28 December 2022

KSAL Laksamana M Ali Kawal Pergantian Kepemimpinan Nasional


Photo: Ambalat, April 2013
Pos TNI AL Pulau Sebatik, Kab. Nunukan
Kalimantan Utara

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting memprediksi,  

Laksamana Muhammad Ali akan menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) hingga masa peralihan kepemimpinan nasional 2024. 




"Dia yang paling memungkinkan menjadi KSAL dibandingkan sejumlah laksamana madya lainnya, sehingga diberi mandat menjadi KSAL. Sejak sebulan lalu saya sudah prediksi Muhammad Ali yang akan menjadi KSAL," ujar Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Rabu (28/12/2022).

Presiden Joko Widodo, lanjut Selamat Ginting, membutuhkan pimpinan TNI yang dapat mengawal pergantian kepemimpinan nasional pada Oktober 2024. Stabilitas nasional antara lain menjadi tugas pimpinan TNI, baik itu Panglima TNI maupun tiga kepala staf angkatan, serta Kepala Polri.

"Tidak mungkin Presiden akan mengganti pimpinan TNI dalam kurun waktu kurang dari setengah tahun di tengah situasi politik yang cenderung akan panas pada April hingga Oktober 2024," ujar Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik Unas.

Dikemukakan, dibandingkan sejumlah laksamana madya yang lain, Muhammad Ali punya masa dinas normal hingga 2,5 tahun lagi. Sehingga bisa diberikan tugas untuk mengawal matra laut.

"Penunjukan Muhammad Ali sebagai KSAL, sekaligus menunjukkan Angkatan Laut berhasil melakukan kaderisasi secara normal dan berkesinambungan. Ali dua angkatan di bawah Laksamana Yudo Margono," ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Penunjukan Laksamana Ali, kata Selamat Ginting, tidak akan menimbulkan gejolak di lingkungan Angkatan Laut. Ali lukusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1989, memenuhi syarat semuanya, antara lain berasal dari Korps Pelaut, pernah beberapa kali menjadi komandan kapal perang, menjadi panglima armada, dan asisten KSAL. Itulah beberapa persyaratan di matra laut yang dipenuhi Ali sebagai pimpinan Angkatan Laut di era terakhir kepemimpinan Presiden Jokowi.

Selamat Ginting membandingkan karier Ali yang hampir sama dengan Yudo Margono. Sebelum menjadi KSAL, Yudo juga menduduki posisi Panglima Kogabwilhan I, seperti yang  diemban Muhammad Ali sebelum menjadi KSAL. Ali juga pernah menjadi Panglima Koarmada I menggantikan Yudo Margono (2018-2019). Kemudian Ali menjadi asisten perencanaan dan anggaran KSAL (2020-2021). Pernah menjadi Gubernur AAL (2018-2019), dan Koordinator Staf Ahli KSAL (2019).

/sgo

19 December 2022

Deddy Corbuzier Berikan Panggung Untuk Keturunan PKI, Bela Negara Untuk Siapa?

Photo: Dokumen Pribadi
Keluarga Besar Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani


Salah satu musuh bagi Angkatan Darat adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncaknya saat peristiwa G-30S/PKI tahun 1965 ketika pimpinan Angkatan Darat, Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani dkk diculik dan dibunuh oleh pasukan Batalyon-1 Tjakrabirawa. Pasukan pengawal presiden yang disusupi PKI. Semua personel TNI selalu diingatkan tentang ancaman bahaya laten komunis. 

“Di satu sisi, pesohor Deddy Corbuzier yang kini diberikan pangkat Letkol (Tituler) Angkatan Darat, dalam beberapa tayangan di media sosialnya, justru memberikan panggung kepada keturunan PKI. Mengapa pemerintah tidak memperhatikan efek negatif dari kontroversi Deddy Corbuzier?” kata analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Menurut Selamat Ginting, bangsa Indonesia harus tetap mewaspadai munculnya bahaya komunis, karena PKI merupakan bahaya laten yang bisa menyusup dan bertransformasi dalam wujud baru. Disebut bahaya laten, karena komunis bisa  menyusup ke dalam sendi-sendi kehidupan bernegara. Bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah bangsanya agar tidak kehilangan jati dirinya.

