19 October 2021

Tayang Ulang: Madame nan Indah

Tulisan di FB tanggal 26 Januari 2021

Foto: Tribun Manado

Madame nan Indah

Sedang ramai. Koran Tempo membuat laporan tentang korupsi jatah bantuan sosial (bansos). Tersangka utama, Juliari P Batubara, bekas menteri sosial.
Dalam laporannya, dari jatah 1,9 juta paket bantuan, Juliari diduga hanya mengutip untuk 600 ribu paket. Sebanyak 1,3 juta paket, menurut Tempo, disebut sebagai jatah dua anggota DPR dari partai berkuasa (PDIP), yakni Herman Hery dan Ihsan Yunus.
Kader partai ini memang masih di urutan nomor satu dalam hal korupsi. Sejak era reformasi hingga saat ini. Hal ini menurut catatan lembaga-lembaga anti korupsi. PDIP harus berbenah diri dalam masalah ini.
Kembali ke laptop. Untuk wilayah Jadebotabek, bansos Covid-19, didistribusikan sebanyak 12 kali dengan total santunan 22,8 juta paket senilai Rp6,8 triliun. Dalam laporan Tempo, jatah untuk Herman dan Ihsan tidak dipotong fee Rp10 ribu, karena itu menjadi bagian dari 'madame'.
Siapa madame tersebut? Bagi saya, ini sudah masuk ke ranah hukum. Perlu rekonstruksi hukum untuk membuka tabir tersebut. Tentu saya tak berani mendahului proses hukum melalui dugaan-dugaan atau spekulasi. Sebab bisa mengandung fitnah terhadap seseorang. Urusannya bisa sampai akhirat. Saya tak berani.
Yang lekat dalam ingatan saya soal madame di Indonesia, justru pada sosok bekas janda Presiden Sukarno. Dia adalah Naoko Nemoto asal Tokyo, Jepang. Setelah dijadikan istri kelima Presiden Sukarno, namanya menjadi Ratna Sari Dewi. Dikenal sebagai Dewi Sukarno atau Dewi Soekarno, dengan ejaan lama.
Saya menulis Sukarno dengan ejaan baru, bukan ejaan lama: Soekarno. Karena sang presiden yang meminta namanya ditulis: Sukarno. Dengan alasan U menjadi Oe, itu peninggalan kolonial Belanda. Tandatangannya ditulis: Soekarno. Memang tidak mungkin diubah, karena terkait dengan dokumen dan perbankan.
Kembali ke sang madame. Dewi Sukarno, pada Februari 2021 ini akan genap berusia 81 tahun. Saat saya baru menjadi wartawan, Indonesia digemparkan dengan buku berjudul 'Madame D Syuga'. Artinya, unggul dan molek.
Buku itu berisi foto-foto Ratna Sari Dewi dalam berbagai pose. Peluncuran buku itu sempat meramaikan media massa di Jepang dan Indonesia.
Mengapa? Tentu saja, karena yang jadi modelnya, bukan perempuan biasa. Ia dulu sangat suka disebut sebagai Madame Sukarno, istri presiden pertama Indonesia. Buku ini memang penuh sensasi.
Bahkan salah satu koran di Jepang menuliskannya dengan bombastis, "kejutan terbesar abad ini". Bah... ngeri kali lah. Sebuah majalah di Jepang, membuatnya sebagai laporan utama dengan judul "Telanjang di Usia 53". Di usia yang sepantaran saya, saat ini. Waduh...
Para wartawan di Indonesia pun berburu untuk mendapatkan buku tersebut. Termasuk saya. Ingin tahu apa sebenarnya isi buku yang menghebohkan itu. Kehebohan bukan hanya sampai redaksi media massa, tetapi juga sampai Kejaksaan Agung. Lembaga itu akhirnya mengeluarkan larangan atas buku itu pada November 1993.
Artinya hanya sekitar tiga bulan setelah buku itu terbit di Jepang. Walah... belum sempat dapatkan buku itu, malah sudah dilarang. Larangan terhadap buku-buku atau barang cetakan, bukan cuma ciri khas rezim Orde Baru Soeharto saja.
Sebab rezim Orde Lama (Demokrasi Terpimpin) Sukarno juga sudah menerapkannya sejak 1963 melalui keputusan presiden. Kali ini justru menimpa terhadap bekas istri Sukarno. Menarik.
Kejaksaan Agung menyatakan, buku itu mengandung pornografi. Sekaligus bisa mencemarkan nama baik Presiden Sukarno. Sang Madame nan indah, protes. Dia tidak terima bukunya dilarang di Indonesia. Naoko Nemoto (saat itu 53 tahun) alias Dewi Sukarno, akhirnya datang ke Jakarta. Kedatangannya tentu saja menjadi pusat perhatian para jurnalis untuk melihat indahnya sang madame.
Madame (Pagi) yang indah sekali.
Membawa hati bernyanyi.
Walau gadisku telah pergi.
Dan tak kan mungkin kembali, hhhmm ya... (Koes Plus).
Kepada wartawan, ia membela diri. "Buku Madama d Syuga ditujukan bagi para perempuan yang menyukai keindahan dan citarasa seni yang tinggi. Bukan untuk kaum lelaki!". Nah... jadi kaum lelaki tak boleh lihat buku tersebut? Aya-aya wae madame...
Dewi juga tidak mau bukunya dikaitkan dengan mantan suaminya, Sukarno yang sangat dihormati bangsa Indonesia. Sebagai istri kelima dari sembilan istri Sukarno, bagi Dewi, buku itu tanggung jawab pribadinya. Bukan tanggung jawab keluarga Sukarno.
“Ini ekspresi seni. Demi keindahan, apa pun diizinkan. Saya kira orang yang mencintai seni tak akan mencela buku saya,” kata Ratna Sari Dewi, membela diri.
Kini dalam hal korupsi bansos, saya belum tahu, bagaimana sang madame bansos akan membela diri. Apakah terlibat dalam konspirasi jahat korupsi juga bagian dari ekspresi seni?
Ah ini pasti pertanyaan 'ngelantur', karena masih terbayang Madame Syuga... Semoga tidak lagi membuat foto telanjang di usia 81 tahun. Hahaha.

