01 December 2024

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

  

Photo: courtesy cnnindonesia.com

Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah tepat, mengingat Brasil merupakan salah satu negara yang memiliki cerita sukses dalam mengimplementasikan program makan bergizi dan dapat menjadi referensi bagi Indonesia. Pernyataan ini disampaikan analis manajemen kebijakan pangan, Sonya Mamoriska Mulia Harahap menanggapi kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke Brasil, baru-baru ini.

“Cerita sukses Brasil dapat menjadi referensi bagi Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi nasional. Brasil menganut kebijakan ketahanan pangan dan gizi yang terpadu (closed-loop) dengan kebijakan lainnya.  Kebijakannya diimplementasikan melalui program terpadu yang dikelola dengan melibatkan sektor publik (Kementerian/Badan), sektor swasta (perusahaan di bidang pertanian, agribisnis), serta sektor ketiga (LSM, serikat pekerja, konfederasi pedesaan, federasi pengusaha) yang memberikan efek berganda di berbagai sektor (multiplier effect),” kata Sonya Mamoriska Mulia Harahap di Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    “Rencana Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto di hadapan para pemimpin negara pada KTT G20 di Brasil pada  18 November 2024 lalu merupakan langkah nyata agar program prioritas pemerintahannya ini segera bergulir mulai semester depan,” ujar Sonya saat wawancara dengan jurnalis senior Selamat Ginting untuk kanal berita Selamat Ginting Official.

Selanjutnya program MBG ini pun langsung mendapatkan dukungan dari negara lain untuk pelaksanaannya, seperti Brasil, China, Amerika Serikat, dan Prancis. Namun demikian, menurut Sonya, program MBG ini sejatinya bukan program baru karena sudah banyak negara yang telah sukses mengimplementasikannya.  

“Saat ini sudah ada 98 negara yang tergabung dalam koalisi negara pemberi MBG (School Meals Coalition) yang diketuai Brasil dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan skala program MBG guna memastikan bahwa setiap anak dapat menerima makanan sehat dan bergizi di sekolah hingga tahun 2030 mendatang,” ujar akademisi Universitas BINUS (Bina Nusantara), Jakarta.

Oleh karena itu, lanjut Sonya, niat Presiden Prabowo sudah tepat dengan segera mengirim tim khusus yang akan mempelajari program MBG di sekolah Brasil. Bak gayung bersambut, Brasil pun siap membantu dan berbagi pengalamannya kepada Indonesia. “Semoga program ini segera terwujud sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kelaparan dan kemiskinan,” ungkap Sonya yang melakukan kegiatan studi banding pelaksanaan bantuan pangan ke Brasil pada petengahanJuli 2024 lalu, saat menjadi Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum BULOG.

 

Potret Anak Indonesia

Menurut Sonya, niat Presiden Prabowo untuk segera menjalankan program MBG juga merupakan situasi yang mendesak, mengingat kondisi potret anak Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Padahal selain tumpuan harapan dari setiap keluarganya, mereka juga merupakan aset bangsa yang sangat penting dan berharga. Masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan tingkat pendidikan, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan anak-anak yang akan menjadi generasi penerus satu bangsa.

Namun, kata dia, kondisi masa depan anak-anak Indonesia sangat mengkhawatirkan. Jumlah anak usia dini hingga 18 tahun di Indonesia ada sekitar 90 juta orang, atau sekitar 30% dari jumlah penduduk Indonesia. Pada 2045, anak-anak tersebut akan berada pada usia 28-45 tahun yang merupakan periode emas usia produktif., Mereka generasi penerus yang akan mengelola dan memimpin negeri tercinta ini.

“Oleh karena itu, sangat beralasan jika sejak dini anak harus mendapat perhatian secara serius dan sungguh-sungguh.  Jika tidak, Indonesia Emas 2045 yang ditetapkan melalui Undang-Undang No.59 Tahun 2024 akan sulit untuk menjadi kenyataan,” ujar Sonya, doktor manajemen strategis lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI).

