13 January 2023

Megawati Queen Maker PDIP, Tembak Jokowi, Ganjar, dan FX Rudy

Photo: dok. metrotv

 

PRESS RELEASE

Pidato Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam acara HUT ke 50 partai tersebut, secara implisit ditujukan kepada Presiden Jokowi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo.

Megawati menyindir Jokowi, Ganjar, dan FX Rudy dengan gaya komunikasi asertif. Menyampaikan secara terbuka serta menjaga rasa hormat kepada orang lain dalam pidato Megawati pada peringatan HUT ke 50 PDIP di Jakarta, Selasa (10/1).

Pidato Megawati secara terang-terangan disampaikan secara asertif dengan pesan komunikasi yang kuat dan tegas namun dilakukan dengan tenang.

Inti dari pidato Megawati, memberikan pesan kepada kader PDIP, terutama Jokowi, Ganjar Pranowo, dan Rudy agar tidak keluar dari aturan partai dalam bertindak. Bahkan Megawati mengancam akan memecat kader yang tidak mematuhi keputusan partai.

Dikemukakan, ada tiga poin pesan yàng ditujukan kepada ketiga petugas partai. Petugas partai adalah istilah yang sering diucapkan Megawati bagi kader PDIP yang menduduki jabatan di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Pertama, untuk Jokowi, Megawati secara tegas menjelaskan, tanpa PDIP, mantan Gubernur DKI Jakarta itu, bukan siapa-siapa. Bahkan tidak akan pernah menjadi Presiden Indonesia.

Kedua, untuk Ganjar Pranowo, Megawati meminta agar mematuhi aturan partai dan jangan coba membuat manuver dalam menghadapi kontestasi pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Siapa bakal calon presiden dan wakil presiden, itu menjadi kewenangan penuh Megawati yang telah memimpin partainya selama 30 tahun.

Ketiga, untuk FX Hadi Rudyatmo, Megawati bahkan secara khusus mencarinya saat berpidato. Megawati menceritakan awalnya Rudy seorang preman, kemudian diajak bergabung ke PDI.

"Rudy maunya berantem melulu," ucap Megawati. 

Di situ, Megawati menyindir posisi Rudy yang sudah diberikan sanksi keras dan terakhir akibat dukungan kerasnya terhadap Ganjar Pranowo untuk menjadi bakal calon presiden.

Sementara Ganjar Pranowo juga sudah diberikan teguran lisan atas pernyataannya yang bersedia menjadi bakal capres. Kedua kader PDIP itu mendapatkan teguran pada November tahun lalu.

Pada kesempatan pidato kali ini, Megawati juga membuka rahasia politik saat pilpres 2019 lalu. 

Dialah yang menyorongkan nama Maruf Amin untuk menjadi cawapres dampingi Jokowi. Padahal sebelumnya calon yang akan dibawa Jokowi adalah Mahfud MD.

Dengan mengungkapkan pidato secara asertif, sesungguhnya Megawati ingin mengirimkan pesan bahwa dia masih sebagai "queen maker" dan PDIP masih berada dalam genggamannya secara penuh.

Artinya apa? Jangan coba-coba melawan Megawati jika tidak ingin menanggung akibatnya.


/sgo

Dua Kriteria Untuk Bisa Ikut Kontestasi Pilpres 2024

 

Photo: Kompas.tv

Press Release

Jelang pengumuman bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), secara realitas politik, hanya ada dua kriteria yang  memungkinkan politikus ikut dalam kontestasi pemilihan presiden (pilpres)  2024. 

Yang bisa ikut dalam pertarungan pilpres, hanya politikus  yang memiliki tiket partai politik dan yang memiliki elektabilitas tinggi dari sejumlah hasil survei.

Dua kriteria itu, hanya ada pada enam orang. Mereka adalah Puan Maharani (PDIP), Prabowo Subianto (Partai Gerindra), Airlangga Hartarto (Partai Golongan Karya/Golkar),  Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari Partai Demokrat, Ganjar Pranowo (PDIP), dan Anies Baswedan (nonpartai).