/selamatgintingofficial

14 October 2021

Dudung Jadi KSAD, Calon Pangkostrad Agus Subiyanto atau Maruli Simanjuntak (Bagian Kedua)

Foto: nkriku.com

Berdasarkan teori interaksi simbolik, diduga kuat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa akan diplot menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. Pilihan pada Andika sudah melalui pertimbangan yang matang.

Demikian analisa pengamat komunikasi politik dan Militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting dalam kanal youtube SGinting Official dan Hersubenopoint dari FNN, yang ditayangkan pada Selasa (12/10) berjudul: Kompromi Politik Jokowi Pilih Jenderal Andika sebagai Panglima TNI.

Setelah Andika Perkasa pensiun pada Desember 2022 mendatang, kata Ginting, penggantinya kemungkinan tidak dari TNI AD lagi. Sebab jika hal itu dilakukan, maka TNI AL akan kehilangan kesempatan dua kali menjadi Panglima TNI.

“Ini akan berakibat kurang bagus untuk soliditas TNI ke depan. Sebagai kompromi, ia melihat kemungkinan Presiden Jokowi akan segera merealisasikan penggunaan Peraturan Presiden (Perpres) No.66 tahun 2019. Dalam perpres tersebut, ada posisi Wakil Panglima TNI. Kemungkinan Yudo Margono bisa menjadi Wakil Panglima TNI, jika tidak ada perubahan dari dinamika politik yang berkembang,” tegasnya.

Posisi Wakil Panglima TNI di era reformasi, lanjut Ginting, pernah digunakan dua kali. Pertama era Presiden BJ Habibie. Panglima TNI Wiranto didampingi Wakil Panglima TNI Laksamana Widodo AS. Kemudian saat Presiden Abdurachman Wahud (Gus Dur). Panglima TNI dijabat Laksamana Widodo AS dan Wakil Panglima TNI Jenderal Fachrul Razi.

Jadi, papar Ginting, saat Andika jadi Panglima TNI, kemungkinan wakil Panglima TNI bisa diisi oleh Yudo Margono. Sehingga harus ada KSAL sebagai penggantinya.  Karena publik juga bertanya, untuk ada ada Perpres 66/2019 jika tidak digunakan posisi orang nomor dua di Mabes TNI. Namun, jika Perpres itu tidak digunakan, Yudo akan tetap menjadi KSAL.

“Mungkin jika Laksamana Yudo boleh memilih, antara menjadi KSAL atau Wakil Panglima TNI, kemungkinan dia akan lebih memilih menjadi KSAL. Kepala Staf Angkatan itu punya kuasa di Mabes matra masing-masing. Sementara di Mabes TNI, kuasa dipegang Panglima TNI, sedangkan Wapang TNI hanya cadangan saja.

Namun, setelah Presiden Joko Widodo sukses menjadikan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, tak serta-merta posisi orang nomor satu di Republik ini sudah kuat. Sebab Andika hanya akan menjabat sekitar satu tahun dua bulan saja, dengan catatan jika tidak ada perpanjangan masa pensiun.

Jokowi harus memikirkan sosok pimpinan TNI yang sesuai dengan seleranya. Ia harus mengkader pimpinan TNI, bahkan sampai peralihan kekuasaan pada Oktober 2024 mendatang.

Selamat Ginting menegaskan bahwa Presiden Jokowi harus menyiapkan sosok pimpinan TNI yang memiliki jejak hubungan baik dengannya. Letjen Dudung Abdurachman, kata Ginting memiliki posisi kuat menduduki jabatan KSAD menggantikan Andika Perkasa.

Solo Conection

Yang juga menarik, kata Ginting, justru siapa yang bakal menggantikan posisi Pangkostrad yang ditinggalkan Dudung Abdurrahman. Menurut keyakinan Selamat Ginting, calon Pangkostrad yang akan dipilih Jokowi adalah Mayjen Agus Subianto, kini Pangdam Siliwangi. “Lulusan Akmil 1991 itu merupakan sosok yang paling mungkin menduduki jabatan Pangkostrad, antara lain berdasarkan interaksi komunikasi dengan Presiden Jokowi,” katanya.

Sementara calon alternatif kedua yang bisa menduduki Pangkostrad, menurut Ginting, adalah Mayjen Maruli Simanjuntak yang saat ini menjadi Pangdam Udayana. Maruli lulusan Akmil 1992 dan menantu dari Menteri Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Marves.

