21 November 2022

Dudung-Yudo-Fadjar Calon Panglima Antara, Maruli Kandidat Panglima TNI Sesungguhnya

Photo: Tribunsumsel.com

Oleh: Selamat Ginting 
Analis komunikasi, politik, dan militer dari Universitas Nasional (Unas). Kandidat doktor ilmu politik.

Hingga kini, tidak ada tanda-tanda Jenderal Andika Perkasa akan diperpanjang masa jabatannya sebagai Panglima TNI. Ia akan berusia 58 tahun pada 21 Desember 2022 mendatang. Usia pensiun paling tinggi bagi perwira TNI. 

Ia memang sudah datang ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Maret 2022 lalu, untuk menguji batas usia pensiun prajurit TNI. Tujuannya agar perwira yang memiliki keahlian khusus dapat pensiun pada usia 60 tahun, seperti Polri. Andika meminta keadilan. Namun upaya itu kandas. 

Menurut MK, Pasal 53 dan frasa ‘usia pensiun paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama’ dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a, UU TNI tidak bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu permohonan pemohon tidak beralasan hukum untuk seluruhnya.

Maka, pagelaran Konferensi Tingat Tinggi (KTT) G-20 di Bali yang rangkaiannya berakhir 20 November 2022, kemungkinan akan menjadi kegiatan terakhir Andika Perkasa dalam pengamanan acara internasional di Indonesia. Oleh karena itu pula, Surat presiden (surpres) Jokowi harus sudah sampai Gedung DPR pada pekan ketiga November 2022 ini. 

Dudung vs Yudo? Maruli Putra Mahkota?

Jadi masih ada waktu bagi DPR untuk menggelar uji kepatutan dan kelayakan calon Panglima TNI yang disodorkan Presiden Jokowi. Sehingga rapat paripurna DPR untuk mengesahkan Panglima TNI pengganti Andika Perkasa, bisa terlaksana sebelum 15 Desember 2022. Puncaknya adalah pelantikan serta serah terima jabatan Panglima TNI dari Jenderal Andika Perkasa kepada calon Panglima TNI pada pekan ketiga Desember 2022 mendatang.

Panglima Antara

Tiga kepala staf angkatan, memenuhi syarat untuk menjadi pimpinan Mabes TNI, yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman (57 tahun), Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono (57 tahun), dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo (56 tahun, 7 bulan).

Aturan mengenai pengangkatan calon Panglima TNI tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 13. Panglima akan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR. Pergantian masa tugas tersebut dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

"Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan," bunyi Pasal 13 ayat 5 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.

Pergantian Panglima TNI secara normal harus diwujudkan, karena tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah dimulai sejak 14 Juni 2022 lalu. Jadwal dan tahapan Pemilu 2024 untuk masa kampanye direncanakan berlangsung pada 13 November 2023 hingga 10 Februari 2024 atau selama 75 hari. Adapun hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024. 

Di sinilah titik kritisnya. Apa sebab? Karena baik Jenderal Dudung Abdurachman maupun Laksamana Yudo Margono akan berusia 58 tahun pada November 2023 mendatang. Keduanya hanya berselisih satu pekan hari kelahirannya. Dudung 19 November 1965 dan Yudo 26 November 1965. Sementara Fadjar Prasetyo kelahiran 9 April 1966 dan akan pensiun pada April 2024 mendatang atau dua bulan jelang pemungutan suara.

Oleh karena itulah, jika salah satu dari ketiganya menjadi Panglima TNI, mereka akan menjadi panglima antara. Sedangkan Panglima TNI sesungguhnya justru adalah pengganti mereka. Sekaligus akan mengawal pelaksanaan masa kampanye serta pemungutan suara di mana situasi politik diperkirakan akan memanas. Perlu stabilitas keamanan nasional yang harus ditangani Panglima TNI.

