02 October 2021

Risma Marah-marah: Gagal Sebagai Komunikator Politik

Foto: Fajar Khoerul - kemensos.go.id

Tanggapan pengamat komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, terhadap perilaku Menteri Sosial Tri Rismaharini di Gorontalo, Jumat (1/10). Berikut tanggapan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas dan kandidat doktor ilmu politik dari Unas di Jakarta, Sabtu (2/10). 

01 October 2021

Saling Puji Sukarno dan Nyoto

Foto: Tim Buku Tempo
Goodreads.com

 Bung Karno, lanjut Ginting, pernah menjuluki Nyoto ‘Marhaenis sejati’. Sebuah ideologi kerakyatan yang dicetuskan Sukarno untuk PNI. Nyoto tak mau kalah. Ia orang pertama yang mengeluarkan istilah ‘Sukarnoisme’. Keduanya saling mengagumi. 

30 September 2021

PNI, PKI, Sukarno, Nasakom, dan Angkatan Darat

Foto: Republika, 28 September 2020

Dikemukakan, hal itu juga dikemukakan oleh Ketua Umum PNI Ali Sastroamijoyo pada ulang tahun ke 45 PKI. Ia menyatakan PNI bersedia bekerjasama dengan PKI. Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 1959-1960 sudah terang-terangan menyatakan ketidaksukaan kedekatan Sukarno dengan PKI. Ia akhirnya mundur dari posisi Wakil Presiden, karena Sukarno dianggap sudah tidak bisa diberitahu lagi.

29 September 2021

TNI Penjaga Ideologi Pancasila

Tanggapan pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting terhadap pernyataan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo soal TNI dan PKI pada webinar, Ahad (26/9).  

Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menjelaskan, TNI merupakan benteng terakhir pengawal ideologi Pancasila. TNI menjadi salah satu profesi di Indonesia yang wajib memegang teguh ideologi Pancasila. Bukan ideologi lainnya di luar Pancasila.

“Jadi, TNI sudah belajar banyak dari penghianatan ideologi lain, termasuk penghianatan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1948 dan 1965. Sehingga TNI berusaha keras untuk tidak lagi disusupi ideologi lain, termasuk ideologi komunis,” kata kandidat doktor ilmu politik itu di Jakarta, Rabu (29/9).

Ia mengemukakan hal tersebut terkait pernyataan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang mengindikasikan terjadinya penyusupan di tubuh TNI pada sebuah webinar Ahad (26/9) malam dengan tema: TNI vs PKI.

“Jangankan komunis, ketika partai politik dan kelompok lainnya ragu-ragu menerima atau menolak ide Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis), Angkatan Darat dengan tegas menolak Nasakom, karena bertentangan dengan Pancasila. Itu pula yang dimaksud politik TNI adalah politik negara,” ungkap Ginting. 

Pimpinan TNI tahun 1962-1965, lanjut Ginting, terutama Menteri Koordinator (Menko) Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KSAB) Jenderal TNI AH Nasution, serta Menteri /Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani dkk menolak tegas nasakomisasi, ideologi komunis serta rencana pembentukan Angkatan Kelima, yakni buruh tani dipersenjatai. Mereka kemudian menjadi korban kebiadaban PKI.

“Belajar dari pengalaman buruk penghianatan PKI tersebut, TNI tentu berusaha keras akan menolak ideologi lain. Sehingga menjadi tanda tanya besar jika ada yang meragukan ideologi prajurit TNI saat ini,” ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.

Ginting tidak sependapat dengan pernyataan tudingan Gatot Nurmantyo. Alasannya, kata dia, ada dua hal. Pertama; para prajurit telah diikat dalam sumpah ketika dilantik menjadi prajurit TNI. Dalam sumpah dan janji pertamanya dinyatakan: akan setia kepada NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kedua; para prajurit TNI diikat dengan tujuh jalan hidupnya yang disebut Sapta Marga. Pada marga pertama dan kedua, jelas-jelas disebutkan tentang Pancasila. Pada marga pertama, sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila. Kemudian pada marga kedua, sebagai patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.