“Agus dan Maruli orang dekat lingkaran Jokowi. Keduanya kebetulan pernah menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden. Agus Subianto juga pernah menjadi Komandan Kodim di Solo pada 2009-2011, saat Walikota Solo dijabat Joko Widodo,” ungkap Ginting yang malang melintang menjadi wartawan masalah pertahanan keamanan selama sekitar 30 tahun.

Jadi, kata dia, ada interaksi Solo Connection, istilahnya. Maruli Simanjuntak juga Solo Connection, karena sebelumnya  pernah menjadi Komandan Korem Warastatama di Solo. Sebelumnya juga pernah menjadi Komandan Grup A Paspampres, dimana pemegang kendali pengamanan presiden. Kalau Grup B wakil presiden. Ini betul betul orang orang pilihan. Backround-nya Kopassus,” papar Ginting.

Maruli, lanjut Selamat Ginting, masih terlalu muda jika dilihat dari usianya yakni 51 tahun. Jadi masih panjang karier militernya. Sedangkan Agus Subiyanto sudah berusia 54 tahun. Selisih usianya sekitar tiga tahun.

Sementara untuk Pangdam Jaya, kata Ginting, Jokowi akan memilih pengganti Mayjen Mulyo Aji. Dia seangkatan dengan Andika Perkasa, Akmil 1987. Mulyo Aji kemungkinan akan mendapatkan promosi bintang tiga. Mulyo pernah menjadi Danrem di Solo. Solo Connection juga. Jadi okowi betul-betul membutuhkan lingkaran dekatnya untuk menopang kekuasaannya agar lebih aman dari kalangan militer.

Kemungkinan, lanjut Ginting, Mulyo Aji akan dipromosikan menjadi Sekretaris Menkopolhukan menggantikan Letjen Tri Soewandono yang akan segera pensiun Desember 2021 ini.  

“Jokowi tidakakan mengabaikan orang-orang yang pernah bekerja sama dengan dia,” pungkas Ginting.

/selamatgintingofficial

Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, Isyarat Kedatangan Mensesneg ke Mabesad (Bagian Satu)

Foto: youtube.com/TNI AD

Presiden hampir dapat dipastikan akan memilih Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. Hadi Tjahjanto akan berusia 58 tahun pada 8 November 2021 mendatang, usia pensiun TNI.

Hal itu dikemukakan pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting terkait sinyal kunjungan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno ke Mabesad pada Senin (11/10/2021).

“Ini sinyal politik yang kuat berdasarkan teori interaksi simbolik. Sebagai orang Jawa, Presiden Jokowi senang menggunakan simbol-simbol dalam berkomunikasi. Jadi itulah interpretasinya,” kata Selamat Ginting dalam kanal youtube SGinting Official dan Hersubenopoint dari FNN, yang ditayangkan pada Selasa (12/10) berjudul: Kompromi Politik Jokowi Pilih Jenderal Andika sebagai Panglima TNI.

Teori interaksi simbolik, kata Selamat Ginting adalah teori yang memiliki asumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori ini fokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu yang lain.

“Ini interaksi antara individu utusan istana dengan yang individu yang dikunjungi yakni Jenderal Andika Perkasa dengan pesan komunikasi simbolik,” lanjut Ginting, wartawan senior yang kini menjadi akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Jakarta.

 

Jika mengacu kepada teori dari Helbart Blumer, kata Ginting, ada tiga asumsi dari teori kedatangan Mensesneg ke Mabesad. Yakni, manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka; makna diciptakan dalam interaksi antar-manusia; dan makna dimodifikasi melalui interpretasi.

Berdasarkaj ketiga makna tersebut, menurut Selamat Ginting, kuat dugaan inilah pesan komunikasi dari Presiden Jokowi bahwa Jenderal Andika Perkasa akan menjadi pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Apalagi, Mensesneg tidak mengunjungi Mabesal, kantor dari Laksamana Yudo Margono dan tidak juga ke Mebesau, kantor Marsekal Fadjar Prasetyo. Seperti diketahui calon Panglima TNI adalah para perwira tinggi yang pernah atau sedang menduduki jabatan kepala staf angkatan.

Menurutnya, pesan penting Mensesneg ke Mabesad, tidak berdiri sendiri. Sebab, pada Hari TNI  5 Oktober 2021 lalu, Presiden Jokowi saat menyaksikan parade kendaraan tempur di depan istana, mengatakan begini, “Ya sudah itu bisa jalan, yang menyopiri Pak Andika Perkasa saja,” paparnya.

Padahal di situ, lanjut Selamat Ginting, bukan hanya ada Andika Perkasa saja. Tapi juga ada Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo.

Dari dua interaksi simbolik itu, Selamat Ginting berkesimpulan bahwa kemungkinan besar Presiden Jokowi sudah memutuskan, Panglima TNI adalah Jenderal Andika Perkasa. Dia perwira tinggi bintang empat paling senior dibandingkan Laksamana Yudo Margono maupun Marsekal Fadjar Prasetyo. Andika Perkasa lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1987, Yudo Margono lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1988-A, dan Fadjar Prasetyo lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 1988-B.

