap Selamat Ginting.

Menurutnya, Jokowi dalam dinamika politik seperti saat ini butuh figur yang cukup berani mengambil risiko dibandingkan sejumlah jenderal lainnya. Terlepas dari kontroversi Dudung dalam kasus pencopotan baliho FPI dan HRS, tapi dia berani bertindak. Itu pertempuran proxi baginya. 

"Tentu bagi pendukung FPI dia dianggap cela. Namun, bagi Presiden Jokowi serta pihak yang berlawanan dengan cara FPI dan HRS, cara Dudung adalah kredit poin paling tinggi," ungkap Selamat Ginting.

Tipikal Dudung, menurutnya, adalah orang yang dibutuhkan Presiden Jokowi. Dalam beberapa kesempatan di Istana, misalnya. Ketika presiden mengumpulkan para Pangdam dan Kapolda. Jokowi tiga kali menyebut nama Dudung untuk dijadikan contoh pemimpin yang berani bertindak.  “Kalian harus berani seperti Dudung, sampai tiga kali diucapkan Jokowi,” ucap Ginting.

Dari situ ia  yakin, Dudung akan menjadi pimpinan TNI. Terbukti jadi Panglima Kostrad dan sekarang calon kuat KSAD. Nyaris tidak ada tandingan walaupun ada beberapa seniornya lulusan Akmil 1988-A maupun 1987. “Terlepas juga apakah ada hubungan relasi kuasa ataupun koneksi politik antara almarhum mertuanya sebagai pengurus Baitul Muslimin di PDIP.  Itulah Dudung dengan plus minusnya," katanya.

/selamatgintingofficial

 


17 December 2019

Relasi Kuasa Hadi - Andika di Persimpangan Jalan


Tulisan ini diterbitkan di Harian Republika, 16 Desember 2019 Rubrik Teraju

Oleh: Selamat Ginting
Ada apa sebenarnya dengan elite TNI? Khususnya antara Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dengan KSAD Jenderal Andika Perkasa.  
Dalam dua bulan terakhir, ada beberapa peristiwa di mana Jenderal Andika tidak menghadiri acara di mana ada Marsekal Hadi. Peristiwa-peristiwa yang mengundang tanda tanya besar. Seperti hubungan  panas dingin antara keduanya.

Andika kini malah terlihat lebih banyak bersama Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Keduanya sama-sama berlatar unit penanggulangan teror (gultor) Kopassus. Saat Mayjen Prabowo menjadi Komandan Jenderal Kopassus, Andika masih berpangkat kapten infanteri (komando).

Terakhir, Andika (Akmil 1987) bersama Menhan Prabowo saat di Bandung. Pertemuan KSAD se-ASEAN, Senin (25/11/2019) lalu. Dari Mabes TNI diwakili Kasum, Letjen Joni Suprianto (Akmil 1986). Prabowo dan Andika menjadi bintang dalam acara ACAMM (Asean Chief of Army Multilateral Meeting).

Sebelumnya Andika juga bertemu dengan Prabowo, saat peresmian Patung Jenderal Besar Soedirman di Turusan, Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Ahad (10/11/2019). Tepat di Hari Pahlawan itu, Andika justru tidak hadir di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan.

Saat itu, pimpinan Angkatan Darat diwakili Wakil KSAD Letjen Tatang Sulaiman (Akmil 1986). Tatang mendampingi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Hadir pula KSAL Laksamana Siwi Sukma Adji (AAL 1985), KSAU Marsekal Yuyu Sutisna (AAU 1986), dan Kepala Polri Jenderal Idham Aziz (Akpol 1988-A).

Begitu juga saat Hadi ke Papua pada 28-29 Oktober 2019. Andika malah menemani Menhan Prabowo. Keduanya menerima kunjungan Duta Besar Cina di Indonesia Xiao Qian di Kementerian Pertahanan, Selasa (29/10/2019).

Nah, saat Hadi menerima Menhan Prabowo di Mabes TNI pada Rabu (30/10), Andika tidak hadir. Ia diwakili Wakil KSAD Letjen Tatang Sulaiman. Hadir pada acara itu, antara lain KSAL Laksamana Siwi Sukma Adji, dan KSAU Marsekal Yuyu Sutisna.

Pada acara pelantikan Kepala Polri Jenderal Idham Aziz, Marsekal Hadi bertindak sebagai saksi bersama Mendagri Tito Karnavian, 1 November 2019. Di situ pula Andika tidak hadir. Pimpinan Angkatan Darat diwakili Letjen Tatang Sulaiman. 

Interaksionisme simbolik
Bagaimana menerjemahkan ketidakhadiran Jenderal Andika saat acara dihadiri Marsekal Hadi? Apakah sebuah kebetulan, karena ada acara bersamaan?