Patron Klien

Diperkirakan Panglima TNI yang sedang dipersiapkan untuk menghadapi situasi panas jelang pergantian kepemimpinan nasional pada Oktober 2024 adalah Letnan Jenderal Maruli Simanjuntak. Maruli yang kini menjadi Panglima Kostrad adalah ‘putra mahkota’ yang sesungguhnya dipersiapkan menjadi Panglima TNI di akhir masa kepemimpinan Presiden Jokowi. 

Hubungan Presiden Jokowi dengan Jenderal Maruli Simanjuntak seperti teori dalam komunikasi politik, yakni teori patron dan klien. Hubungan komunikasi keduanya sudah terkoneksi sejak Jokowi menjadi Presiden pada periode pertama Oktober 2014. Di situ Kolonel (Infanteri) Maruli menjadi Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Teori patron-klien didasarkan atas sistem patron-klien dalam kehidupan masyarakat. Teori ini sudah sangat tua, sehingga selalu diulang-ulang kegunaannya untuk menjelaskan fenomena politik. Sistem patron-klien diorganisasikan oleh orang yang berkuasa, kemudian memelihara loyalitas orang yang lebih rendah kedudukannya.

Baik patron ataupun klien menganggap hubungan antara mereka sebagai personal, mirip dengan hubungan dalam keluarga. Namun, berbeda dengan keluarga yang tanpa pamrih, hubungan dalam sistem patron-klien berpamrih atau ada kepentingannya. Termasuk kepentingan politik. 

Menantu dari Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal (Purnawirawan) Luhut Binsar Panjaitan itu, pada 2016 dipromosikan menjadi Komandan Korem 074 Warastrama di Solo, kampung halaman Presiden Jokowi.

Ia kemudian kembali ke istana, menjadi Wakil Komandan Paspampres, pada 2017. Setahun kemudian pecah bintang menjadi Kepala Staf Kodam Diponegoro, Jawa Tengah. Tentu saja wilayah tugasnya di provinsi tempat tinggal Presiden Jokowi.

Ia kembali menempel dengan Presiden Jokowi pada 2018. Maruli kelahiran Bandung 27 Februari 1970 itu dipercaya menjadi Komandan Paspampres dengan promosi pangkat bintang dua (mayor jenderal). Sebagai Komandan Paspampres Maruli menduduki jabatan itu selama dua tahun dari November 2018 hingga November 2020. 

Lulusan Akademi Militer 1992 dengan latar belakang Infanteri Kopassus ini kemudian menduduki posisi bergengsi sebagai Pangdam Udayana di Bali pada November 2020 hingga Januari 2022. Selama satu tahun dua bulan menjadi pangdam, ia promosi ke jabatan strategis sebagai Panglima Kostrad.

Posisi Kunci Dudung

Selama era Presiden Jokowi, jabatan KSAD bersumber dari Panglima Kostrad. Dimulai sejak Jenderal Mulyono, Jenderal Andika Perkasa, dan Jenderal Dudung Abdurachman. Tentu saja, Maruli tidak akan bisa menjadi KSAD apabila Jenderal Dudung masih dalam posisi memimpin Mabesad.

Maka pergantin kepemimpinan elite TNI bisa dimulai dari sini. Apabila Jenderal Dudung Abdurachman tidak digeser dari posisi KSAD, maka Maruli belum bisa mendapatkan promosi bintang empat. Di sinilah Jenderal Dudung Abdurachman berpeluang menjadi Panglima TNI menggantikan Jenderal Andika Perkasa. Jika Laksamana Yudo Margono atau Marsekal Fadjar yang menjadi Panglima TNI, maka pergeseran di lingkungan Angkatan Darat mengalami kemendekan.

Kecuali apabila Jenderal Dudung digeser ke posisi lain. Misalnya menjadi menteri atau pejabat setingkat menteri. Hal itu bisa dilakukan melalui kebijakan reshuffle kabinet yang kemungkinan akan segera bergulir pada akhir tahun 2022 ini. Indikasinya setelah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) mulai berbeda jalan dengan Presiden Jokowi dalam penentuan bakal calon presiden untuk pemilu 2024 mendatang.