“Mengapa Gatot Nurmantyo tidak mengacu pada dua hal tersebut? Apalagi Gatot pernah menjadi Panglima Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) dan Panglima TNI. Mengapa dia meragukan penerusnya di TNI saat ini,” kata Ginting dengan penuh tanya. 

Setelah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965 (G30S)/PKI, menurut Ginting, dalam rekrutmen prajurit TNI, sangat ketat menyeleksi penilaian mental ideologi. Bahkan ditelusuri hingga garis keturunan orangtua dan kakek neneknya. Sering disebut sebagai bersih diri dari ideologi lain, selain Pancasila.

Ia menjelaskan, para perwira tinggi aktif saat ini, umumnya justru lahir setelah peristiwa kelam tahun 1965. Ia mencontohkan Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman, misalnya. Kelahiran November 1965 dan dilahirkan dari keluarga besar TNI di Kodam Siliwangi. Kodam Siliwangi dikenal sebagai Kodam yang sangat anti komunis sejak bernama Divisi Siliwangi dipimpin Kolonel (Infanteri) AH Nasution.

“Ingat, ujung tombak penumpasan pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun dan sekitarnya adalah Siliwangi,” kata Ginting yang malang melintang sebagai wartawan senior dalam liputan pertahanan keamanan negara itu.

Selain itu, Kostrad dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menjadi ujung tombak penumpasan G30S/PKI tahun 1965. Cikal bakal RPKAD yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu juga berasal dari Kodam Siliwangi. Sejumlah batalyon Kostrad di Jawa Barat, umumnya juga berasal dari Kodam Siliwangi yang dialihkan kepada Kostrad.

Ginting menjelaskan, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, seperti juga Letjen TNI Dudung Abdurachman merupakan kelahiran 1965, Ketika TNI sedang menumpas pemberontakan PKI. 

Ada pun Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, tergolong masih bayi pada saat terjadinya pemberontakan PKI. Kedua perwira tinggi itu pun berasal dari keluarga besar TNI. Mereka lahir dimana tidak ada tempat bagi ideologi di luar Pancasila yang diterapkan sangat keras oleh pemerintahan Orde Baru.

“Cita-cita awal Orde Baru adalah menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itu nilai baik yang diterapkan Orde Baru setelah belajar dari kegagalan Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama,” ungkap Ginting.

Selamat Ginting mengungkapkan, Sapta Marga yang menjadi pedoman prajurit TNI dicetuskan pada 5 Oktober 1951, saat TNI merayakan ulang tahun yang keenam. Kode etik prajurit TNi tersebut, dimaksudkan untuk mencegah perpecahan di dalam tubuh TNI, terutama dari ideologi lain, selain Pancasila.

Ia menjelaskan, para tokoh perumus Sapta Marga yang dipimpin Kolonel  Bambang Supeno merancang rumusan jalan hidup tentara itu dengan meminta masukan dari sejumlah para pemikir TNI serta para tokoh bangsa. Antara lain Supomo, Ki Hajar Dewantara, Husen Djajadiningrat dan Mohammad Yamin.

“Pimpinan TNI saat itu menyadari bahwa ke depan TNI akan menghadapi tarikan ideologi lain di luar Pancasila.  Jadi, saat ini janganlah TNI dituding-tuding lagi disusupi ideologi lain. Anggap saja sebuah peringatan, tapi jangan menuding, karena berbahaya sekali. Apalagi TNI adalah garda terakhir ideologi Pancasila,” pungkas Ginting.

/selamatgintingofficial

10 September 2021

Rumor Sakitnya Megawati dan Pingsannya Bung Karno

Foto: Sekretariat Negara

Sejak Kamis (9/9/2021), informasi seputar kondisi kesehatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (74 tahun), menyita perhatian saya. Apakah betul Megawati mengalami stroke dan dirawat di RSPP Jakarta?

Hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pihak keluarga. Memang ada penjelasan dari Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang membantah rumor tersebut.
Tapi sebagian publik tak lagi percaya Hasto. Terutama setelah namanya dikaitkan dengan kasus suap aktivis PDIP Harun Masiku. Sudah sekitar dua tahun Harun Masiku menghilang.
Publik menunggu jawaban langsung dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati. Minimal ada gambar aktivitasnya untuk menjawab keraguan publik. Tetapi hingga kini belum ada jawaban dari Megawati.
Megawati adalah orang kuat dalam belantika politik Indonesia. Ia ketua umum terlama dalam sejarah partai politik di Indonesia. Menjadi ketua umum selama 28 tahun. Bisa jadi, ia juga salah satu ketua umum partai politik terlama di dunia.
Sebuah ironi partai menyandang nama demokrasi, namun tidak ada sirkulasi posisi ketua umum. Sama ironinya dengan partai menyandang nama demokrat, namun 'dikuasai' keluarga SBY.
Entah model demokrasi apa yang digunakan oleh Megawati dan SBY, dua mantan Presiden RI. Publik tentu punya persepsi masing-masing.
Kembali ke soal rumor kondisi kesehatan Megawati. Wajar saja jika kondisi kesehatannya tidak lagi prima. Apalagi usianya 74 tahun. Adiknya, Rachmati belum lama wafat pada usia 71 tahun. Ayah mereka, mantan Presiden Sukarno, wafat dalam usia 69 tahun.
Saat Sukarno jatuh sakit pada 4 Agustus 1965. Ia menderita vasospasme serebral, penyempitan pembuluh darah arteri otak. Dunia politik Indonesia juga berubah dengan cepat. Bahkan memicu eskalasi ketegangan sebelum peristiwa G.30S/PKI.
Sakitnya Bung Karno juga membuat Perdana Menteri Cina Zhou Enlai gusar. Ketua CC PKI DN Aidit yang sedang mengunjungi Pemimpin Cina Mao Zedong pun segera balik ke Tanah Air. Begitu juga Wakil Ketua CC PKI Nyoto segera balik dari Uni Soviet.
Cina khawatir jika Sukarno meninggal dunia, Indonesia akan dipimpin Jenderal AH Nasution yang anti PKI dan dekat dengan kelompok Islam serta diduga akan didukung Amerika Serikat. PKI memprediksi jika Nasution yang menjadi Presiden, PKI akan 'dihabisi'. Begitulah pembahasan pembicaraan Aidit dengan Mao Zedong.
PKI segera membuat angkatan kelima di luar AD, AL, AU, Polri. Yakni buruh dan tani dipersenjatai. Senjata-senjatanya dari Cina, seperti senjata Cung. Jenderal Nasution dan Jenderal Yani secara terbuka menentang angkatan kelima. Presiden Sukarno kecewa pada Yani yang sependapat dengan Nasution.
Aidit lebih memilih mengambil aksi 'terlebih dahulu'. Meletuslah peristiwa G30S bersamaan dengan Hari Nasional Cina (RRC) 1 Oktober 1965.
Kembali ke soal kondisi kesehatan Megawati. Tentu doa terbaik untuk Presiden ke 5 RI. Namun jika betul Megawati sakit, bahkan bila hingga wafat secara alamiah, akan mengubah peta politik di kandang banteng.
Faksi-faksi berdasarkan fusi partai tahun 1973 akan muncul kembali. Siapa yang akan menjadi ketua umum pengganti Megawati? Posisi anaknya, Puan Maharani (48 tahun) belum begitu kuat, baik secara nasional maupun di dalam partai.
Berjuta baliho Puan belum mampu mengangkat popularitas dan elektabilitasnya. Termasuk di dalam partainya. Dan sudah barang tentu akan terjadi gonjang ganjing politik nasional yang dahsyat.
Apakah 'petugas partai', Presiden Jokowi akan tergoda untuk 'ambilalih' partai mocong putih? Kita tunggu dinamika politik tingkat tinggi di Tanah Air.

/selamatgintingofficial

06 April 2021

Politik Global, Militer, dan Kepentingan Nasional

Foto: Dokumen Pribadi

Artikel ini tayang di Republika Online pada 7 April 2021.