Penulis melihatnya dari teori interaksionisme simbolik. Salah satu teori yang banyak digunakan dalam penelitian sosiologi. Teori ini memiliki akar keterkaitan dari pemikiran Max Weber yang mengatakan, “tindakan sosial yang dilakukan oleh individu didorong oleh hasil pemaknaan sosial terhadap lingkungan sekitarnya.”

Makna sosial diperoleh melalui proses interpretasi dan komunikasi terhadap simbol-simbol di sekitarnya. Tanda-tanda tersebut merupakan simbol yang digunakan untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan pada orang lain. Teori interaksionisme simbolik melihat sebuah tindakan dengan penggunaan simbol dalam rangka mendeklarasikan identitas semacam ‘inilah diriku’.

Bisa jadi, itulah bentuk protes Andika terhadap Hadi yang lebih mengutamakan memilih perwira tinggi yang satu letting (lulusan kelas yang sama) 1986. Sebelum, promosi terhadap IB Purwalaksana sebagai Irjen Kemhan, berdasarkan keputusan panglima TNI pada 26 November 2019, abituren Akmil 1987, teman lulusan Jenderal Andika, seperti ‘gigit jari’.

Abituren Akmil 1986 punya tujuh letjen, termasuk Hinsa Siburian yang sudah pensiun. Sedangkan Akmil 1987, hanya punya satu jenderal dan dua letjen. Kini dalam waktu dekat akan menjadi tiga letjen dengan naiknya IB Purwalaksana. Bisa jadi pula, Andika dianggap ‘kurang memperjuangkan’ teman-temannya sesama Akmil 1987.

Akmil 1985 pun hanya empat letjen. Sedangkan Akmil 1988 A maupun B, belum satu pun yang mendapatkan promosi letjen. Hal ini pula yang dipertanyakan, mengapa Angkatan Darat tertinggal dari Angkatan Laut maupun Angkatan Udara? Bahkan jauh tertinggal dari Kepolisian, karena lulusan 1990 sudah ada yang berpangkat komjen (setingkat letjen, laksdya, marsdya).

Makna ketidakhadiran Andika, jika diteropong dari teori interaksionisme simbolik, bisa dianalisis masyarakat berdasarkan makna subjektif yang diciptakan individu sebagai basis perilaku dan tindakan sosialnya. Individu diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang diyakininya, bukan berdasar pada apa yang secara objektif benar.

Apa yang diyakini benar merupakan produk konstruksi sosial yang telah diinterpretasikan dalam konteks atau situasi yang spesifik. Hasil interpretasi ini disebut sebagai definisi situasi. Itulah situasi relasi kuasa antara Marsekal Hadi dengan Jenderal Andika. Ada persaingan terselubung. Tentu saja, keduanya akan membantah argumen ini. Silakan saja, boleh berbeda perspektif.  

Pola Karier 
Untuk itu, penulis juga akan mengaitkannya dengan pola karier perwira tinggi TNI.
Karier adalah perkembangan dan kemajauan yang terbuka bagi prajurit dalam kesempatan untuk mendapatkan jabatan atau kedudukan tertentu. Termasuk kenaikan pangkat, kesempatan mengikuti pendidikan, serta pemindahan dan giliran penugasan.

Karena itu, pimpinan tentara, harus memberikan kesempatan seadil-adilnya kepada setiap perwira untuk mengembangkan kariernya. Tentu saja melalui sebuah perencanaan yang baik dan giliran penugasan serta kesempatan pendidikan untuk mencapai kemajuan.

Dalam pola dasar karier perwira, maka jabatan pada perwira tinggi merupakan fase darma bakti. Pengabdian sebagai perwira lebih dari 25 tahun. Setelah minimal 25 tahun jadi perwira, baru pantas menyandang pangkat brigjen, laksma, marsma.

Ini merupakan masa terakhir dari karier seorang perwira. Penekanannya akan beralih dari sekadar pengembangan kemanfaatan maksimal seorang perwira dalam darma baktinya. Fokus perwira tinggi pada masalah-masalah strategi pertahanan dan kebijaksanaan TNI. Sehingga mereka bisa berkarsa dan berkarya nyata menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Maka selayaknya, jabatan-jabatan komadan/ panglima, serta staf tingkat tinggi akan dipercayakan kepada perwira yang sangat menonjol di antara perwira yang potensial. Harus dilihat latar belakang penugasan bidang staf, pendidikan, pembinaan teritorial, serta komando pada unit kesatuan yang lebih besar. Tentu dengan ukuran prestasi yang sangat menonjol. Bukan semata-mata, karena sama-sama lulusan satu letting (sekelas).