Jika Dudung yang menjadi Panglima TNI, maka kemuingkinan juga akan dicarikan posisi terhormat untuk Yudo Margono di kabinet. Mengingat selama era Presiden Jokowi, matra laut belum mendapatkan kesempatan memimpin Mabes TNI. 

Presiden Jokowi juga menegaskan akan mengevaluasi jajaran kabinetnya yang akan berkeinginan turut dalam kontestasi pemilihan presiden 2024. Sejumlah Menteri dan pejabat setingkat menteri secara implisit maupun eksplisit terlihat bergerak menuju pilpres 2024. 

Sekarang atau Tidak

Jadi, Maruli Simanjuntak nyaris tidak akan mendapatkan kendala untuk menjadi KSAD dan kemudian menjadi Panglima TNI. Tentu saja jika Presidennya masih Jokowi. 

Apalagi posisi strategis Luhut Panjaitan sebagai menteri yang paling dipercaya Jokowi. Luhut setidaknya memagang 10 jabatan dalam sejumlah proyek kebijakan Presiden. Naif rasanya jika bukan Maruli yang dipersiapkan menjadi AD-1 kemudian TNI-1. 

Memang ada sejumlah letnan jenderal yang merupakan senior dari Maruli. Namun posisinya seperti ‘ban serep’ apabila ada situasi yang tidak mulus. Di antaranya Letjen Agus Subiyanto,  saat ini menjadi Wakil KSAD. Ia juga pernah menjadi Komandan Paspampres menggantikan Maruli Simanjuntak. 

Agus abituren Akmil 1991, lebih senior daripada Maruli. Ada pula lulusan terbaik Akmil 1990 Letjen I Nyoman Cantiasa serta lulusan terbaik Akmil 1991 Letjen Teguh Pudjo Rumekso.  Termasuk lulusan Akmil 1989, yakni  Letjen Eko Margiyono, Letjen Rudianto, dan Letjen Teguh Muji Angkasa. 

Jika ini terjadi Maruli akan melompati tiga angkatan kelas di atasnya: 1989, 1990, dan 1991. Di sisi lain, apabila Maruli tidak menjadi Panglima TNI di ujung era Presiden Jokowi, maka peluang itu bisa saja lepas. Kehilangan momentum. Pengganti Jokowi kemungkinan bisa saja akan memiliki skenario berbeda. Di sinilah to be or not tobe bagi Jenderal Maruli. Sekarang (2022-2023 atau tidak sama sekali. **

/sgo

Pilih Panglima Berdasarkan Hakikat Ancaman

Photo: Puspen TNI

Oleh: Selamat Ginting 
Analis komunikasi, politik, dan militer dari Universitas Nasional (Unas). Kandidat doktor ilmu politik.

SEBAIKNYA Presiden Joko Widodo memilih calon Panglima TNI berdasarkan hakikat ancaman nyata terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Baik ancaman di dalam negeri maupun dari luar negeri yang dinilai membahayakan bangsa dan negara Indonesia.

Setidaknya ada tiga kepentingan ancaman, yakni ancaman kepentingan negara, bangsa, dan pemerintah yang perlu diprioritaskan Presiden dalam menentukan calon Panglima TNI.

Hal itu terkait dengan semakin dekatnya waktu bagi Presiden Joko Widodo untuk segera mengirimkan surat presiden tentang calon Panglima TNI kepada DPR. Mengingat pada 15 Desember 2022, DPR sudah menjalani masa reses alias bekerja di luar gedung parlemen.

Dengan waktu yang semakin sempit, lanjut Ginting, seharusnya pekan depan Presiden Jokowi sudah mengirimkan surat kepada DPR untuk segera diproses nama calon Panglima TNI. Mengingat Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa akan memasuki pensiun usia 58 tahun pada 21 Desember 2022 mendatang.

Ia menguraikan kepentingan hakikat ancaman, setidaknya meliputi tiga hal. Pertama, ancaman negara yang meliputi kedaulatan dan kemerdekaan negara, serta keutuhan wilayah. Kedua, ancaman bangsa, meliputi persatuan bangsa dan nilai-nilai luhur bangsa. Dan ketiga, meliputi ancaman kebijaksanaan dan tindakan pemerintah, serta legitimasi pemerintah.