“Walaupun waktunya singkat, hanya satu tahun dua bulan, ini akan menggunakan model ketika Presiden Jokowi mengangkat Jenderal Polisi Idham Azis sebagai Kepala Polri. Waktunya juga sama sekitar satu tahun dua bulan,” tegasnya.

Tidak Lazim

Diakui Ginting bahwa sesungguhnya tidak lazim, Panglima TNI hanya memiliki waktu yang sangat singkat, hanya sekitar satu tahun dua bulan. “Memang tidak lazim Panglima TNI hanya punya waktu satu tahun dua bulan, sebenarnya kurang efektif.”

Namun, lanjutnya, TNI punya pengalaman juga ketika Jenderal Edi Sudrajat pada era Soearto tahun 1993. Saat itu Jenderal Edi hanya menjabat tiga bulan saja menjadi Panglima TNI. Dia merangkap jabatan KSAD dan Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam). Tetapi kemudian, satu per satu jabatan dicopot. KSAD digantikan Letjen Wismoyo Arismunandar, dan Panglima TNI digantikan oleh Jenderal Feisal Tanjung. Akhirnya Edi Sudrajat hanya menjabat Menhankam.

“Jadi saya melihat bahwa ini isyarat kuat dari istana bahwa Andika Perkasa akan menjadi Panglima TNI, kendati waktu menjabatnya hanya sekitar satu tahun dua bulan saja. Tetapi ada satu cacatan, bisa saja Presiden memperpanjang usia pesiunnya,” paparnya.

Dalam prediksi Selamat Ginting, penunjukan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, menandakan bahwa Presiden Jiokowi sedang menempuh pola sama-sama enak, baik bagi Andika maupun Yudo dan Fadjar. “Pola win-win solutions akan dipakai dalam pengertian setelah Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, kemungkinan akan digantikan oleh Yudo Margono menjadi Panglima TNI berikutnya,” kata Ginting.

 

Penunjukan Andika Perkasa, diyakini Ginting setelah Jokowi meminta pendapat dari empat orang berpengaruh di lingkaran politiknya. Setidaknya Presiden Jokowi akan menanyakan kepada empat orang untuk mencari figur yang pas menjadi Panglima TNI.  Pertama Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Megawatidiperkirakan akan cenderung memilih Andika ketimbang Yudo Margono.

 

Kedua, Menhankam Prabowo Subianto, ketiga menteri ‘paling kuat’ pengaruhnya saat ini, yakni Luhut Binsar Panjaitan. Dan keempat, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto. Ketiga orang tersebut, kebetulan juga berasal dari matra darat. Jadi ada kecenderungan ketiganya akan lebih menyarankan nama Andika Perkasa ketimbang Yudo Margono.

 

“Inilah makna kedatangan Mensesneg Pratikno ke Mabes TNI AD. Berdasarkan teori interaksi simbolik. Jadi, kuat dugaan saya Jenderal Andika Perkasa akan diplot menjadi Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto,” ujar Selamat Ginting. 

 


 /selamatgintingofficial

11 October 2021

10 Oktober dan Akhir Rambut Kuncir Sun Yat Sen

Mengingatkan pada Republika On Line 11 Oktober 2018.

https://www.republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/10/11/pgeyi0385-10-oktober-dan-akhir-rambut-kuncir-sun-yat-sen

Foto: Wikipedia

Beberapa tahun silam, berkesempatan mempelajari sejarah revolusi Cina di Negeri Tirai Bambu. Di Guangzhou terdapat monumen tentang Bapak Cina Modern, Sun Yat Sen. Ia dokter, politikus, dan revolusioner.  Kegagalan demi kegagalan menjadi cap dirinya.

Barulah yang ke-11 kali, ia berhasil melakukan kudeta terhadap kekaisaran Cina. Anda yang suka nonton film-film kekaisaran, tentu akrab dengan lelaki berpenampilan rambut dikuncir. Ya, selama kekuasaan Dinasti Qing, orang Cina wajib memanjangkan kuncirnya. Tapi kaum pemberontak mencukur habis semua kuncirnya pada 10 Oktober 1911. 

Pencukuran ini menandai perebutan Kota Wuchang oleh kaum pemberontak dengan menyerang istana raja muda. Kota ini sudah berada di bawah kekuasaan kaum pemberontak sebelum fajar pagi menyingsing. Salah seorang yang berada di balik pemberontakan itu adalah dokter Sun Yat Sen. Dia pimpinan Zhongguo Dongmenghui. Sampai 10 kali melakukan revolusi, ia gagal. Baru setelah 11 kali, berhasil.

Pemberontakan dipimpin komandan lapangan Kolonel Li Yuanhong. Sun saat itu sedang di Amerika. Pada 10 Oktober itulah para pejuang nasionalis di Cina mendeklarasikan berdirinya negara republik. Dengan demikian, setelah 2.000 tahun diperintah para raja, Cina bukan lagi berbentuk kekaisaran melainkan menjadi negara Republik Cina.

Peristiwa itu populer disebut Revolusi 1911 atau Revolusi Cina. Sun Yat Sen dkk berhasil menjungkalkan kekaisaran dinasti Qing, yang telah berkuasa sejak 1644. Hasilnya, “Kaisar Terakhir” Cina, Pu Yi, resmi turun dari kekuasaan pada 12 Februari 1912.