Selanjutnya menurut Sonya, dengan urgensi yang jelas untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi, maka penerapan program MBG di sekolah di Indonesia dipandang penting dan mendesak untuk mengatasi persoalan tingkat perkembangan dan pendidikan anak-anak Indonesia. Selain itu,  implementasi program ini dapat membawa manfaat signifikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan berkontribusi pada kesehatan masyarakat, keamanan pangan dan pembangunan sosial-ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Kendati demikian, kata dia, tantangan yang akan dihadapi tentunya beragam, termasuk penetapan jumlah makanan yang disajikan, kontrol atas biaya per makanan, kualitas nutrisi yang terpenuhi sesuai dengan angka kecukupan gizi. Termasuk  kontrol pelaksanaan program atas kepuasan pengguna dan signifikansi peningkatan dampak ekonomi dan peningkatan kualitas kesehatan.

Dikemukakan, patut digarisbawahi agar pelaksanaan program dapat berkesinambungan, pemerintah perlu mengatur berbagai aspek dengan strategi yang menyeluruh. Antara lain pendanaan dan keberlanjutan finansial, infrastruktur dan logistik yang terhubung dan terintegrasi, SDM, regulasi dan kebijakan yang adaptif dan tidak birokratis, keterlibatan dan kepuasan komunitas, manajemen risiko, evaluasi dan monitoring, teknologi dan kemitraan strategis.

Menurutnya, produksi pangan lokal, penyediaan makan di sekolah dan pendidikan gizi merupakan kebijakan terpadu untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan yang sehat dan bergizi guna menjamin ketahanan pangan dan gizi nasional. Kepemimpinan pemerintah, legislasi yang kuat, partisipasi masyarakat sipil dan pengambilan keputusan lintas sektoral yang saling terpadu merupakan faktor-faktor yang menentukan.

            Mengenai peran BULOG dalam mendukung program BMG tersebut, menurut Sonya, ada dua hal. Pertama, BULOG tetap fokus pada pilar ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas. Kedua, untuk program BMG, BULOG dapat berperan sebagai pemasok bahan baku (beras, telur, minyak goreng, dll) kepada KUD/BUMDes (Koperasi Unit Desa)/Badan Usaha Milik Desa) yang ditunjuk oleh Badan Gizi Nasional.  Apalagi BULOG  memiliki jaringan mitra binaan RPK (Rumah Pangan Kita) di seluruh Indonesia yang dapat diefektifkan menjadi mitra distribusi. 

“Tentu saja dengan satu syarat, proses transformasi operasional BULOG sesuai prinsip rantai pasok (supply chain) segera terwujud," kata Sonya yang menyelesaikan studi sarjananya di bidang Computer Engineering (Tehnik Komputer) di Boston University, Massachusetts, Amerika Serikat, dan studi masternya di Melbourne Business School, University of Melbourne.

Diungkapkan, Brasil telah mengimplementasikan Program Brasil Tanpa Kelaparan sejak tahun 2023 di bawah kepemimpinan Presiden Luis Inacio Lula da Silva. Program ini menjadi tonggak penting dalam sejarah ketahanan pangan di Brasil dan terdiri dari berbagai inisiatif untuk mengurangi kelaparan dan malnutrisi. Salah satu inisiatif program adalah Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE) yang merupakan program MBG untuk siswa di sekolah. Program ini dipadukan dengan Program Pengadaan Pangan (Programa de Aquisição de Alimentos/PAA) yang dikelola CONAB (Companhia Nacional de Abastecimento) – sebuah lembaga sejenis BULOG di Indonesia yang melakukan pengadaan dan distribusi pangan melalui pembelian dari petani kecil, penyimpanan, dan pendistribusian makanan ke berbagai institusi sosial yang membutuhkan.

Menurutnya, keberhasilan implementasi program kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi serta posisi terdepan Brasil sebagai negara eksportir produk pertanian dan pertanian ditentukan oleh suksesnya pengelolaan agribinis yang didukung riset pertanian, pembiayaan melalui kredit, dan bantuan teknis. Riset pertanian dilakukan EMBRAPA (Empresa Brasileira de Pesquisa Agropecuária), sebuah perusahaan di bawah Kementerian Pertanian dan Peternakan – MAPA (Ministério da Agricultura, Pecuária e Abastecimento). Pembiayaan diberikan melalui kredit perbankan dan bantuan teknis kepada petani atau peternak diberikan melalui Konfederasi Pertanian dan Peternakan Brasil (Confederação da Agricultura e Pecuária do Brasil/CNA).