“Saya tidak habis pikir saja, mengapa tayangan media sosial Deddy Corbuzier tidak dijadikan pertimbangan sebelum dia diberikan pangkat tituler? Masalah G30-S/PKI malah dijadikan bahan lelucon di medsosnya oleh seorang tamunya. Seolah-olah PKI tidak bersalah dalam peristiwa kelam bagi bangsa Indonesia,” kata Ginting mengkritik keras.

Dikemukakan, dalam peristiwa G-30S/PKI 1965, enam perwira tinggi dan satu perwira pertama menjadi korban kebiadaban PKI. Para kusuma bangsa itu adalah Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Letjen (Anumerta) Suprapto, Letjen (Anumerta) S. Parman, Mayjen (Anumerta) D.I Panjaitan, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomihardjo, Mayjen (Anumerta) M.T Haryono, dan Kapten Zeni (Anumerta) Pierre Tenderan.

“Jika para keluarga pahlawan revolusi melihat tayangan medsos Deddy Corbuzier yang menjadikan peristiwa G30S/PKI sebagai lelucon di stand-up comedy maupun podcast-nya, apakah mereka bisa menerimanya? Ini masalah luka bangsa yang mestinya dipahami Deddy,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. 

Selamat Ginting menjelaskan, perseteruan Angkatan Darat dengan PKI sudah terjadi sejak peristiwa Madiun September 1948. Peristiwa ini melibatkan golongan kiri, seperti Partai Buruh Indonesia, Partai Sosialis, dan Front Demokrasi Rakyat. Anggota golongan kiri itu didominasi anggota komunis yang berniat mendirikan negara komunis dengan pusatnya di Madiun, Jawa Timur.

“Di sinilah TNI Angkatan Darat menumpas pemberontakan yang dipimpin tokoh komunis Muso. Jadi komunis adalah musuh utama bagi Angkatan Darat,” ungkap Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.

Selamat Ginting mengingatkan jangan hanya karena seorang pesohor memiliki followers (pengikut) yang banyak, kemudian dengan mudah dan murahnya diberikan pangkat tituler. Kasus ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah, karena akan menjadi kontroversi dalam sejarah TNI.

“Ingat peristiwa 1965 ketika PKI menyusup ke dalam TNI dan mempengaruhi Resimen Tjakrabirawa, pengawal presiden. Mengapa hal ini tidak dijadikan pertimbangan agar TNI tidak mudah memberikan warga sipil pangkat kehormatan menjadi militer tituler,” pungkasnya.

/sgo

17 December 2022

Tendean dari Letnan Menjadi Kapten Deddy dari Letnan Menjadi Letkol, Kewarasan Bangsa Sedang Diuji

Photo: merdeka.com & Tempo.co

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting membandingkan perjuangan yang dilakukan pahlawan revolusi Kapten Zeni (Anumerta) Pierre Tendean dengan pesohor Letnan Kolonel/Letkol (Tituler) Deddy Corbuzier. Perbandingan keduanya bagaikan bumi dengan langit.

“Pierre Tendean saat berpangkat Letnan Satu (Lettu) gugur dalam peristiwa G-30S/PKI tahun 1965. Ia kemudian dinaikkan pangkatnya satu tingkat menjadi Kapten Zeni (Anumerta). Sementara pesohor Deddy Corbuzier dari pangkat Letnan Dua (Letda) Komponen Cadangan (Komcad), tiba-tiba diberikan pangkat Letnan Kolonel (Letkol) Tituler, naik empat tingkat. Kita sedang diuji kewarasannya sebagai bangsa,” ungkap Selamat Ginting di Jakarta, Ahad (18/12/2022).

Menurut Selamat Ginting, semua pahlawan revolusi, termasuk Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani dan para jenderal lainnya, hanya mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula. Begitu juga para prajurit TNI maupun Polri yang gugur dalam tugas hanya akan mendapatkan kenaikan pangkat anumerta, satu tingkat lebih tinggi.