Puan, Prabowo, Airlangga, dan AHY memiliki tiket dari partai politiknya. Sementara Ganjar dan Anies memiliki elektabilitas tinggi bersama Prabowo. 

Secara realitas politik, di luar enam nama tersebut, sulit untuk bisa masuk dalam pertarungan pilpres 2024. Memang ada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, namun elektabilitasnya tidak memungkinkan untuk bisa bersaing. Berbeda dengan AHY, elektabilitasnya jauh lebih tinggi daripada Muhaimin Iskandar.

Puan Maharani elektabilitasnya saat ini memang belum bisa naik signifikan, namun dia punya tiket dari PDIP sebagai penerus trah Sukarno. Apalagi PDIP memenuhi syarat untuk bisa maju sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.

Dari enam nama tersebut, maka kemungkinannya hanya akan menghasilkan tiga pasangan yang menempatkan mereka dalam gerbong bakal capres maupun cawapres. 

Tentu saja dengan catatan tidak ada peristiwa besar yang memporak-porandakan konstalasi politik hingga Januari 2023 ini.

Sehingga, kemungkinan mereka akan berpasangan satu sama lain. Potensi pasangan yang realistis secara politik, ada tiga, yakni: Prabowo berpasangan dengan Puan Maharani, Ganjar Pranowo berpasangan dengan Airlangga Hartarto, dan Anies Baswedan berpasangan AHY.

Itulah tiga pasangan yang realistis secara politik untuk maju dalam pertarungan pilpres 2024.

Di luar nama itu, setidaknya ada empat nama yang bisa masuk dalam tikungan terakhir pertarungan politik pilpres 2024.

Khofifah Indar Parawansa, Erick Thohir, Sandiaga Uno, dan Andika Perkasa. Itulah kuda hitam politik dalam pilpres 2024.

Namun, peluang mereka kecil untuk bisa menyalip enam nama yang punya tiket partai dan elektabilitas tinggi.

Apakah mereka sanggup memiliki daya tawar politik tinggi untuk mengganti enam nama yang punya tiket partai dan elektabilitas tinggi?

/sgo

Megawati Siapkan Putra Putri Mahkota Untuk Teruskan Trah Sukarno

 

Photo: TEMPO.co/Johannes P. Christo

PRESS RELEASE

Belum diumumkannya bakal calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saat HUT ke 50 partai tersebut, mengindikasikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri masih memberikan kesempatan kepada putrinya, Puan Maharani untuk dapat meningkatkan elektabilitas (tingkat ketertarikan) dan pupularitas politiknya hingga Juni 2023 mendatang.

Dalam pidatonya Megawati menyatakan akan ada pertemuan besar lagi pada Juni 2023. Di situlah kemungkinannya Megawati akan memberikan tiket bakal capres kepada Puan Maharani. 

Apalagi, pendaftaran bakal capres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru bisa dilakukan pada November 2023 mendatang. Sehingga masih ada waktu sekitar sembilan bulan bagi Puan Maharani untuk dapat meningkatkan elektabilitas dan popularitas politiiknya.

Puan Maharani adalah putri mahkota yang dipersiapkan Megawati untuk meneruskan trah Sukarno bersama dengan putra mahkota Prananda Prabowo. Tipis kemungkinannya Megawati akan memberikan tiket bakal capres kepada Ganjar Pranowo walau elektabilitas dan popularitasnya cukup tinggi.

Wajar dan logis jika Mega menyiapkan putri mahkota dan putra mahkota untuk bakal capres maupun meneruskan kepemimpinan di PDIP daripada mencalonkan kader PDIP yang lain.

Megawati, sudah memimpin partainya selama 30 tahun. PDI dan PDIP merupakan reinkarnasi politik dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang digagas Sukarno pada 1927. Kemudian didaftarkan untuk menjadi peserta Pemilu pada 1946. 

