|
Foto: Jenderal TNI Andika Perkasa (Antara) |
Pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto
sebagai Panglima TNI hingga kini masih misteri. Presiden Joko Widodo (Jokowi)
belum juga mengirimkan nama calon Panglima TNI kepada DPR RI. Padahal
masa pensiun Marsekal Hadi Tjahjanto sudah dekat yaitu pada 8 November 2021. Hal
iini membuat publik bertanya-tanya, siapa gerangan Panglima TNI selanjutnya?
Pengamat komunikasi politik dan militer
dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta,
Selamat Ginting punya analisis menarik
mengenai pergantian Panglima TNI tahun ini. Menurut Selamat Ginting,
pergantian Panglima TNI saat ini diwarnai dinamika politik yang sangat tinggi.
Ada tarik menarik kepentingan politik di balik suksesi Panglima TNI, karena
terkoneksi dengan pemilihan presiden 2024 mendatang.
Selamat Ginting memperkirakan Jokowi
akan melakukan reshuffle kabinet pada 20-21 Oktober ini, di saat
pemerintahannya memasuki masa dua tahun pada periode kedua. "Reshuffle
kabinet ini apakah para kepala staf angkatan atau Panglima TNI akan masuk ke
jajaran kabinet atau tidak?. Hal ini akan mempengaruhi konstalasi pergantian
Panglima TNI," kata dia dalam wawancara dengan Hersubeno Arief dari FNN di
kalan youtube, Jumat (8/10).
Konsultasi ke Empat Tokoh
Selamat Ginting menduga molornya
waktu pergantian Panglima TNI karena ada tarik menarik kepentingan politik.
Kata Ginting, setidaknya Jokowi akan bertanya ke sejumlah orang untuk mencari
calon Panglima TNI yang pas.
Pertama Jokowi akan bertanya ke
Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP sebagai partainya Presiden Jokowi dan
partai pemenang pemilu 2014 dan 2019. Pendapat Megawati akan menjadi acuan.
Kedua adalah orang militer yang punya pengaruh kuat di kabinet yaitu Jenderal
(Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.
Ketiga, Menteri Pertahanan Prabowo
Subianto, karena Panglima TNi akan bekerja sama dengan Menhan. Keempat adalah
Jenderal (Purn) Wiranto di Wantimpres.
“Empat orang ini akan mempengaruhi keputusan
Presiden Jokowi. Dan tentu saja Jokowi
juga akan meminta pendapat dari Marsekal Hadi Tjahjanto tentang suksesornya. Ini
bukan soal giliran matra atau tidak, tapi terkait tarik menari kepentingan politik
yang sangat tinggi,” kata kandidat doktor ilmu politik ini.
Pergantian Panglima TNI ini, lanjut
Selamat Ginting, terkait dengan rencana proses pergantian kepemimpinan nasional
di tahun 2024. Kalau kita perhatikan survei-survei yang muncul dari kalangan militer
sebagai bakal capres/cawapres ada empat orang. Mereka ialah Prabowo, AHY, Gatot
Nurmantyo dan Andika Perkasa. Ditambah Budi Gunawan dari unsur
purnawirawan Polri. Nama Tito Karnavian
justru belum muncul dalam beberapa survei.
"Jadi posisi Andika akan menjadi tanda tanya besar. Apakah akan diplot
menjadi Panglima TNI atau justru masuk dalam kabinet atau pejabat setingkat
Menteri pada 20-21 Oktober 2021 ini," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Unas.
Andika Perkasa Dampingi Puan
Jika suara Andika Perkasa terus
mencuat dalam beberapa survei, bukan tidak mungkin kata Ginting, Andika akan
menjadi kandidat kuat sebagai bakal cawapres mendampingi Puan Maharani. Jika
Puan disandingkan dengan Prabowo Subianto, maka Puan akan menjadi orang nomor
dua.