Merupakan kepercayaan ketika diminta diskusi empat mata. Berdua dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa di ruang kerjanya, Mabesad, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Membahas perkembangan politik global. Khususnya multilateral diplomacy (security diplomacy, human right diplomacy, economic diplomacy). Tentu saja utamanya soal security diplomacy. Mulai peace keeping, peace making, regionalism, dan self defence.

Semuanya dalam konteks kepentingan nasional Indonesia. Saya mendorong TNI lebih aktif lagi dalam diplomasi militer. Hal ini untuk mendukung diplomasi luar negeri dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Misalnya, Papua dan Papua Barat adalah kedaulatan sah Indonesia berdasarkan resolusi PBB tahun 1969. Tetapi tidak bisa berpangku tangan begitu saja. Politik global itu dinamis. Lepasnya Sipadan, Ligitan, serta Timor Timur, menjadi pelajaran penting 'lengahnya' politik luar negeri kita.

Lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando AD (Seskoad) 1999/2000 itu menceritakan program penerimaan tentara otonomi khusus bagi orang asli Papua. "Kami rekrut dengan pertimbangan khusus. Saya ambil risiko dan saya siap bertanggung jawab."

Untuk mempertahankan kedaulatan, tidak bisa hanya mengandalkan ujung senapan, ujung meriam, dan belati terhunus. Upaya diplomasi militer harus terus dilakukan. Politik TNI adalah politik negara. Demi negara segala pertimbangan, termasuk dari sisi antropologi dilakukan TNI.

Jenderal bintang empat dengan kualifikasi pasukan komando. Ia terbuka menerima perbedaan pendapat. Beberapa kali tulisan saya 'pedas'. Tetapi Andika tidak marah. Sebaliknya, justru mengajak diskusi. Persis perdebatan di kelas dengan argumentasi dan teori.

Ia memang sekolah di luar negeri. Pernah mengenyam pendidikan militer di National War College dan Norwich University. Juga meraih gelar master di Universitas Harvard. Termasuk gelar doktor dari Universitas George Washington.

Sebelum diskusi empat mata, KSAD Jenderal Andika mengajak berkeliling bangunan utama Mabesad yang sedang direnovasi. Andika memadukan bangunan cagar budaya dengan peralatan dan disain modern.

"Ini bangunan heritage, tidak bisa sembarangan dibongkar. Saya menambah beberapa hiasan antik dan klasik termasuk marmernya agar terlihat cantik," ujar lulusan Akmil 1987 itu.

Ia juga membangun lift modern untuk tamu yang sepuh maupun disabilitas. "Kasihan jika sesepuh TNI ke ruangan KSAD di Mabesad harus melalui tangga."

Gedung utama, antara lain ditempati KSAD, Wakil KSAD, dan para asisten KSAD. Pada 15 Januari 1950, tentara KNIL menyerahkan general headquarter (markas besar) KNIL kepada KSAD Kolonel (Infanteri) AH Nasution. Di situlah awal mula Mabesad.

Penyerahan dilakukan secara resmi oleh Letjen Boerman van Vreiden kepada Kolonel AH Nasution  Dihadiri oleh Komisaris Tinggi Belanda serta Panglima Belanda, Laks Vingke.

Acara ini juga dihadiri Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) Jenderal Mayor TB Simatupang, KSAL Kolonel Laut Subiyakto, dan KSAU Kolonel Udara Suryadarma. Dahulu belum ada pangkat Brigadir Jenderal. Di atas Kolonel adalah Jenderal Mayor, Letnan Jenderal, dan Jenderal.

Terima kasih, Jenderal Doktor Andika. Sudah memberikan kesempatan selama 1,5 jam untuk diskusi empat mata demi MERAH PUTIH.

/selamatgintingofficial


23 January 2021

Doni Monardo, Airlangga & Dilema Komunikasi Covid-19

Berfoto dengan Kepala BNPB Letjen Doni Monardo di Graha BNPB.
Foto diambil sebelum pandemi Covid-19 melanda Jakarta dan Indonesia.
Foto: Dokumen Pribadi

Artikel ini tayang di Republika Online pada 23 Januari 2021.