Setelah Megawati memimpin PDI dan PDIP selama 30 tahun, maka dalam waktu dekat mesti menyerahkan tongkat estafet kepemimpinannya kepada Puan Maharani dan Prananda Prabowo. 

Usia Megawati tahun ini sudah 76 tahun. Usia yang hampir sama saat Presiden Soeharto lengser dari kursi kepresidenan, yakni 77 tahun. Jangan lupa pula usia harapan hidup orang Indonesia saat ini sekitar 71-72 tahun. Jadi saatnya Megawati turun dari gelanggang politik.

Megawati, belajar dari kekurangan mantan Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto yang tidak menyiapkan putra dan putri mahkota. Megawati baru bisa tampil sebagai figur politik setelah sekitar 25 tahun ayahnya lengser dari kursi kepresidenan. 

Mungkin bagi Megawati inilah to be or not to be. Jadi atau tidak jadi, sekaranglah waktunya menaikkan Puan dan Prananda.

Saat perayaan HUT ke 50, Prananda ditempatkan duduknya berdampingan dengan Presiden Jokowi. Prananda juga menjadi semacam ketua penilai partai terhadap para kader PDIP untuk bakal capres 2024 mendatang.

Dari sini saja sudah jelas, kunci PDIP ada di tangan Megawati, Puan, dan Prananda. Bukan pada Jokowi maupun Ganjar. Megawati juga sudah buat garis demarkasi, urusan penentuan capres ada pada dirinya secara mutlak.

/sgo

30 December 2022

Hadapi Separatis Papua, Tugas Pokok TNI Bukan Polri


Photo: Bersama Panglima Kostrad Letjen Edy Rahmayadi
saat HUT TNI 2016 (Dok Pribadi)


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, mengkritik kebijakan pemerintah dalam bidang pertahanan keamanan negara di Papua, karena berpotensi keliru jika mengedepankan Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri.

“Tugas Brimob Polri menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri dengan tugas khususnya menangani kejahatan berintensitas tinggi. Padahal jelas yang dihadapi di Papua adalah gerakan separatis serta pemberontakan bersenjata. Bukan sekadar kriminal dan kejahatan lagi,” ungkap Selamat Ginting dalam konferensi pers kaleidoskop pertahanan keamanan negara (hankamneg) 2022 di Sekolah Pascasarjana Unas, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Menurutnya, mengatasi gerakan separatis bersenjata, pemberontakan bersenjata, aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan negara, merupakan tugas pokok militer dan bukan tugas pokoknya polisi. Konstitusi menyebut itu tugas TNI sesuai UU No.34 tahun 2004 tentang TNI. Sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. 

Dalam operasi di Pulau Papua, lanjut Selamat Ginting, berulang kali digaungkan polisi berada di depan, dan dibantu TNI dari belakang. Faktanya, lebih banyak prajurit TNI yang gugur daripada prajurit Polri. Artinya prajurit TNI menjadi sasaran utama untuk diperangi daripada prajurit Polri. 

Ibarat Koin

Selamat Ginting juga meminta TNI secepatnya melakukan evaluasi terhadap program penanganan di Papua selama satu tahun kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Dalam programnya Jenderal Andika Perkasa mengedepankan pendekatan kesejahteraan. Namun jumlah prajurit TNI yang gugur selama kepemimpinan Andika Perkasa, tidak mengalami penurunan berarti dibandingkan masa kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.  

“Pendekatan kesejahteraan tidak mungkin bisa berjalan dengan baik, jika tidak disertai dengan pendekatan keamanan. Itu ibarat koin mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Bagaimana masyarakat bisa bekerja mencari nafkah jika keamanannya tidak terjamin? Bagaimana psikologi masyarakat jika mengetahui prajurit TNI dan Polri justru menjadi killing field,” ungkap kandidat doktor ilmu politik itu, mempertanyakan. 