"Kalau dengan Prabowo posisi
Puan akan menjadi nomor dua. Kalau dengan Gatot Nurmantyo dan AHY rasanya tidak
mungkin dipasangkan. Karena beda haluan politiknya. Jadi ada kemungkinannya Puan diduetkan dengan Andika
Perkasa. Ini yang akan menjadi tarik menarik
kepentingan politik," ujar Selamat Ginting.
Dari situ saja, kata Ginting, ada
kecenderungan Megawati menginginkan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI. Begitu
juga kemungkinan saran dari Luhut Binsar Panjaitan, Prabowo Subianto, dan
Wiranto. Ia meyakini Hadi Tjahjanto
kemungkinan justru akan memilih Yudo Margono dengan alasan lebih dekat secara
psikologis dan sosiologis dibandingkan hubungan Hadi dengan Andika Perkasa
seperti terlihat di depan publik.
“Koneksitas komunikasi sosial Hadi
Tjahjanto lebih dekat kepada Yudo Margono daripada dengan Andika Perkasa. Ada kedekatan emosional, dan ada loyalitas.
Nah, sekarang tinggal Jokowi. Apakah dia beani berbeda pendapat dengan Megawati
serta tiga senior TNI yang mungkin akan diminta sarannya.”
Jadi, kata Ginting, tidak mungkin
Jokowi akan mengabaikan Andika Perkasa. Jika tidak dipilih menjadi Panglima
TNI, maka akan dicarikan tempat lain yang juga terhormat. Mirip seperti ketika
Budi Gunawan batal menjadi kepala Polri, kemudian ditempatkan sebagai Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN) dan dinaikkan pangkatnya menjadi bintang empat.
Sehingga, lanjutnya, jika Andika
dimasukkan dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini, posisinya kemungkinan
besar adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menggantikan Moeldoko. Sudah ramai Moeldoko akan dicopot sebagai KSP.
Posisi ini kemungkinan akan menjadi tempat bagi Andika Perkasa jika ia tidak direncanakan
untuk menjadi Panglima TNI.
Apabila itu terjadi, lanjutnya, maka
Andika harus pensiun satu tahun lebih dahulu dari usia maksimal pensiun militer
58 tahun. Sama dengan Tito Karnavian yang harus pensiun dini dari kepolisian,
karena harus masuk kabinet. “Apakah
Andika mau? Apakah Andika juga berani menolak perintah presiden? Kita lihat
saja perkembangannya," ujarnya.
Tapi, lanjut Selamat Ginting, bukan
berarti Moeldoko akan disingkirkan tanpa jabatan. Dia tetap masuk kabinet
dengan posisi menteri. Sebab, KSP adalah orang kepercayaan Presiden,
sehingga tidak mungkin dibuang tanpa mendapatkan kompensasi jabatan lain
setingkat menteri.
Menurut Selamat Ginting, untuk
mencari figur Panglima TNI ini bukan cuma loyalitas tapi juga kedekatan serta
komunikasi dengan presiden. Dari tiga kepala staf angkatan, Andika paling dekat
dengan Presiden Jokowi, karena pernah menjadi Komandan Paspampres. Ini
salah satu modal sosial yang dimiliki Jenderal Andika dibandingkan Laksamana
Yudo Margono maupun Marsekal Fadjar Prasetyo. "Kalo kita lihat relasi
politiknya Andika sangat diuntungkan dibandingkan kandidat lainnya,"
katanya.
Menurut Selamat Ginting, masa
peralihan kepemimpinan nasional pada 2024 mendatang, membutuhkan stabilitas
politik sangat kuat. Biasanya yang diperlukan adalah tokoh Angkatan Darat.
Kenapa? Karena AD mempunyai basic teritorial yang baik setidaknya semenjak Orde
Baru hingga sekarang.