Lekas pulih, Jenderal. Negara masih membutuhkan kiprahmu yang tak kenal menyerah. Salam tangguh.
Sabtu (23/1) pagi ini, saya terkejut ketika mendapatkan informasi Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo mengumumkan dirinya positif tertular virus corona. Hal ini terjadi di tengah padatnya aktivitas Doni dalam sepekan terakhir. Memimpin penanggulangan bencana gempa bumi Sulawesi Barat dan banjir Kalimantan Selatan.
“Dari hasil tes PCR tadi malam, pagi ini mendapatkan hasil positif Covid-19 dengan CT Value 25. Saya sama sekali tidak merasakan gejala apapun dan pagi ini tetap beraktivitas normal dengan olahraga ringan berjalan kaki 8 kilometer,” tutur Doni dalam siaran pers Sabtu (23/12).
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) tersebut, kini tengah melakukan isolasi mandiri sambil terus memantau perkembangan penanganan Covid-19 dan penanganan bencana di berbagai daerah.
Doni mengaku selama ini begitu disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan dengan selalu memakai masker dan mencuci tangan. “Covid-19 ini begitu dekat di sekitar kita. Selama ini saya berusaha sekuat tenaga patuh dan disiplin menjalan protokol kesehatan dan tetap bisa tertular. Dengan kejadian ini saya meminta masyarakat agar jangan kendor dalam memakai masker, menjaga jarak dan jauhi kerumunan, serta rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,” tuturnya.
Doni termasuk pejabat publik yang aktivitasnya luar biasa tiada henti. Saat pandemi menerjang Indonesia, selama lima bulan, ia tidak pulang ke rumahnya. Tidur di kantor. Setelah itu, ia tetap tidur di kantor selama lima hari. Dua hari di rumahnya. Itu pun dengan cacatan jika tidak dinas ke luar kota.
Sungguh, saya tidak berani untuk mengikuti perjalanan dinasnya yang luar biasa sibuk, keliling Indonesia. Saya mengukur diri saat pandemi, tidak bersedia, karena kondisi kesehatan yang tidak terlalu fit.
Pada Rabu (20/1) lalu, saya mengirimkan pesan kepada Doni Monardo via WA. Hal ini terkait dengan kontroversi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang akhirnya mengaku pada Desember 2020 lalu positif Covid-19.
Kepada Doni Monardo saya kirimkan pesan:
Saya menyesalkan sikap Airlangga Hartarto yang menyembunyikan statusnya, padahal dia pejabat publik. Bahkan sebagai Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Secara ilmu komunikasi, Covid 19 sesungguhnya mengajarkan kita untuk mampu mengatasi dilema komunikasi agar kita menjadi pelindung satu sama lain. Ya, dilema apalagi bagi pejabat publik. Mengaku positif khawatir dibully, tidak mengaku mendidik masyarakat tidak jujur menghadapi pandemi Covid-19.
Keterbukaan informasi merupakan kunci dalam dilema komunikasi saat menghadapi pandemi Covid 19. Terutama pejabat publik. Semoga menjadi pembelajaran untuk kita semua agar bijak dalam dilema menghadapi Covid-19.
Dengan menggunakan pendekatan forensik komunikasi, seperti kata Prof Ibnu Hamad, kita dapat menelisik dilema komunikasi yang dihadapi para pengambil kebijakan terkait pandemi Covid-19.
Doni setuju dan sependapat. Kemudian mengucapkan terima kasih atas masukannya.
Jadi, siapa pun harus terbuka ketika dinyatakan positif Covid-19. Ini bukan aib, namun agar bisa ditelusuri siapa saja yang kontak dengan korban terpapar untuk segera mendapatkan penanganan lanjutan.
Lekas pulih, Jenderal. Negara masih membutuhkan kiprahmu yang tak kenal menyerah. Salam tangguh.

/selamatgintingofficial

Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...