Revolusi itu merupakan reaksi atas ketidakmampuan dinasti Qing mengangkat kembali kejayaan Cina. Bahkan, Kekaisaran Cina dalam tahun-tahun terakhir tunduk kepada kekuatan-kekuatan asing, baik dari Barat maupun dari Jepang.  Rakyat dibiarkan melarat, sehingga membuat Sun Yat Sen dan para pejuang melancarkan perlawanan untuk mengakhiri kekuasaan raja di Cina.

Sun Yat Sen menjadi Presiden sementara Republik Cina, dari 29 Desember 1911 hingga 10 Maret 1912. Ia dapat julukan sebagai Bapak Negara Cina Modern, baik di Cina daratan maupun Taiwan. Kemudian menjadi presiden definitif pada 1919-1925. Sun digantikan penerusnya Jenderal Ciang Kai Sek.

Negara itu kemudian dilanda perang saudara selama bertahun-tahun. Berujung pada pertikaian dua kubu – yaitu kekuatan nasionalis pimpinan Jenderal Chiang Kai-sek dan kubu Komunis pimpinan Mao Zedong. Pada 1949, kubu Nasionalis akhirnya tersingkir dari Cina Daratan. Mereka lalu pindah ke Pulau Taiwan dengan tetap memakai nama negara Republik China. Kubu komunis pada 1 Oktober 1949 mendirikan negara baru bernama Republik Rakyat China.

Namun, pemerintah dan rakyat RRC – termasuk di Hong Kong dan Makau – tetap merayakan perjuangan 10 Oktober 1911 itu sebagai Peringatan Revolusi Xinhai. Sedangkan Republik Cina di Taiwan menjadikan 10 Oktober sebagai hari jadi negara mereka. Kala itu Sun Yatsen dan orang Taiwannya sudah benar-benar berambut klimis dan tak kuciran lagi.

/selamatgintingofficial

10 October 2021

Tumilaar Jenderal yang Dirindukan, Implementasikan Perintah Jenderal Andika

Wawancara melalui link zoom (10/10/21)
dok. selamat ginting official

“Saya diperintahkan untuk bertugas di kampung halaman leluhur di Sulawesi Utara agar mengetahui problem rakyat. Itu yang saya terjemahkan ketika diperintahkan KSAD Jenderal Andika Perkasa untuk menjadi Inspektur Kodam (Irdam) XIII Merdeka di Sulawesi Utara (Sulut) lebih setahun yang lalu,” kata Brigadir Jenderal TNI Junior Tumilaar di Bandung, Ahad (10/10).

Ya, itulah tanah tumpah leluhurnya sebagai orang Minahasa, Sulawesi Utara. Ia mengaku sangat mencintai kampung halaman keluarga dalam menjalankan tugas negara. Hal itu dikemukakannya saat bincang pagi dengan pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, melalui link zoom. Brigjen Junior Tumilaar, pagi itu, berada di rumahnya Komplek Perumahan Angkatan Darat (KPAD) di Gegerkalong, Bandung, Jawa Barat.

Ia mengaku memahami tentang risiko yang harus dihadapinya dengan membuat surat terbuka kepada Kepala Polri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Surat yang intinya sebagai protes atas tindakan oknum lembaga kepolisian Sulut yang memanggil untuk memeriksa anakbuahnya, bintara pembina desa (babinsa).

“Saya tahu risikonya, termasuk akan dipanggil untuk diperiksa Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad). Soal pencopotan sebagai Irdam XIII Merdeka, saya siap melaksanakannya. Saya ini orang teknik tempur, jadi tahu risiko pertempuran,” ujar abituran (lulusan) Akademi Militer (Akmil) 1988-A dari Korps Zeni.

Dalam pertempuran, kata Junior, tidak bisa dihindari akan ada korban. Sehingga dia siap menjadi korban dalam pertempuran tersebut untuk kemenangan yang lebih besar. “Surat saya yang disebut Bung Selamat Ginting dalam tulisannya seperti graffiti komunikasi memang merupakan bentuk protes,” ujar Junior yang mengawali tugas sebagai Komandan Peleton Zeni Tempur (Zipur) di Detasemen Zipur 5 di Ambon tahun 1988.

Guru dan dosen militer

Ia menjelaskan dalam karier militernya lebih banyak ditugaskan di lembaga pendidikan selama sekitar 17 tahun.  Mulai sebagai guru militer di Pusat Pendidikan Zeni (Pusdikzi) selama lima tahun, dilanjutkan sebagai Wakil Komandan Pusdikzi selama sekitar dua tahun. Begitu juga penugasan di Komando Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat (Kodiklatad), hingga menjadi dosen utama di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Total sekitar 17 tahun dari 33 tahun pengabdiannya sebagai militer.

“Jiwa saya guru, guru militer. Guru militer maupun dosen militer itu harus berani. Protes saya itu bentuk edukasi, pendidikan agar tidak ada lagi kesewenangan oknum polisi memeriksa anak buah saya sebagai babinsa,” kata mantan Komandan Kodim di Tapanuli Tengah itu.

Dia mengaku awalnya sudah menyampaikan ada kekeliruan dari kepolisian melalui forum resmi kepada Polda dan juga kepada forum pimpinan daerah Sulawesi Utara. Ternyata tidak ada tindak lanjut apapun. Bahkan seperti tidak ada persoalan sama sekali. Sehingga dia membuat surat terbuka kepada Kepala Polri yang tembusannya ditujukan kepada Panglima TNI, KSAD, dan Panglima Kodam XIII Merdeka.