“Mereka tidak akan pernah menggunakan tanda pangkat barunya, karena sudah berada di peti mati dan di alam kubur. Di mana keadilan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan ketika memberikan pangkat Letkol Tituler kepada seorang pesohor Deddy Corbuzier?” ujar Ginting mempertanyakan.

Selamat Ginting mengaku sengaja membuat perbandingan antara Pierre Tendean dengan Deddy Corbuzier, karena semula keduanya sama-sama berpangkat letnan. Pierre Tendean dengan pangkat Lettu Zeni dan Deddy Corbuzier dengan pangkat awal Letda Komcad.   

Dikemukakan, Pierre Tendean merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) di Bandung tahun 1961. Setamat dari Akmil dia ditugaskan menjadi Komandan Peleton di Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur)-1 Kodam Bukit Barisan, Medan. Setahun kemudian mendapatkan pendidikan intelijen dan pindah tugas di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD), kini disebut Pusat Intelijen Angkatan Darat (Pusintelad atau PIAD).

Pierre, lanjut Ginting, ditugaskan menjadi mata-mata ke Semenanjung Malaya (kini Malaysia) dalam konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Piere memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Singapura dan Malaysia.

“Beberapa kali berhasil mengebom sejumlah tempat dan mampu menyelamatkan diri dari kejaran tentara Inggris. Ia kembali ke Tanah Air dengan selamat. Keberhasilannya itu membuat pimpinan ABRI memintanya menjadi ajudan Menko Hankam Kepala Staf ABRI Jenderal AH Nasution,” ujar Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Jakarta.  

Akhir hayat Pierre Tendean, kata Ginting, berakhir saat peristiwa G-30S/PKI. Perwira pertama itu diculik dan dibunuh pasukan Resimen Cakrabirawa pimpinan Letkol (Infateri) Untung. Ia gugur sebagai kusuma bangsa bersama enam jenderal pimpinan Angkatan Darat.

“Sementara Deddy Corbuzier nyaris tidak punya jasa dan kontribusi kepada bangsa dan negara sehebat Pierre Tendean. Namun diberikan pangkat kehormatan Letkol Tituler. Bagi para prajurit itu menyakitkan dan akan menurunkan moril prajurit TNI. Secara etika dan moral, peristiwa pemberian pangkat Letkol Tituler kepada Deddy penuh tanda tanya besar,” kata Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.

Ditegaskan, pemerintah terkesan mencari-cari pembenaran dan alasan untuk membenarkan keputusan kontroversial memberikan pangkat Letkol Tituler untuk seorang pesohor Deddy Corbuzier alias Dedi Cahyadi. “1001 alasan boleh saja dikemukakan, namun tidak ada kepantasan pangkat itu diberikan kepada seorang pesohor yang kontroversial,” ujar Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan spesialis politik pertahanan keamanan negara.

Dia mengungkapkan, banyak artis atau seniman yang punya jasa dalam bela negara, seperti mendiang Kris Biantoro (Christoporus Soebiantoro). Bahkan menjadi relawan perang di Irian Barat selama enam bulan. Namun tidak diberikan  pangkat tituler oleh negara. 

“Bela negara tidah harus diberikan pangkat tituler, sebab bela negara merupakan kewajiban setiap warga negara yang telah diatur dalam konstitusi. Semua komponen bangsa bisa berkontribusi, tanpa harus menjadi militer maupun tentara tituler. Jadi tidak ada urgensi memaksa yang mengharuskan seorang pesohor mendapatkan pangkat Letkol Tituler,” pungkasnya.

/sgo

15 December 2022

Deddy Corbuzier Terancam Dipecat dari Militer

Photo: bukuwarung.com

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menegaskan, sebagai militer tituler pesohor Deddy Corbuzier terancam dipecat dari dinas militer, jika tetap menjalankan bisnisnya sebagai youtuber, podcaster, maupun content creator.  Hal ini dengan tegas diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Sudah jelas dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, Pasal 39 Ayat 3, prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis. Deddy bisa dipecat jika terus menjalankan bisnisnya. Saya maklum, karena barangkali Mas Deddy tidak memahami hal tersebut,” tegas Selamat Ginting di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Ia menanggapi pernyataan Deddy Corbuzier dalam akun media sosialnya @mastercorbuzier yang dikutip sejumlah media massa, Rabu (14/12/2022). "Just to confirm, saya tidak akan mengambil gaji dan tunjangan apapun," tulis Deddy Corbuzier.