Dari tiga poin itu, silakan Presiden Jokowi memilih calon Panglima TNI dari tiga kepala staf angkatan. Hal itu merupakan hak prerogratif presiden selaku pemegang kekuasaan tertingi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, untuk memilih calon Panglima TNI berdasarkan pada hakikat ancaman.

Tiga kepala staf angkatan yang sudah memenuhi syarat untuk menjadi pimpinan Mabes TNI, yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman (57 tahun), Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono (57 tahun), dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fajar Prasetyo (56 tahun, 7 bulan).

Aturan mengenai pengangkatan calon Panglima TNI tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 13. Panglima akan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR. Pergantian masa tugas tersebut dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

Bunyi Pasal 13 ayat 5 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Atasi Ancaman

Selain ancaman terhadap negara, bangsa, dan pemerintah, yang juga perlu diperhatikan adalah ancaman individu, serta ancaman dari dunia maya terhadap warga negara.

Ancaman individu dapat berupa keamanan jiwa diri dan keluarga, serta harta kekayaan. Sedangkan ancaman dunia maya berupa elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Ke depan yang perlu mendapatkan perhatian dari Presiden untuk memilih Panglima TNI adalah potensi serangan terhadap Indonesia.

Setidaknya ada enam serangan yang harus dipersiapkan, yakni: serangan simultan dari dalam dan/atau didukung dari luar; serangan multi arah melewati batas negara; serangan asimetris; serangan oleh negara kecil dan bukan negara; serangan jaringan teroris internasional; serta serangan terhadap sistem kehidupan masyarakat.

Belum lagi yang paling pokok ancaman dari sisi militer yang harus diantisipasi dan harus dihadapi TNI.

Untuk itu pimpinan TNI ke depan mesti memperketat pembatasan dengan negara lain; menanggulangi dan mengatasi ancaman militer dalam negara; melatih tentara lebih disiplin lagi dalam menjaga daerah perbatasan; meningkatkan alutista (alat utama sistem senjata).

Jadi bukan soal dapat bergiliran di antara tiga kepala staf angkatan. Yang paling penting dan harus diperhatikan adalah hakikat ancaman nyata. **

/sgo


Jabatan Panglima TNI Sebaiknya Diganti Kasgab TNI

photo: tni.mil.id

Oleh: Selamat Ginting 
Analis komunikasi, politik, dan militer dari Universitas Nasional (Unas). Kandidat doktor ilmu politik.

Jabatan Panglima TNI sebaiknya diganti dengan istilah Kepala Staf Gabungan (Kasgab) TNI sebagai perpanjangan tangan presiden di institusi militer (Mabes TNI).
Dalam konstitusi pasal 10 UUD 1945 menyebutkan "Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara."
 
Jika mengacu kepada konstitusi, mestinya pimpinan tiga matra langsung bertanggung jawab kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Maka, istilah jabatannya adalah Panglima Angkatan Darat (Pangad), Panglima Angkatan Laut (Pangal), dan Panglima Angkatan Udara (Pangau). 

Karena itulah, UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI juga mesti diubah. Sebab Pasal 1, Pasal 4, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 dalam UU TNI rancu dengan Pasal 10 UUD 1945. Rancu sebab posisi Panglima TNI dalam sistem hierarki jabatan dengan Presiden, mengingat posisi Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi. Sering diistilahkan sebagai Panglima Tertinggi TNI. 

Posisi Panglima TNI itu tidak tercantum dalam konstitusi. 
Apalagi, setiap menjelang pergantian Panglima TNI, senantiasa menimbulkan kegaduhan secara politik. 

Jadi dengan posisi sebagai Kasgab atau Kasab, maka berfungsi semacam menteri koordinator. 

Kasab Nasution

Kondisi tersebut, pernah diberlakukan di era Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno pada 1962. Tepatnya pada 21 Juni 1962, Jenderal Abdul Haris Nasution menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Kasab). Pada masa itu sebagai Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani, Pangal Laksamana Madya R.E Martadinata, Pangau Marsekal Madya Omar Dhani.