“Saya tidak mau institusi saya disepelekan, institusi saya tidak dihormati, institusi saya dilecehkan. Sebagai Irdam, saya adalah pengawas. Saya mengawasi dan memeriksa, ada yang tidak beres. Saya ambil risiko, termasuk membela rakyat yang tertindas. Masa sebagai jenderal saya takut kehilangan jabatan? Saya rela berkorban untuk institusi TNI, Angkatan Darat, untuk Kodam dan untuk rakyat Sulawesi Utara tempat saya berdinas.”

Tugas di Enam Kodam

Setidaknya, Junior memang sudah malang melintang tugas di 5-6 Kodam di Indonesia, mulai dari Maluku, Papua, Kalimantan Timur, Aceh, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jakarta, Sulawesi. Sehingga ia memahami masalah rakyat. Termasuk masalah pertanahan dan kasus-kasus yang menimpa rakyat.

Menurutnya, sebagai perwira Korps Zeni ia diberikan ilmu tentang tanah dan asal usul tanah. Termasuk dokumen-dokumen pertanahan dari zaman kolonial Belanda. Masalah tanah dalam institusi militer diserahkan penanganannya kepada Korps Zeni di Kodam. Sehingga ia mempelajari status-status tanah di wilayah Indonesia yang digunakan oleh militer.

“Sama dengan kasus di Sulawesi Utara, saya pelajari juga status tanah yang dimiliki sejumlah korporasi. Kok bisa mereka menguasai tanah-tanah rakyat, tanah ulayat, tanah adat. Sudah sekian lama terjadi, tapi tidak ada yang berani melawan kezaliman. Bisa jadi kasus tanah di Sulawesi Utara, di Sentul Bogor, dan Toba di Sumatera Utara juga mengundang pertanyaan besar. Bagaimana rakyat terusir dari kampung halamannya, tanah dari nenek moyangnya tak bisa ditempati. Rasanya harus ada keadilan bagi rakyat,” kata Brigjen Junior yang pernah menjadi staf ahli bidang lingkungan hidup di Kodam Bukit Barisan.

Sebagai tentara, kata dia, maka prajurit harus menyesuaikan diri dalam tugas di sejumlah daerah. Seperti saat dirinya bertugas di Aceh, Junior menghormati kebiasaan dan tradisi masyarakat Aceh. Termasuk keyakinan agama masyarakat setempat jangan dijadikan kendala, tetapi justru harus bisa menyatu dengan rakyat.

“TNI itu tentara rakyat dan tidak boleh dimanfatkan oleh golongan-golongan mana pun, baik politik maupun korporasi atau ekonomi. Itu petuah panglima besar almarhum jenderal Sudirman,” kata Junior yang menyandang pangkat kolonel selama delapan tahun dengan enam jabatan. Sementara pangkat letnan kolonel disandangnya selama 12 tahun dengan delapan jabatan.

Ia memang bukan perwira karbitan, namun melalui perjuangan berliku menjadi jenderal. Kini setelah kasusnya viral, hasil pemeriksaan Puspomad berbuntut ia harus kehilangan jabatan bergengsi sebagai Irdam XIII Merdeka. “Jabatan itu amanah, kalau diambil ya harus siap, jangan dipikirkan,” kata Junior sambil tertawa lepas.     

Senin (11/10) ini dia akan kembali menjalani pemeriksaan di Markas Puspomad di Jakarta. “Jika dianggap bersalah oleh institusi saya, Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad), saya akan terima dan patuhi,” kata jenderal yang sudah berkarier militer selama 33 tahun dan berpengalaman dalam tugas teritorial, tempur, pendidikan, serta staf.

Mengenai rencana menghadapi pensiun pada Mei 2022 mendatang, Junior mengaku sudah siap. Dia mengaku tidak tertarik untuk masuk dalam dunia politik, seperti mencalonkan sebagai kepala daerah. “Bidang saya bukan di situ. Jiwa saya adalah guru. Guru itu memberitahu tentang kebenaran. Jadi setelah pensiun saya akan menjadi guru,” kata kandidat doktor hubungan internasional tersebut.

Ia mengaku belum bisa melanjutkan kuliah lagi walau pun tinggal penelitian disertasi. Alasannya, antara lain karena tidak memiliki cukup dana untuk melanjutkannya. Ia lebih memilih membiayai kuliah anak-anaknya daripada menuntaskan kuliah doktoralnya di Universitas Padjajaran, Bandung.

“Modal kuat saya karena ditempa lama di lembaga pendidikan militer, jadi nurani saya tinggi untuk membela ketidakadilan di tengah masyarakat. Saat menjadi Komandan Kodim di Sibolga, saya pelajari falsafah orang Sumatra Utara. Saya pelajari antropologi sosial bidaya serta kearifan lokalnya. Jadi saya tidak kesulitan dalam tugas-tugas teritorial. Itulah hakikatnya tentara rakyat,” ujar mantan perwira menengah ahli nuklir, biologi, dan kimia (Nubika) di Pusat Zeni Angkatan Darat.