Dikemukakan, OPM pastilah melakukan gerilya melawan TNI, khususnya di wilayah-wilayah pegunungan yang mereka kuasai. Mereka tidak akan muncul saat situasinya tidak aman. Namun akan melakukan serangan jika TNI maupun Polri sedang lengah dan lemah.  Gerilya harus dihadapi dengan anti-gerilya. 

“Perang gerilya itu antara lain berebut pengaruh dengan penduduk setempat. Di sini pembinaan teritorial (binter) harus kuat. Saya menilai binter TNI di Papua khususnya di wilayah pegunungan selama kurun waktu tiga tahun (2019-2022) belakangan ini, belum berhasil mempengaruhi rakyat untuk menyatu dengan TNI. Jadi TNI juga mesti introspeksi diri untuk membuat program yang lebih menyentuh rakyat Papua,” ujarnya.

Amanat Konstitusi

Selamat Ginting menyambut baik rencana Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang segera akan mengunjungi Pulau Papua pada awal Januari 2023, bersama tiga Kepala Ataf Angkatan dan Kepala Polri. Ia meminta kunjungan kerja itu bukan sekadar kunjungan seremonial belaka. Melainkan harus segera melakukan evaluasi untuk mencari solusi penyelesaian kasus di Pulau Papua yang kini terdiri dari enam provinsi. 

“Saatnya TNI berada di depan untuk penanganan masalah hankam di Papua, bukan diserahkan kepada Polri yang bukan tugas pokoknya menghadapi separatis, teroris, dan pemberontakan bersenjata di Papua,” ujarnya.

“Menegakkan kedaulatan negara di Papua dan juga menjaga keutuhan wilayah NKRI di Papua, serta melindungi segenap warga negara di Papua, itulah amanat konstitusi yang diberikan kepada TNI,” pungkas Selamat Ginting.

/sgo

Negara Gagal Lindungi Prajurit TNI dan Polri di Papua

Photo: Dok Pendam XVII/Cenderawasih (Kompas.com)


Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menilai negara cenderung gagal dalam melindungi prajurit TNI dan Polri di Papua, karena tentara dan polisi yang gugur sejak 2019 hingga akhir tahun 2022 jumlahnya lebih dari 55 orang. Papua menjadi killing field (medan pembunuhan) bagi prajurit TNI dan Polri. 

“Personel militer dan polisi saja menjadi korban tewas yang dilakukan front bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM), lalu bagaimana TNI dan Polri dapat melindungi warga sipil di Papua?” tegas Selamat Ginting di Sekolah Pascasarjana Unas, Jakarta, Jumat (30/12/2022). Ia mengungkapkan hal tersebut dalam konferensi pers kaleidoskop bidang pertahanan keamanan negara (hankamneg) selama tahun 2022. 

Selamat Ginting mengungkapkan, berdasarkan laporan Kepala Polda Papua Irjen Polisi Mathius D Fakhiri kepada pers Rabu (28/12/2022) lalu, selama 2022 tercatat 13 anggota TNI-Polri gugur akibat baku tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Rinciannya 10 anggota TNI dan tiga anggota Polri gugur. Sementara warga sipil yang tewas sekitar 35 orang dan lima orang KKB.

“Padahal dalam laporan ke DPR sejak 2019 hingga Januari 2022, tercatat ada 41 prajurit TNI yang gugur. Jika ditambah dengan 10 prajurit TNI yang gugur selama 2022, maka lebih dari 50 prajurit TNI yang gugur. Saya menyayangkan negara seperti tidak hadir dalam kasus ini,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Gerakan Separatis 

Selamat Ginting tidak setuju pemerintah masih menggunakan analogi kelompok kriminal bersenjata di Pulau Papua. Alasannya, karena yang dilakukan kelompok itu bukan sekadar kriminal saja, melainkan memiliki tujuan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

“Ini gerakan separatis yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Menggunakan berbagai front, baik kriminal, bersenjata, ekonomi, psikologi perang, teror, media sosial, diplomasi, juga politik luar negeri,” ungkap Selamat Ginting yang selama 30 tahun menjadi wartawan bidang politik pertahanan keamanan negara.