Pencapaian ketahanan pangan Brasil dari segi kuantitas, lanjut Sonya, dibuktikan dengan penyediaan pangan yang bersumber dari dalam negeri dan posisi Brasil sebagai salah satu negara eksportir pangan terbesar dunia. Dari segi kualitas, Brasil menyediakan pangan tidak hanya dalam bentuk bahan makanan, namun sudah siap saji, murah, bergizi, mudah diakses bagi masyarakatnya. Selain infrastrukturnya, Brasil juga menyiapkan kerangka hukum kebijakan pelaksanaan program BMG yang kuat sebagai landasannya.

 

Pengakuan Internasional

Sonya menceritakan pengalamannya saat studi banding pelaksanaan bantuan pangan ke Brasil pada pertengahan Juli 2024 lalu. Brasil mendapat pengakuan internasional atas upaya dan pencapaiannya dalam mengurangi kelaparan. Pada 2014, Brasil berhasil keluar dari peta kelaparan global yang dibuat Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, setelah mencapai target pengurangan kelaparan dalam Millenium Development Goals (MDGs).

Terdapat empat hal pembelajaran dan tantangan penerapan dari program MBG Brasil, kata Sonya. Pertama, pentingnya keterlibatan masyarakat: melibatkan masyarakat, terutama petani lokal, dalam proses pengadaan makanan sangat penting untuk menjamin keberlanjutan program. Kedua, anggaran yang cukup: program makanan sekolah membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk menjamin keberhasilannya.

Ketiga, pengawasan yang ketat: Pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan kualitas makanan dan efektivitas program.  Keempat, evaluasi berkala: Evaluasi secara berkala perlu dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dan melakukan perbaikan.

/sgo




25 November 2024

Transformasi BULOG Harus Memenuhi Prinsip Supply Chain

 

SEA Today News

Analis manajemen kebijakan pangan Sonya Mamoriska Mulia Harahap menegaskan, dalam melakukan operasionalnya transformasi BULOG harus mengacu pada rantai pasok (supplay chain) untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga pangan dengan melibatkan proses kegiatan perencanaan, pembelian, pengolahan, penyimpanan dan distribusi.  Transformasi tidak hanya dalam bentuk kelembagaan semata, namun harus didukung sistem digitalisasi serta kompetensi sumber daya manusia (SDM) dan budaya kerja agar dapat  memberikan pelayanan excellent kepada pemerintah dengan biaya yang efisien.

“Apapun bentuk kelembagaan BULOG, tugas dan fungsinya dalam menghadapi era industri 4.0, operasional BULOG harus mengacu pada prinsip rantai pasok (supply chain) yang didukung  sistem digitalisasi serta kompetensi SDM dan budaya kerja BULOG yang baru sehingga dapat  memberikan pelayanan yang excellent kepada pemerintah dengan biaya yang efisien,” kata Sonya Mamoriska Mulia Harahap di Jakarta, Senin (25/11/2024).

Pernyataan Sonya menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto agar BULOG melakukan transformasi kelembagaan dengan mengembalikan dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menjadi badan yang menangani logistik nasional dan berada langsung di bawah Presiden seperti di era Presiden Soeharto.

Empat Faktor

Menurut Sonya yang juga mantan Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum BULOG, transformasi yang diinginkan Presiden Prabowo Subianto merupakan salah satu langkah nyata dalam mewujudkan visi untuk mewujudkan kemandirian pangan pada tahun 2029. Transformasi bentuk kelembagaan harus betul-betul mempertimbangkan setidaknya empat faktor.

