Photo: courtesy cnnindonesia.com |
Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk
belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah tepat, mengingat Brasil
merupakan salah satu negara yang memiliki cerita sukses dalam mengimplementasikan
program makan bergizi dan dapat menjadi referensi bagi Indonesia. Pernyataan
ini disampaikan analis manajemen kebijakan pangan, Sonya Mamoriska Mulia
Harahap menanggapi kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke Brasil,
baru-baru ini.
“Cerita sukses Brasil dapat menjadi referensi
bagi Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi nasional. Brasil menganut
kebijakan ketahanan pangan dan gizi yang terpadu (closed-loop) dengan
kebijakan lainnya. Kebijakannya diimplementasikan
melalui program terpadu yang dikelola dengan melibatkan sektor publik
(Kementerian/Badan), sektor swasta (perusahaan di bidang pertanian,
agribisnis), serta sektor ketiga (LSM, serikat pekerja, konfederasi pedesaan,
federasi pengusaha) yang memberikan efek berganda di berbagai sektor (multiplier
effect),” kata Sonya Mamoriska Mulia Harahap di Jakarta, Rabu (27/11/2024).
“Rencana Program Makan Bergizi
Gratis (MBG) yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto di hadapan para
pemimpin negara pada KTT G20 di Brasil pada 18 November 2024 lalu merupakan langkah nyata agar
program prioritas pemerintahannya ini segera bergulir mulai semester depan,”
ujar Sonya saat wawancara dengan jurnalis senior Selamat Ginting untuk kanal berita
Selamat Ginting Official.
Selanjutnya program MBG ini pun langsung
mendapatkan dukungan dari negara lain untuk pelaksanaannya, seperti Brasil,
China, Amerika Serikat, dan Prancis. Namun demikian, menurut Sonya, program MBG
ini sejatinya bukan program baru karena sudah banyak negara yang telah sukses
mengimplementasikannya.
“Saat ini sudah ada 98 negara yang tergabung
dalam koalisi negara pemberi MBG (School Meals Coalition) yang diketuai
Brasil dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan skala program MBG guna
memastikan bahwa setiap anak dapat menerima makanan sehat dan bergizi di
sekolah hingga tahun 2030 mendatang,” ujar akademisi Universitas BINUS (Bina
Nusantara), Jakarta.
Oleh karena itu, lanjut Sonya, niat Presiden
Prabowo sudah tepat dengan segera mengirim tim khusus yang akan mempelajari
program MBG di sekolah Brasil. Bak gayung bersambut, Brasil pun siap membantu
dan berbagi pengalamannya kepada Indonesia. “Semoga program ini segera terwujud
sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kelaparan dan kemiskinan,” ungkap Sonya
yang melakukan kegiatan studi banding pelaksanaan bantuan pangan ke Brasil pada petengahanJuli 2024 lalu, saat menjadi Direktur
Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum BULOG.
Potret
Anak Indonesia
Menurut Sonya, niat Presiden Prabowo untuk
segera menjalankan program MBG juga merupakan situasi yang mendesak, mengingat
kondisi potret anak Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Padahal selain tumpuan
harapan dari setiap keluarganya, mereka juga merupakan aset bangsa yang sangat
penting dan berharga. Masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan tingkat
pendidikan, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan anak-anak yang akan
menjadi generasi penerus satu bangsa.
Namun, kata dia, kondisi masa depan anak-anak
Indonesia sangat mengkhawatirkan. Jumlah anak usia dini hingga 18 tahun di
Indonesia ada sekitar 90 juta orang, atau sekitar 30% dari jumlah penduduk Indonesia.
Pada 2045, anak-anak tersebut akan
berada pada usia 28-45 tahun yang merupakan periode emas usia produktif., Mereka
generasi penerus yang
akan mengelola dan memimpin negeri tercinta ini.
“Oleh karena itu, sangat beralasan jika sejak
dini anak harus mendapat perhatian secara serius dan sungguh-sungguh. Jika tidak, Indonesia Emas 2045 yang
ditetapkan melalui Undang-Undang No.59 Tahun 2024 akan sulit untuk menjadi
kenyataan,” ujar Sonya, doktor manajemen strategis lulusan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia (UI).
Selanjutnya menurut Sonya, dengan urgensi yang
jelas untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi, maka penerapan program MBG di
sekolah di Indonesia dipandang penting dan mendesak untuk mengatasi persoalan
tingkat perkembangan dan pendidikan anak-anak Indonesia. Selain itu, implementasi program ini dapat membawa
manfaat signifikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan berkontribusi pada
kesehatan masyarakat, keamanan pangan dan pembangunan sosial-ekonomi yang lebih
inklusif dan berkelanjutan.
Kendati demikian, kata dia, tantangan yang akan
dihadapi tentunya beragam, termasuk penetapan jumlah makanan yang disajikan,
kontrol atas biaya per makanan, kualitas nutrisi yang terpenuhi sesuai dengan
angka kecukupan gizi. Termasuk kontrol
pelaksanaan program atas kepuasan pengguna dan signifikansi peningkatan dampak ekonomi
dan peningkatan kualitas kesehatan.