Diterangkan Deddy, gaji dan tunjangan yang seharusnya didapatkannya akan dikembalikan kepada negara dan dipakai untuk prajurit TNI yang lebih membutuhkan. "Semua saya kembalikan ke negara untuk yang lebih membutuhkan," tandasnya.

Menurut Selamat Ginting, persoalannya bukan pada kalimat akan mengembalikan gaji dan tunjangannya sebagai militer tituler, melainkan pada larangan bisnis bagi anggota TNI, seperti dalam UU tentang TNI.

“Substansinya bukan menolak gaji atau tunjangan, melainkan larangan berbisnis bagi anggota TNI itu sudah diatur dan ada konsekuensi hukum pidana maupun disiplin militer,” kata Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan bidang politik pertahanan keamanan negara.

Dikemukakan, jika melihat informasi yang beredar di sejumlah media, penghasilan Deddy Corbizier sebagai pesohor, sebulannya bisa mencapai lebih dari Rp5 miliar. Silakan nanti Deddy yang menjelaskan hal ini. Sementara jika sebagai Letnan Kolonel (Letkol) Tituler, penghasilan sebulannya berkisar Rp13 juta, karena tituler dengan militer aktif gajinya agak berbeda. Untuk Letkol non tituler sekitar Rp15 juta.

“Apakah sanggup Deddy menerima gaji Letkol Tituler yang seperti bumi dengan langit dibandingkannya sebagai pesohor, ” tanya Ginting.

Ia menceritakan saat meliput di lingkungan TNI, ketika Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Wismoyo Arismunandar pada sekitar 1993-1995 memerintahkan Asisten Pengamanan (Aspam) KSAD (kini disebut Asisten Intelijen KSAD) untuk memeriksa sejumlah perwira menengah yang diduga memiliki bisnis.  

“Ada sejumlah kolonel yang memiliki bisnis penginapan kelas melati juga kontrakan rumah. Kolonel-kolonel itu beralasan gaji militer tidak cukup, sementara anak-anaknya sedang melanjutkan perguruan tinggi. Ada juga yang kaya, karena mertuanya sultan di suatu daerah,” ungkap Selamat Ginting.

Namun, lanjut Ginting, pimpinan TNI Angkatan Darat, tidak menerima alasan-alasan tersebut. Mereka diminta memilih tetap menjadi anggota aktif Angkatan Darat atau menjadi pebisnis yang memiliki penghasilan di luar dinas militer.

“Mereka akhirnya dengan berat hati meninggalkan dunia militer dengan konsekuensi pensiun dini. Padahal para kolonel itu lulusan Akademi Militer dan sudah lulus sekolah Seskogab (kini disebut Sesko TNI) serta tinggal selangkah lagi menjadi perwira tinggi,” ungkap Ginting, menceritakan. 

Maka, lanjut Ginting, jika Letkol (Tituler) Deddy Corbuzier tetap menjalankan bisnisnya sebagai pesohor, masyarakat bisa mengadukannya ke polisi militer untuk diproses hukum menggunakan hukum pidana militer dan disiplin militer. Informasi seperti ini harus diketahui Deddy sebagai bagian dari dinas militer.

“Karena Deddy bagian dari Angkatan Darat, maka Asisten Intelijen KSAD bisa segera memanggil Deddy untuk meminta kepastian akan terus menjadi militer tituler atau sebagai pebisnis. Harus pilih salah satunya. Semoga Deddy bisa memilih secara bijaksana kondisi ini,” ungkapnya.

Jalan lainnya, menurut Ginting, Kementerian Pertahanan, Mabes TNI dan Mabes Angkatan Darat, bisa menyelesaikan atau menyudahi posisi Deddy sebagai tituler, sebab militer tituler itu ada batas waktunya. 

“Deddy pilih mengundurkan diri dengan hormat atau pilih diberhentikan dengan hormat? Semua pihak mesti bijak dalam kasus ini, jangan sampai menjadi preseden tidak bagus bagi institusi militer maupun bagi Deddy yang kemungkinan tidak paham tentang aturan militer yang sangat ketat,” ujar Ginting.