Harapannya, agar organisasi TNI bisa lebih professional, modern, dan mampu menjaga soliditas organisasi. Panglima Besar Soedirman telah memberikan contoh teladan yang patut dicontoh generasi penerus saat ini. Utamanya dalam menjaga soliditas TNI di saat negara dalam keadaan genting.


Tabel

BINTANG 4 & 3 TNI AKTIF
                                               
Abituren | Nama | Jabatan | Pensiun

TNI AD
1984              --

1985 | Letjen Doni Monardo       | Kepala BNPB | Jun 2021
           | Letjen Tri Legiono Suko   | Rektor Unhan| Des 2020
           | Letjen Dodik Wiajanarko | Nonjob            | Feb 2021
                                                   (Staf Khusus Panglima TNI)

1986 | Letjen Tatang Sulaiman | Wakil KSAD | Mei 2020
           | Letjen Joni Supriyanto   | Kasum TNI   | Jul 2022
           | Letjen Besar Harto K      | Pangkostrad  | Jun 2021
           | Letjen Ganip Warsito      | Pangkogabwilhan III TNI | Des 2021
           | Letjen Tri Soewandono   | Sesmenko Polhukam | Jan 2022

1987 | Jenderal Andika Perkasa | KSAD              | Jan 2023
           | Letjen M Herindra            | Irjen TNI        | Des 2022
           | Letjen AM Putranto          | Dankodiklatad | Maret 2022
           | Letjen IB Purwalaksana   | Irjen Kemhan   | Maret 2022

1988-A  --

1988-B   --

TNI AL
1984  | Laksdya A Djamaludin  | Sekjen Wantannas | Jul 2020

1985  | Laksamana Siwi Sukma A | KSAL                                  | Jun 2020
            | Laksdya Agus Setiadji        | Sekjen Kemhan                | Sep 2020

1986  | Laksdya Mintoro Yulianto | Wakil KSAL                      | Juli 2020

1987  | Laksdya Aan Kurnia            | Danjen Akademi TNI     | Agu 2023

1988-A | Laksdya Yudo Margono | Pangkogabwilhan I TNI | Des 2023

1988-B  --

TNI AU
1984  | Marsdya Bagus Puruhito   | Kepala BNPP            | Nov 2020

1985  | Marsdya Dedy Permadi     | Dan Sesko TNI          | Mei 2021
  
1986  | Marsekal Hadi Tjahjanto   | Panglima TNI           | Des 2021
           | Marsekal Yuyu Sutisna          | KSAU                          | Jul 2020
            | Marsdya Wieko Syofyan     | Wagub Lemhannas | Mei 2022
            | Marsdya Fahru Zaini I        | Wakil KSAU              | Okt 2021

1987  --

1988-A --

1988-B | Marsdya Fadjar Prasetyo | Pangkogabwilhan II TNI | Mei 2024


PANGLIMA KODAM  2019

Kodam  | Nama | Abituren | Korps
Iskandar Muda | Teguh Arief Indratmoko | 1988-A | Infanteri
Bukit Barisan    | M Sabrar Fadhilah           | 1988-A | Infanteri
Sriwijaya            | Irwan Zaini                        | 1987      | Zeni
Jayakarta           | Eko Margiyono                 | 1989      | Infanteri 
                                                                                   (Komando)
Siliwangi            | Nugroho Budi Wiryanto | 1987     | Infanteri 
                                                                                   (Komando)
Diponegoro       | M Effendi                           | 1986     | Zeni
Brawijaya          | R Wisnoe Prasetja Boedi | 1986     | Infanteri
Udayana            | Benny Susianto                 | 1987      | Infanteri
Tanjungpura     | M Nur Rahmad                | 1988-A  | Infanteri
Mulawarman    | Subiyanto                           | 1988-    | Infanteri
Hasanuddin      | Surawahadi                       | 1985      | Infanteri
Merdeka            | Tiopan Aritonang             | 1986      | Infanteri
Pattimura          | Marga Taufiq                    | 1987       | Infanteri
Cendrawasih     | Herman Asaribab            | 1988-B  | Infanteri
Kasuari               | J Onesimus Wayangkau | 1986      | Infanteri


PANGLIMA  DIVISI  INFANTERI  KOSTRAD 2019

Divif     | Nama                 | Abituren | Korps
Divif 1  | Agus Rohman     | 1988-A    | Infanteri
Divif 2  | Tri Yunianto       | 1989         | Infanteri (Komando)
Divif 3  | Ahmad Marzuki | 1989         | Infanteri


Penulis adalah Jurnalis Senior Republika
Pemerhati Komunikasi Politik Militer


Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...