Menurut Ketua bidang Politik Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas itu, aneh jika analogi KKB masih juga digunakan pemerintah hingga saat ini, padahal sudah banyak prajuit TNI dan Polri yang gugur. 

Ia menjelaskan, gerakan separatis tersebut secara terang-terangan menyebut dirinya Organisasi Papua Merdeka atau OPM sejak 1965. Front politik dari gerakan ini secara eksplisit menginginkan referendum untuk memilih merdeka dan lepas dari NKRI. Mereka sudah memiliki bendera, lagu kebangsaan, lambang negara, pemerintahan, dan militer.  

“Mengapa pemerintah masih bersikukuh dan berkutat pada analogi yang kurang tepat? BIN (Badan Intelijen Negara) saja sudah membuat nama baru sejak dua tahun lalu dengan istilah kelompok separatis teroris (KST). Mestinya perdebatan diakhiri, OPM jelas gerakan separatis yang harus ditumpas dengan kekuatan militer,” ujar Selamat Ginting yang beberapa kali meliput operasi militer di Timor Timur, Papua, Maluku, serta Aceh.

/sgo

28 December 2022

KSAL Laksamana M Ali Kawal Pergantian Kepemimpinan Nasional


Photo: Ambalat, April 2013
Pos TNI AL Pulau Sebatik, Kab. Nunukan
Kalimantan Utara

Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting memprediksi,  

Laksamana Muhammad Ali akan menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) hingga masa peralihan kepemimpinan nasional 2024. 




"Dia yang paling memungkinkan menjadi KSAL dibandingkan sejumlah laksamana madya lainnya, sehingga diberi mandat menjadi KSAL. Sejak sebulan lalu saya sudah prediksi Muhammad Ali yang akan menjadi KSAL," ujar Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Rabu (28/12/2022).

Presiden Joko Widodo, lanjut Selamat Ginting, membutuhkan pimpinan TNI yang dapat mengawal pergantian kepemimpinan nasional pada Oktober 2024. Stabilitas nasional antara lain menjadi tugas pimpinan TNI, baik itu Panglima TNI maupun tiga kepala staf angkatan, serta Kepala Polri.

"Tidak mungkin Presiden akan mengganti pimpinan TNI dalam kurun waktu kurang dari setengah tahun di tengah situasi politik yang cenderung akan panas pada April hingga Oktober 2024," ujar Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik Unas.

Dikemukakan, dibandingkan sejumlah laksamana madya yang lain, Muhammad Ali punya masa dinas normal hingga 2,5 tahun lagi. Sehingga bisa diberikan tugas untuk mengawal matra laut.

"Penunjukan Muhammad Ali sebagai KSAL, sekaligus menunjukkan Angkatan Laut berhasil melakukan kaderisasi secara normal dan berkesinambungan. Ali dua angkatan di bawah Laksamana Yudo Margono," ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.

Penunjukan Laksamana Ali, kata Selamat Ginting, tidak akan menimbulkan gejolak di lingkungan Angkatan Laut. Ali lukusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1989, memenuhi syarat semuanya, antara lain berasal dari Korps Pelaut, pernah beberapa kali menjadi komandan kapal perang, menjadi panglima armada, dan asisten KSAL. Itulah beberapa persyaratan di matra laut yang dipenuhi Ali sebagai pimpinan Angkatan Laut di era terakhir kepemimpinan Presiden Jokowi.

Selamat Ginting membandingkan karier Ali yang hampir sama dengan Yudo Margono. Sebelum menjadi KSAL, Yudo juga menduduki posisi Panglima Kogabwilhan I, seperti yang  diemban Muhammad Ali sebelum menjadi KSAL. Ali juga pernah menjadi Panglima Koarmada I menggantikan Yudo Margono (2018-2019). Kemudian Ali menjadi asisten perencanaan dan anggaran KSAL (2020-2021). Pernah menjadi Gubernur AAL (2018-2019), dan Koordinator Staf Ahli KSAL (2019).