Dikemukakan, patut digarisbawahi agar
pelaksanaan program dapat berkesinambungan, pemerintah perlu mengatur berbagai
aspek dengan strategi yang menyeluruh. Antara lain pendanaan dan keberlanjutan
finansial, infrastruktur dan logistik yang terhubung dan terintegrasi, SDM,
regulasi dan kebijakan yang adaptif dan tidak birokratis, keterlibatan dan
kepuasan komunitas, manajemen risiko, evaluasi dan monitoring, teknologi dan
kemitraan strategis.
Menurutnya, produksi pangan lokal, penyediaan
makan di sekolah dan pendidikan gizi merupakan kebijakan terpadu untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan yang sehat dan bergizi guna
menjamin ketahanan pangan dan gizi nasional. Kepemimpinan pemerintah, legislasi
yang kuat, partisipasi masyarakat sipil dan pengambilan keputusan lintas
sektoral yang saling terpadu merupakan faktor-faktor yang menentukan.
Mengenai peran BULOG dalam mendukung
program BMG tersebut, menurut Sonya, ada dua hal. Pertama, BULOG tetap fokus
pada pilar ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas. Kedua, untuk program BMG,
BULOG dapat berperan sebagai pemasok bahan baku (beras, telur, minyak goreng,
dll) kepada KUD/BUMDes (Koperasi Unit Desa)/Badan Usaha Milik Desa) yang
ditunjuk oleh Badan Gizi Nasional.
Apalagi BULOG memiliki jaringan
mitra binaan RPK (Rumah Pangan Kita) di seluruh Indonesia yang dapat
diefektifkan menjadi mitra distribusi.
“Tentu saja dengan satu syarat, proses transformasi operasional BULOG sesuai prinsip rantai pasok (supply chain) segera terwujud," kata Sonya yang menyelesaikan studi sarjananya di bidang Computer Engineering (Tehnik Komputer) di Boston University, Massachusetts, Amerika Serikat, dan studi masternya di Melbourne Business School, University of Melbourne.
Diungkapkan, Brasil telah mengimplementasikan Program
Brasil Tanpa Kelaparan sejak tahun 2023 di
bawah kepemimpinan Presiden Luis Inacio Lula da Silva. Program
ini menjadi tonggak penting dalam sejarah ketahanan pangan di Brasil dan
terdiri dari berbagai inisiatif untuk mengurangi kelaparan dan malnutrisi. Salah satu inisiatif program adalah Programa
Nacional de Alimentação Escolar
(PNAE) yang merupakan program
MBG untuk siswa di sekolah. Program
ini dipadukan dengan Program Pengadaan Pangan (Programa de Aquisição de Alimentos/PAA) yang dikelola CONAB (Companhia Nacional
de Abastecimento) – sebuah lembaga
sejenis BULOG di Indonesia yang melakukan pengadaan dan
distribusi pangan melalui pembelian dari petani kecil, penyimpanan, dan
pendistribusian makanan ke berbagai institusi sosial yang membutuhkan.
Menurutnya, keberhasilan implementasi program
kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi serta posisi terdepan Brasil sebagai negara
eksportir produk pertanian dan pertanian ditentukan oleh suksesnya pengelolaan
agribinis yang didukung riset pertanian, pembiayaan melalui kredit, dan bantuan
teknis. Riset pertanian dilakukan EMBRAPA (Empresa Brasileira de
Pesquisa Agropecuária), sebuah perusahaan di bawah Kementerian
Pertanian dan Peternakan – MAPA (Ministério
da Agricultura, Pecuária e Abastecimento). Pembiayaan diberikan
melalui kredit perbankan dan bantuan teknis kepada petani atau peternak
diberikan melalui Konfederasi Pertanian
dan Peternakan Brasil (Confederação da Agricultura e Pecuária do
Brasil/CNA).
Pencapaian ketahanan
pangan Brasil dari segi kuantitas,
lanjut Sonya, dibuktikan dengan penyediaan pangan yang bersumber dari dalam
negeri dan posisi Brasil sebagai salah satu negara eksportir pangan terbesar
dunia. Dari segi kualitas, Brasil menyediakan pangan tidak hanya dalam bentuk bahan
makanan, namun sudah siap saji, murah, bergizi, mudah diakses bagi
masyarakatnya. Selain infrastrukturnya, Brasil juga menyiapkan kerangka hukum
kebijakan pelaksanaan program BMG yang kuat sebagai landasannya.
Pengakuan
Internasional
Sonya menceritakan pengalamannya saat studi banding
pelaksanaan bantuan pangan ke Brasil pada pertengahan Juli
2024 lalu. Brasil mendapat pengakuan internasional atas upaya dan pencapaiannya
dalam mengurangi kelaparan. Pada 2014, Brasil berhasil keluar dari peta
kelaparan global yang dibuat Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, setelah
mencapai target pengurangan kelaparan dalam Millenium
Development Goals (MDGs).
Terdapat empat hal pembelajaran dan tantangan penerapan
dari program MBG Brasil,
kata Sonya. Pertama, pentingnya keterlibatan masyarakat: melibatkan masyarakat,
terutama petani lokal, dalam proses pengadaan makanan sangat penting untuk
menjamin keberlanjutan program. Kedua, anggaran yang cukup: program makanan
sekolah membutuhkan anggaran yang cukup besar untuk menjamin keberhasilannya.
Ketiga, pengawasan yang ketat: Pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan kualitas makanan dan efektivitas program. Keempat, evaluasi berkala: Evaluasi secara berkala perlu dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dan melakukan perbaikan.
/sgo