Selamat Ginting memberikan contoh bagaimana Letkol CAJ (Tituler) Ahmad Idris Sardi menjalankan tugas di Pusdik Ajudan Jenderal Angkatan Darat selama lebih dari tiga tahun menjadi guru militer bagian musik.

“Idris Sardi menerima tanda jasa negara berupa Satyalancana Dwidya Sistha dari Presiden RI, dalam jabatannya sebagai guru atau instruktur militer di Pusdikajenad sekurangnya tiga tahun. Jadi tidak sembarangan menerima pangkat maupun tanda jasa negara,” kata Ginting, Ketua Bidang Politik Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.

/sgo

Nomor Urut Partai Bagian dari Pertarungan Simbol Politik

 

Photo: republika.co.id

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting mengungkapkan ajang penentuan nomor urut partai politik (parpol) menghadapi pemilu 2024 menjadi tanda dimulainya pertarungan simbol politik.

“Penggunaan simbol politik merupakan strategi komunikasi politik menghadapi pertarungan politik untuk menarik minat calon pemilih partai politik,” kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Ia menanggapi pertanyaan wartawan terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan nomor urut 17 parpol peserta Pemilu 2024. Sebanyak delapan parpol parlemen memilih menggunakan nomor urut lama pada Pemilu 2019 lalu. Sedangkan sembilan parpol mendapatkan nomor urut baru lewat pengundian nomor urut parpol peserta pemilu yang digelar KPU, Rabu (14/12/2022). 

Menurut Selamat Ginting, pertarungan simbol politik, baik melalui nomor urut, tagline dan tanda gambar menjadi senjata politik sekaligus sebagai pembeda antara satu parpol dengan parpol lainnya. Parpol akan membangun deferensiasi politik dengan kelompok calon pemilih melalui komunikasi politik.

“Nomor urut, tanda gambar, tagline untuk memudahkan komunikasi politik dan mengidentifikasi bagian dari pendukung parpol,” ujar Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Selain itu, lanjutnya, pertarungan simbol politik merupakan bagian dari membangun citra politik untuk menanamkan ideologi parpol, sehingga dapat menampilkan stigma politik yang positif. Selanjutnya akan terjadi pertarungan komunikasi verbal melalui bahasa tubuh aktor politik, seperti tanda jari, yel-yel, maupun sikap tubuh menandakan identitas politik calon pemilih.  

Dikemukakan, model pertarungan komunikasi politik yang dilakukan komunikator politik untuk mencapai tujuan politiknya akan dilakukan dengan retorika politik untuk mempengaruhi publik calon pemilih. Termasuk dengan cara agitasi politik melalui gerakan politik, baik lisan maupun tulisan untuk membangkitkan emosi publik calon pemilih.

“Kita akan lihat dalam waktu dekat akan muncul para agitator politik yang menggerakkan para calon pemilih untuk mendukung parpolnya. Jadi situasi politik sudah mulai memanas setelah KPU menetapkan nomor urut parpol peserta pemilu 2024,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan liputan politik.

Selain para agitator politik, kata dia, akan muncul pula para propagandis politik yang melakukan propaganda. Mereka melakukan sugesti kepada publik untuk menerima pandangan atau nilai-nilai politik yang dikampanyekan parpol. Para propagandis akan mengklaim parpolnya yang terbaik dibandingkan parpol lainnya.

/sgo

11 December 2022

Tokoh-tokoh Hebat Penerima Pangkat Tituler, Bukan Tokoh kaleng-Kaleng

Photo: Idris Sardi - Liputan6.com


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, para tokoh hebat negeri ini pernah menerima pangkat tituler sesuai jasa-jasa, kontribusi, dan kapasitas serta keilmuannya yang mumpuni.

Sebagai wartawan, Selamat Ginting pernah meliput pemberian pangkat tituler kepada maestro musik Ahmad Idris Sardi di Kodiklat Angkatan Darat di Bandung, tahun 1996. Sebagai Komandan Kodiklatad saat itu Mayor Jenderal Luhut Binsar Panjaitan.  