/sgo

19 December 2022

Deddy Corbuzier Berikan Panggung Untuk Keturunan PKI, Bela Negara Untuk Siapa?

Photo: Dokumen Pribadi
Keluarga Besar Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani


Salah satu musuh bagi Angkatan Darat adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncaknya saat peristiwa G-30S/PKI tahun 1965 ketika pimpinan Angkatan Darat, Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani dkk diculik dan dibunuh oleh pasukan Batalyon-1 Tjakrabirawa. Pasukan pengawal presiden yang disusupi PKI. Semua personel TNI selalu diingatkan tentang ancaman bahaya laten komunis. 

“Di satu sisi, pesohor Deddy Corbuzier yang kini diberikan pangkat Letkol (Tituler) Angkatan Darat, dalam beberapa tayangan di media sosialnya, justru memberikan panggung kepada keturunan PKI. Mengapa pemerintah tidak memperhatikan efek negatif dari kontroversi Deddy Corbuzier?” kata analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Menurut Selamat Ginting, bangsa Indonesia harus tetap mewaspadai munculnya bahaya komunis, karena PKI merupakan bahaya laten yang bisa menyusup dan bertransformasi dalam wujud baru. Disebut bahaya laten, karena komunis bisa  menyusup ke dalam sendi-sendi kehidupan bernegara. Bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah bangsanya agar tidak kehilangan jati dirinya.

“Saya tidak habis pikir saja, mengapa tayangan media sosial Deddy Corbuzier tidak dijadikan pertimbangan sebelum dia diberikan pangkat tituler? Masalah G30-S/PKI malah dijadikan bahan lelucon di medsosnya oleh seorang tamunya. Seolah-olah PKI tidak bersalah dalam peristiwa kelam bagi bangsa Indonesia,” kata Ginting mengkritik keras.

Dikemukakan, dalam peristiwa G-30S/PKI 1965, enam perwira tinggi dan satu perwira pertama menjadi korban kebiadaban PKI. Para kusuma bangsa itu adalah Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Letjen (Anumerta) Suprapto, Letjen (Anumerta) S. Parman, Mayjen (Anumerta) D.I Panjaitan, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomihardjo, Mayjen (Anumerta) M.T Haryono, dan Kapten Zeni (Anumerta) Pierre Tenderan.

“Jika para keluarga pahlawan revolusi melihat tayangan medsos Deddy Corbuzier yang menjadikan peristiwa G30S/PKI sebagai lelucon di stand-up comedy maupun podcast-nya, apakah mereka bisa menerimanya? Ini masalah luka bangsa yang mestinya dipahami Deddy,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. 

Selamat Ginting menjelaskan, perseteruan Angkatan Darat dengan PKI sudah terjadi sejak peristiwa Madiun September 1948. Peristiwa ini melibatkan golongan kiri, seperti Partai Buruh Indonesia, Partai Sosialis, dan Front Demokrasi Rakyat. Anggota golongan kiri itu didominasi anggota komunis yang berniat mendirikan negara komunis dengan pusatnya di Madiun, Jawa Timur.

“Di sinilah TNI Angkatan Darat menumpas pemberontakan yang dipimpin tokoh komunis Muso. Jadi komunis adalah musuh utama bagi Angkatan Darat,” ungkap Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.

Selamat Ginting mengingatkan jangan hanya karena seorang pesohor memiliki followers (pengikut) yang banyak, kemudian dengan mudah dan murahnya diberikan pangkat tituler. Kasus ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah, karena akan menjadi kontroversi dalam sejarah TNI.

“Ingat peristiwa 1965 ketika PKI menyusup ke dalam TNI dan mempengaruhi Resimen Tjakrabirawa, pengawal presiden. Mengapa hal ini tidak dijadikan pertimbangan agar TNI tidak mudah memberikan warga sipil pangkat kehormatan menjadi militer tituler,” pungkasnya.

/sgo

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...