Pertama, perubahan status SDM. Apakah nantinya semua pegawai Perum BULOG kira-kira 4000 orang akan diserap semua menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara)? Kedua, dalam hal aset lembaga.  Bagaimana pertimbangannya agar aset-aset  di daerah (kantor, gudang, rumah dinas dll) dapat dipertahankan sehingga BULOG bisa melakukan operasional sampai di daerah terpencil? Dengan adanya UU Otonomi Daerah, apabila bentuk BULOG adalan LPND (Lembaga Pemerintah Non Departemen/Kementerian),  tidak akan memiliki instansi vertikal di daerah, artinya aset di daerah akan dialihkan ke Pemda (Pemerintah Daerah).

Ketiga, dari sisi keuangan. Bagaimana BULOG akan mendapatkan sumber pendanaan? Apabila bentuknya badan sumber keuangannya dari APBN. Namun mekanisme APBN adalah reimburse/penggantian, sehingga untuk mendanai pembelian komoditas pangan pada saat musim panen diperlukan ketersediaan dana di awal yang selanjutnya nanti akan diaudit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebelum diganti oleh pemerintah. Proses penggantian yang terlalu lama sering membuat posisi keuangan institusi tidak sehat. 

Keempat, apabila menjadi badan, apakah BULOG bisa melakukan bisnis komersial seperti sekarang? Bagaimana dengan laporan keuangannya? Apakah bisa mencantumkan laba rugi atau hanya defisit surplus?

“Keempat faktor tersebut harus dipertimbangkan kelebihan dan kekurangannya ketika diputuskan dilakukan perubahan kelembagaan BULOG menjadi Badan,” kata Sonya yang pernah berkarier selama 27 tahun di BULOG. Apalagi dia terlibat menjadi panitia pada saat perubahan BULOG dari LPND) menjadi Perum (perusahaan umum) pada 2003 yang lalu. Pada saat itu dampak dari perubahan sangat besar dan baru bisa diselesaikan beberapa tahun setelah terbentuknya Perum. 

Kendati demikian, lanjut Sonya, untuk mencapai kemandirian pangan artinya negara mampu memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan dalam negerinya sendiri.  Hal ini terkait dengan produksi pangan dalam negeri mesti cukup yang merupakan kegiatan di hulu (on farm) dan merupakan tugas dan fungsi dari Kementerian Pertanian.  

“Hasil produksi inilah yang akan dibeli BULOG sebagai penyerap (off-taker) sehingga petani mendapatkan jaminan pasar atas hasil produksinya. Untuk itu perlu kerjasama dan koordinasi yang kuat antara Kementan, BULOG dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya agar visi Presiden dapat terlaksana,” ujar Sonya, doktor manajemen lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI).

Tiga Pilar

Akademisi di Universitas BINUS (Bina Nusantara), Jakarta itu mengungkapkan, dalam sejarah Perum BULOG melalui berbagai transformasi baik dalam bentuk kelembagaan maupun tugas dan fungsinya, peran BULOG terus berkembang sesuai dengan prioritas pemerintah dan kebutuhan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Mulai dari mengamankan penyediaan pangan dan menjaga stabilitas harga beras, menjadi memperluas lingkup hingga ke berbagai komoditas dan peningkatan mutu gizi pangan, lalu pengelolaan persediaan bahan pokok, dan penanganan komoditas beras.

Dikemukakan, peran BULOG dalam ketahanan pangan diwujudkan melalui tiga pilar yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas. Untuk mewujudkan ketersediaan BULOG berfungsi sebagai offtaker atas hasil produksi petani dalam negeri dengan membeli pada saat panen. Dalam mewujudkan keterjangkauan BULOG melakukan penyimpanan cadangan pangan pemerintah dan pemerataan stok agar tersedia di seluruh Indonesia dengan harga yang terjangkau bagi konsumen.

Sedangkan dalam mewujudkan stabilitas harga di tingkat petani, lanjut Sonya, peran BULOG melakukan pembelian hasil produksi petani dengan HPP (Harga Pembelian Pokok) berupa beras dan HAP (Harga Acuan Pembelian) berupa jagung dan kedelai, serta stabilitas di tingkat konsumen melalui operasi pasar untuk meredam gejolak harga pada musim paceklik.