“Idris Sardi adalah salah satu begawan musik Indonesia. Violis itu juga menyandang predikat mestro musik. Sehingga sangat wajar diberikan pangkat Letnan Kolonel (letkol) Corps Ajudan Jenderal Angkatan Darat dan memimpin satuan musik militer Angkatan Darat,” ujar Selamat Ginting menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Ahad (11/12/2022).

Pemberian pangkat Letkol Tituler Angkatan Darat terhadap Deddy Corbuzier menuai kritik tajam. Hal ini karena Deddy dianggap tidak punya kontribusi khusus untuk TNI. Berbeda dengan sejumlah tokoh lain yang juga menerima pangkat tituler dari TNI. Mereka memiliki kapasitas dan jasa bagi TNI. Salah satunya adalah violis Idris Sardi.  

Selamat Ginting menceritakan, sebagai wartawan yang lama meliput di lingkungan militer, ia mengetahui awal mula rencana pemberian pangkat Letkol CAJ (Tutuler) Ahmad Idris Sardi. Berawal saat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Wismoyo Arismunandar pada sekitar tahun 1994 mengundang Idris Sardi ke Mabesad. 

"Ketika itu Jenderal Wismoyo menanyakan kepada Idris Sardi, bagaimana musik Angkatan Darat? Dijawab Idris Sardi, ini parah sekali di telinga saya, tak masuk dalam irama musik yang enak didengar. Kemudian terpikirlah oleh Wismoyo untuk meminta Idris Sardi melatih musik Angkatan Darat," ujar Selamat Ginting. 

Namun pemberian pangkat tituler terhadap Idris Sardi, kata dia, baru terlaksana di era KSAD Jenderal R Hartono, tahun 1996. Menurut Selamat Ginting, kapasitas Idris Sardi memang luar biasa, karena berhasil memimpin satuan musik AD dengan baik. Awalnya Idris kesulitan untuk memerintah personel militer, karena posisinya sebagai sipil. Akhirnya diputuskan untuk memberikan pangkat tituler, sehingga dia berhak dihormati sebagai personel militer.

"Dan hasil karyanya luar biasa. Dia membuat sejumlah mars satuan termasuk aransemen mars Kopassus. Jadi kalau kita lihat sekarang satuan musik militer AD tampil di sejumlah perhelatan internasional, itulah buah karya Idris Sardi," ujar Ginting.

Berbeda dengan pemberian pangkat Letkol Tituler ke Deddy Corbuzier, Selamat Ginting mengaku terkejut. Apalagi ketika dia melihat pangkat melati dua yang dikenakan Deddy tapi tidak ada tanda corps. Dia melihat tanda pangkat yang digunakan Deddy Corbuzier polos seperti pangkat jenderal. Berbeda dengan Idris Sardi yang tanda pangkatnya dilengkapi tanda Korps Ajudan Jenderal. 

Ketika Idris Sardi sudah resmi menyandang pangkat Letkol CAJ Tituler, langsung disarankan oleh Mayjen Luhut Binsar Panjaitan agar gaya hidupnya menyesuaikan dengan gaya hidup militer. Luhut saat itu meminta Idris Sardi untuk rajin berolahraga agar bentuk tubuhnya bagus. Seperti diketahui Idris Sardi memang tampilannya ramping.



Para tokoh bangsa

Menurut Selamat Ginting, ada sejumlah tokoh yang pernah menerima pangkat titular, salah satunya Menteri Pertahanan tahun 1948-1950, yakni Letnan Jenderal TNI (Tituler) Sri Sultan Hamengkubuwono IX.  Saat itu negara dalam keadaan bahaya perang setelah agresi militer Belanda. Pemberian pangkat titulernya pada awal tahun 1950 dan kapasitas Sri Sultan HB IX apalagi jasanya terhadap bangsa dan negara tidak diragukan.

Termasuk juga kepada Jenderal Mayor TNI (Tituler) Daud Bereuh sebagai Panglima Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. “Saat itu belum ada pangkat Brigjen. Jadi dari Kolonel di atasnya adalah Jenderal Mayor. Daud Bereuh diberikan penghargaan pangkat titular, karena memimpin perang melawan Belanda, sehingga tidak diragukan darma baktinya,” ujar Ginting.