Ketika Hadi Tjahjanto dibiarkan
sampai hampir empat tahun, maka Hadi adalah orang yang dipercaya Presiden
Jokowi. Namun, sekaligus ada kecendrungan Presiden Jokowi mengulur-ulur waktu
untuk Andika dalam meraih posisi Panglima TNI. Sehingga Andika hanya punya
waktu satu tahun jika menduduki posisi Panglima TNI. Sebuah waktu yang sangat
singkat untuk jabatan strategis sekelas Panglima TNI dan selama ini belum
pernah ada jabatan ini hanya diemban selama satu tahun saja.
“Di sinilah nilai minus Andika
Perkasa dari sisi waktu jelang pensiun. Sementara menjadi nilai plus bagi Yudo
Margono dan Fadjar Prasetyo.”
Lompatan Dudung Jadi Panglima
TNI
Bahkan skenario baru bisa terjadi
jika Andika Perkasa masuk dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini. Menurut Selamat
Ginting, pengganti Andika sebagai KSAD bisa jadi Panglima TNI. Walau dia
menjabat hanya hitungan satu hari sekali pun.
"Misalnya Letjen Dudung Abdurachman
dilantik menjadi KSAD pada 20-21 Oktober 2021 berbarengan dengan menteri
kabinet. Pada November dia juga bisa diusulkan menjadi Panglima TNI. Karena
syarat jadi Panglima TNI adalah orang yang pernah dan sedang menjadi kepala
staf angkatan," ujar Selamat Ginting, wartawan senior yang sekitar 30
tahun mengamati masalah pertahanan keamanan.
Jika Andika dimasukan dalam gerbong
cabinet atau setingkat Menteri, seperti KSP, maka peluang KSAL Laksamana Yudo
Margono menjadi sangat besar untuk menjadi Panglima TNI. Kesempatan bagi matra
laut untuk Kembali memimpin Mabes TNI. Namun kata Selamat Ginting, ada satu hal
yang menjadi kelemahan Yudo Margono yakni peristiwa tenggelamnya KRI
Nanggala. Ini yang mengganjal Yudo, karena sebagai pimpinan TNI AL, dia
juga harus bertanggung jawab dalam peristiwa naas tersebut.
"Kalo Fadjar Prasetyo agak tipis
peluangnya. Tidak mungkin Panglima dari AU kemudian kembali dikembalikan lagi
ke matra udara lagi. Berbeda dengan matra darat sangat memungkinkan dari AD ke
AD. Apa sebab? Karena AD jumlah personelnya sangat besar," ungkap Selamat
Ginting.
Menurutnya, Jokowi dalam dinamika
politik seperti saat ini butuh figur yang cukup berani mengambil risiko
dibandingkan sejumlah jenderal lainnya. Terlepas dari kontroversi Dudung dalam
kasus pencopotan baliho FPI dan HRS, tapi dia berani bertindak. Itu pertempuran
proxi baginya.
"Tentu bagi pendukung FPI dia
dianggap cela. Namun, bagi Presiden Jokowi serta pihak yang berlawanan dengan
cara FPI dan HRS, cara Dudung adalah kredit poin paling tinggi," ungkap Selamat
Ginting.
Tipikal Dudung, menurutnya, adalah
orang yang dibutuhkan Presiden Jokowi. Dalam beberapa kesempatan di Istana,
misalnya. Ketika presiden mengumpulkan para Pangdam dan Kapolda. Jokowi tiga
kali menyebut nama Dudung untuk dijadikan contoh pemimpin yang berani bertindak.
“Kalian harus berani seperti Dudung,
sampai tiga kali diucapkan Jokowi,” ucap Ginting.
Dari situ ia yakin, Dudung akan menjadi pimpinan TNI.
Terbukti jadi Panglima Kostrad dan sekarang calon kuat KSAD. Nyaris tidak ada
tandingan walaupun ada beberapa seniornya lulusan Akmil 1988-A maupun 1987. “Terlepas
juga apakah ada hubungan relasi kuasa ataupun koneksi politik antara almarhum mertuanya
sebagai pengurus Baitul Muslimin di PDIP.
Itulah Dudung dengan plus minusnya," katanya.
/selamatgintingofficial