Bahkan sebelumnya pada 1955, dibuat suatu organisasi Gabungan Kepala-Kepala Staf yang merupakan bagian dari Kementerian Pertahanan. Gabungan Kepala-Kepala Staf ini diketuai seorang ketua. Dijabat bergiliran mulai dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. 

Barulah pada era Orde Baru Presiden Soeharto, istilah Kasab diubah menjadi Panglima ABRI (Pangab). Jenderal Soeharto sebagai Presiden merangkap sebagai Pangab. Saat itu tujuannya untuk mengintegrasikan antar-angkatan, dampak dari peristiwa G.30S/PK tahun 1965. Kemudian pimpinan matra dikembalikan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) hingga kini. 

Istilah KSAD, KSAL, dan KSAU dimulai pada 1950. Bersamaan dengan pengangkatan TB Simatupang sebagai Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) menggantikan Jenderal Soedirman yang wafat dengan posisi Panglima Angkatan Perang.

/sgo

14 October 2022

Lucuti Asesoris Polisi di Istana, Jokowi Marah ke Institusi Polri

Biro Pers Sekretariat Presiden

Artikel ini tayang di FNN (Forum News Network) - Jumat, 14 Oktober 2022

Jakarta, FNN – Pengamat komunikasi dan militer, Selamat Ginting menyebut Presiden Joko Widodo marah terhadap institusi kepolisian terkait pemanggilan para perwira polisi yang diminta hadir ke istana dengan melucuti aksesori dinas, seperti topi dan tongkat pada Jumat (14/10). 

Hersubeno Arief membahas persoalan ini bersama Selamat Ginting dalam video berjudul "Presiden Sangat Marah ke Polri. Kumpulkan di Istana. Tak Boleh Pakai Topi Dinas & Tongkat Komando" melalui kanal Youtube Hersubeno Point yang dipublikasikan pada Jumat, 14 Oktober 2022.

Ginting mengaitkan bahwa arahan presiden terhadap pemanggilan perwira tersebut berhubungan dengan kasus-kasus yang membuat posisi polisi terpuruk. Ia menyebutkan dalam beberapa survei menunjukkan citra kepolisian yang menurun drastis.

"Bahkan dalam beberapa survei di bulan Agustus, September, dan Oktober ini turun drastis sampai di bawah 55%. Jadi, kasus Sambo, kasus Kanjuruhan itu kemudian membuat posisi polisi itu di mata masyarakat jatuh sekali," ujar Ginting kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief melalui kanal Youtube Hersubeno Point.

Pengamat militer dari Universitas Nasional (Unas) tersebut mengatakan belum pernah terjadi pemanggilan pejabat utama polisi, seperti Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kepolisian Kota Beaar (Kapoltabes), dan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) ke istana sebelumnya.

"Bacaan saya presiden itu marah, marah kepada institusi polisi," ucap Ginting.

Kemarahan presiden tersebut dispekulasi karena lambatnya penanganan kasus yang belakangan ini menjadi atensi masyarakat, bahkan seperti kasus Kanjuruhan yang sudah memasuki ranah internasional. 

Menurut Ginting, arahan Jokowi yang meminta para perwira untuk hadir tanpa memggunakan aksesori dinas lengkap dianggap sebagai simbol komunikasi dari bentuk kemarahan presiden.

"Bukan dengan cara pernyataan- pernyataan keras, tapi menurut saya itu sudah simbol komunikasi. jadi ini kemarahan presiden terhadap institusi polisi," kata Ginting menambahkan.

Seperti yang diberitakan, Presiden Joko Widodo menjadwalkan pemanggilan terhadap para perwira kepolisian dari seluruh Indonesia di Istana Negara pada Jumat (14/10) siang. Dengan perintah ini, Jokowi juga meminta agar para perwira datang hanya dengan baju dinas tanpa menggunakan topi ataupun tongkat komando. (oct)

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...