Selanjutnya, kata dia, pada masa kondisi perang ganyang Malaysia (Dwikora) tahun 1964. Presiden Sukarno dalam posisi memimpin Komando Operasi Tinggi (KOTI) memberikan pangkat perwira tinggi tituler untuk tiga wakil perdana Menteri (waperdam). Mereka adalah Jenderal TNI (Tituler) Chaerul Saleh, Marsekal TNI (Tituler) Subandrio, Laksamana TNI (Tituler) J Leimena. Pemberian pangkat tituler itu dilakukan pada perayaan 17 Agustus 1964. Selanjutnya pada Desember 1964, Presiden Sukarno juga memberikan pangkat Jenderal TNI (Tituler) untuk Menteri Penerangan Roeslan Abdulgani.

“Saya pernah ke rumah Roeslan Abdulgani dan mewawancarainya. Di rumahnya terpampang foto Roeslan menggunakan seragam jenderal bintang empat. Mereka-mereka yang menerima pangkat tituler itu punya tugas khusus dalam kondisi Indonesia sedang berperang melawan Malaysia,” ujar Ginting. 

Termasuk pada masa Orde Baru, lanjut Selamat Ginting, Presiden Soeharto pernah memberikan pangkat Brigjen TNI (Tituler) kepada Nugroho Notosusanto. Nugroho adalah ahli sejarah, seorang profesor sejarah. Dia juga mantan tentara pelajar yang selama empat tahun pernah berjuang melawan penjajah.

“Negara membutuhkan Nugroho, karena saat itu front komunis menulis sejarah mereka tidak terlibat dalam peristiwa Madiun 1948.  Presiden Soeharto meminta Nugroho menuliskan sejarah dan memberikan jabatan sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI,” ungkap Ginting.

Dikemukakan, begitu juga sejumlah pilot direkrut TNI Angkatan Udara dan diberikan pangkat Letkol Penerbang (Tituler). Mereka memiliki keahlian dan diberi tugas menerbangkan pesawat TNI. Jadi jelas punya ilmu dan keahlian yang dibutuhkan negeri, sehingga diberikan pangkat tituler.

“Mereka bukan kaleng-kaleng, tapi punya kapasitas dan kapabilitas serta jasa untuk bangsa dan negara,” ujar Ginting penuh sindiran.  

Dikemukakan, jika negara mau memberikan pangkat tituler, sebaiknya melihat kapasitas tokohnya serta kontribusinya. Ia memberikan contoh, misalnya Prof Dr Budi Santoso, satu-satunya sipil yang pernah memimpin Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), tapi tidak diberikan pangkat perwira tinggi bintang tiga tituler. Begitu juga tokoh-tokoh sipil yang pernah menjadi Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), seperti Prof Dr Ermaya Suradinata, Prof Dr Muladi, Prof Dr Budi Susilo Supandji, dan Gubernur Lemhannas saat ini Dr Andi Wijayanto. 

“Mengapa tokoh-tokoh itu tidak diberikan pangkat Letjen/Laksdya/Marsdya tituler? Mereka jauh lebih pantas menerima itu daripada seorang youtuber terkenal,” ucap Ginting menyindir.

Belum lagi, kata dia, sejumlah wartawan perang atau yang pernah meliput sejumlah operasi militer. Sama sekali tidak diberikan pangkat tituler, padahal mereka jauh lebih pantas untuk menerimanya. Salah satunya, seperti wartawan perang Hendro Subroto. 

“Mendiang Pak Hendro Subroto itu wartawan senior yang penuh dengan pengalaman operasi perang, seperti terjun payung di Irian Jaya juga di Timor Timur. Punya sejumlah tanda jasa militer. Mana penghargaan negara terhadap Hendro Subroto?” kritik Ginting.

Ia menyindir, jangan-jangan sebentar lagi selebritas Raffi Ahmad atau youtuber Atta Halilintar akan diberi pangkat tituler juga. “Pemerintah mestinya jangan obral pangkat titular kepada sembarang orang hanya karena popularitas,” pungkasnya.

/sgo

Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...