Perihal namanya, Junior mengungkapkan bahwa marga atau fam Tumilaar di Minahasa, artinya adalah yang dirindukan. Sementara Junior adalah nama pemberian kakeknya, berarti yang muda atau penerus keluarga.

Ya, sesuai dengan namanya Junior Tumilaar, dialah jenderal penerus yang dirindukan. Selamat mengabdi, Jenderal yang dirindukan!


/selamatgintingofficial

09 October 2021

Jadi KSAD, Dudung Kandidat Kuat Panglima TNI, Andika Berpotensi Dampingi Puan di Pilpres 2024

Foto: Jenderal TNI Andika Perkasa (Antara)

Pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI hingga kini masih misteri. Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga mengirimkan nama calon Panglima TNI kepada DPR RI.  Padahal masa pensiun Marsekal Hadi Tjahjanto sudah dekat yaitu pada 8 November 2021. Hal iini membuat publik bertanya-tanya, siapa gerangan Panglima TNI selanjutnya? 

Pengamat komunikasi politik dan militer dari  Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting punya analisis  menarik mengenai pergantian Panglima TNI tahun ini.  Menurut Selamat Ginting, pergantian Panglima TNI saat ini diwarnai dinamika politik yang sangat tinggi. Ada tarik menarik kepentingan politik di balik suksesi Panglima TNI, karena terkoneksi dengan pemilihan presiden 2024 mendatang. 

Selamat Ginting memperkirakan Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet pada 20-21 Oktober ini, di saat pemerintahannya memasuki masa dua tahun pada periode kedua.  "Reshuffle kabinet ini apakah para kepala staf angkatan atau Panglima TNI akan masuk ke jajaran kabinet atau tidak?. Hal ini akan mempengaruhi konstalasi pergantian Panglima TNI," kata dia dalam wawancara dengan Hersubeno Arief dari FNN di kalan youtube, Jumat (8/10).  

Konsultasi ke Empat Tokoh

Selamat Ginting menduga molornya waktu pergantian Panglima TNI karena ada tarik menarik kepentingan politik. Kata Ginting, setidaknya Jokowi akan bertanya ke sejumlah orang untuk mencari calon Panglima TNI yang pas. 

Pertama Jokowi akan bertanya ke Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP sebagai partainya Presiden Jokowi dan partai pemenang pemilu 2014 dan 2019. Pendapat Megawati akan menjadi acuan.

Kedua adalah orang militer yang punya pengaruh kuat di kabinet yaitu Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.

Ketiga, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, karena Panglima TNi akan bekerja sama dengan Menhan. Keempat adalah Jenderal (Purn) Wiranto di Wantimpres.

“Empat orang ini akan mempengaruhi keputusan Presiden Jokowi.  Dan tentu saja Jokowi juga akan meminta pendapat dari Marsekal Hadi Tjahjanto tentang suksesornya. Ini bukan soal giliran matra atau tidak,  tapi terkait tarik menari kepentingan politik yang sangat tinggi,” kata kandidat doktor ilmu politik ini. 

Pergantian Panglima TNI ini, lanjut Selamat Ginting, terkait dengan rencana proses pergantian kepemimpinan nasional di tahun 2024. Kalau kita perhatikan survei-survei yang muncul dari kalangan militer sebagai bakal capres/cawapres ada empat orang. Mereka ialah Prabowo, AHY, Gatot Nurmantyo dan Andika Perkasa. Ditambah Budi Gunawan dari unsur purnawirawan Polri.  Nama Tito Karnavian justru belum muncul dalam beberapa survei.

"Jadi posisi Andika akan  menjadi tanda tanya besar. Apakah akan diplot menjadi Panglima TNI atau justru masuk dalam kabinet atau pejabat setingkat Menteri pada 20-21 Oktober 2021 ini," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. 

Andika Perkasa Dampingi Puan

Jika suara Andika Perkasa terus mencuat dalam beberapa survei, bukan tidak mungkin kata Ginting, Andika akan menjadi kandidat kuat sebagai bakal cawapres mendampingi Puan Maharani.  Jika Puan disandingkan dengan Prabowo Subianto, maka Puan akan menjadi orang nomor dua.

"Kalau dengan Prabowo posisi Puan akan menjadi nomor dua. Kalau dengan Gatot Nurmantyo dan AHY rasanya tidak mungkin dipasangkan. Karena beda haluan politiknya. Jadi ada  kemungkinannya Puan diduetkan dengan Andika Perkasa.  Ini yang akan menjadi tarik menarik kepentingan politik," ujar Selamat Ginting.

Dari situ saja, kata Ginting, ada kecenderungan Megawati menginginkan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI. Begitu juga kemungkinan saran dari Luhut Binsar Panjaitan, Prabowo Subianto, dan Wiranto.  Ia meyakini Hadi Tjahjanto kemungkinan justru akan memilih Yudo Margono dengan alasan lebih dekat secara psikologis dan sosiologis dibandingkan hubungan Hadi dengan Andika Perkasa seperti terlihat di depan publik.

“Koneksitas komunikasi sosial Hadi Tjahjanto lebih dekat kepada Yudo Margono daripada dengan Andika Perkasa.  Ada kedekatan emosional, dan ada loyalitas. Nah, sekarang tinggal Jokowi. Apakah dia beani berbeda pendapat dengan Megawati serta tiga senior TNI yang mungkin akan diminta sarannya.”