Proses Transformasi

Diungkapkan, pada awal BULOG dibentuk pada 1967 sebagai LPND berperan sebagai regulator dan operator.  Pada era reformasi, BULOG dituntut untuk lebih transparan dan akuntabel sehingga pada 20 Januari 2003 kelembagaan BULOG berubah dari LPND menjadi Perum melalaui Peraturan Pemerintah No 13/2003.  Dengan perubahan ini,  peran BULOG berubah menjadi operator saja.  Sedangkan peran regulator dilakukan Kementerian/Lembaga terkait. Misalnya, untuk urusan di hulu (on-farm) adalah Kementerian Pertanian, di hilir (konsumen) adalah Kementerian Perdagangan, urusan keuangan di Kementerian Keuangan, urusan bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial, dll.

Oleh karena itulah, lanjut Sonya, melalui berbagai regulasi, BULOG terus melanjutkan tugas dan tanggung jawab dalam rangka ketahanan pangan nasional berupa pengamanan harga beras, pengelolaan cadangan pangan beras Pemerintah, dan pendistribusian pangan beras kepada golongan masyarakat tertentu.  Misalnya melalui Perpres No. 48, BULOG yang berperan untuk menjaga ketersediaan pangan dan kestabilan harga pangan.

Namun, kata Sonya, dengan jumlah regulator yang cukup banyak, seringkali mengakibatkan ketidaksinkronan kebijakan antara Kementerian/Lembaga dan kebijakan yang bersifat ad-hoc (sementara), sehingga berdampak pada berbagai kendala dalam melaksanakan penugasan BULOG, maka pada 2022 dibentuk Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai regulator berdasarkan Perpres No. 66 dengan tujuan agar koordinasi dengan regulator melalui satu pintu dan lebih sederhana.

Selanjutnya, Perpres No. 125 tentang Cadangan Pangan Pemerintah diterbitkan  untuk penguatan posisi BULOG sebagai Perusahaan Operator Pangan Pemerintah di bawah koordinasi Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang ditugaskan untuk mengelola penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP), utamanya untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai. 

“Singkatnya, baik bentuk LPND maupun perum, peran BULOG sebagai lembaga yang berperan di sektor pasca panen (off-farm) yang melakukan intervensi pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan. BULOG adalah lembaga parastatal yang merupakan lembaga pemasaran pangan yang berperan menjaga kestabilan distribusi dan harga pangan.  BULOG menggerakkan aliran produk pangan dari sentra produksi ke sentra konsumsi, sehingga tercapai keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan,” ujar Sonya. 

Menurutnya, yang perlu mendapatkan perhatian dengan bentuk kelembagaan LPND ataupun perum dapat dilihat, BULOG telah mampu melaksanakan tugas dan fungsinya selama 57 tahun ini secara garis besar dengan baik. Meskipun tidak dimungkiri tedapat kekurangan dan dijumpai kendala di sana sini, namun juga terdapat kelebihannya.

Oleh karenanya, lanjut Sonya, rencana perubahan BULOG menjadi Badan tentunya harus dikaji secara mendalam agar fit (sesuai) dengan lingkungan strategis yang ada saat ini dengan menimbang kelebihan dan kekurangannya,” ujar Sonya yang menyelesaikan studi masternya di Melbourne Business School, University of Melbourne dan studi sarjananya di bidang Computer Engineering di Boston University, Massachusetts, USA.

Terpenting, kata dia, transformasi proses operasionalnya dengan menganut prinsip rantai pasok (supply chain).  Apabila operasionalnya  terintegrasi dengan baik, BULOG akan memiliki early warning system (sistem peringatan dini) dalam bentuk food balance sheet (neraca pangan) dan akhirnya dapat memberikan pelayanan yang excellent, transparan dan efesien bagi pemerintah.  

“Semua dapat diprediksi dan tidak akan terjadi  fluktuasi harga terlalu besar pada musim panen maupun paceklik, pada saat banjir maupun sungai mengering, atau saat normal maupun bencana di dalam negeri,” pungkas Sonya dalam wawancara dengan jurnalis senior Selamat Ginting di kanal Youtube SGinting Official. 


/sgo

Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...