Jadi, kata Ginting, tidak mungkin Jokowi akan mengabaikan Andika Perkasa. Jika tidak dipilih menjadi Panglima TNI, maka akan dicarikan tempat lain yang juga terhormat. Mirip seperti ketika Budi Gunawan batal menjadi kepala Polri, kemudian ditempatkan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan dinaikkan pangkatnya menjadi bintang empat.

Sehingga, lanjutnya, jika Andika dimasukkan dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini, posisinya kemungkinan besar adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menggantikan Moeldoko.  Sudah ramai Moeldoko akan dicopot sebagai KSP. Posisi ini kemungkinan akan menjadi tempat bagi Andika Perkasa jika ia tidak direncanakan untuk menjadi Panglima TNI.

Apabila itu terjadi, lanjutnya, maka Andika harus pensiun satu tahun lebih dahulu dari usia maksimal pensiun militer 58 tahun. Sama dengan Tito Karnavian yang harus pensiun dini dari kepolisian, karena harus masuk kabinet.  “Apakah Andika mau? Apakah Andika juga berani menolak perintah presiden? Kita lihat saja perkembangannya," ujarnya. 

Tapi, lanjut Selamat Ginting, bukan berarti Moeldoko akan disingkirkan tanpa jabatan. Dia tetap masuk kabinet dengan posisi menteri.  Sebab, KSP adalah orang kepercayaan Presiden, sehingga tidak mungkin dibuang tanpa mendapatkan kompensasi jabatan lain setingkat menteri.

Menurut Selamat Ginting, untuk mencari figur Panglima TNI ini bukan cuma loyalitas tapi juga kedekatan serta komunikasi dengan presiden. Dari tiga kepala staf angkatan, Andika paling dekat dengan Presiden Jokowi, karena pernah menjadi Komandan Paspampres. Ini salah satu modal sosial yang dimiliki Jenderal Andika dibandingkan Laksamana Yudo Margono maupun Marsekal Fadjar Prasetyo. "Kalo kita lihat relasi politiknya Andika sangat diuntungkan dibandingkan kandidat lainnya," katanya.

Menurut Selamat Ginting, masa peralihan kepemimpinan nasional pada 2024 mendatang, membutuhkan stabilitas politik sangat kuat. Biasanya yang diperlukan adalah tokoh Angkatan Darat. Kenapa? Karena AD mempunyai basic teritorial yang baik setidaknya semenjak Orde Baru hingga sekarang. 

Ketika Hadi Tjahjanto dibiarkan sampai hampir empat tahun, maka Hadi adalah orang yang dipercaya Presiden Jokowi. Namun, sekaligus ada kecendrungan Presiden Jokowi mengulur-ulur waktu untuk Andika dalam meraih posisi Panglima TNI. Sehingga Andika hanya punya waktu satu tahun jika menduduki posisi Panglima TNI. Sebuah waktu yang sangat singkat untuk jabatan strategis sekelas Panglima TNI dan selama ini belum pernah ada jabatan ini hanya diemban selama satu tahun saja.

“Di sinilah nilai minus Andika Perkasa dari sisi waktu jelang pensiun. Sementara menjadi nilai plus bagi Yudo Margono dan Fadjar Prasetyo.”

Lompatan Dudung Jadi Panglima TNI

Bahkan skenario baru bisa terjadi jika Andika Perkasa masuk dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini. Menurut Selamat Ginting, pengganti Andika sebagai KSAD bisa jadi Panglima TNI.  Walau dia menjabat hanya hitungan satu hari sekali pun.

"Misalnya Letjen Dudung Abdurachman dilantik menjadi KSAD pada 20-21 Oktober 2021 berbarengan dengan menteri kabinet. Pada November dia juga bisa diusulkan menjadi Panglima TNI. Karena syarat jadi Panglima TNI adalah orang yang pernah dan sedang menjadi kepala staf angkatan," ujar Selamat Ginting, wartawan senior yang sekitar 30 tahun mengamati masalah pertahanan keamanan. 

Jika Andika dimasukan dalam gerbong cabinet atau setingkat Menteri, seperti KSP, maka peluang KSAL Laksamana Yudo Margono menjadi sangat besar untuk menjadi Panglima TNI. Kesempatan bagi matra laut untuk Kembali memimpin Mabes TNI. Namun kata Selamat Ginting, ada satu hal yang menjadi kelemahan Yudo Margono yakni peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala.  Ini yang mengganjal Yudo, karena sebagai pimpinan TNI AL, dia juga harus bertanggung jawab dalam peristiwa naas tersebut.

"Kalo Fadjar Prasetyo agak tipis peluangnya. Tidak mungkin Panglima dari AU kemudian kembali dikembalikan lagi ke matra udara lagi. Berbeda dengan matra darat sangat memungkinkan dari AD ke AD. Apa sebab? Karena AD jumlah personelnya sangat besar," ungkap Selamat Ginting.

Menurutnya, Jokowi dalam dinamika politik seperti saat ini butuh figur yang cukup berani mengambil risiko dibandingkan sejumlah jenderal lainnya. Terlepas dari kontroversi Dudung dalam kasus pencopotan baliho FPI dan HRS, tapi dia berani bertindak. Itu pertempuran proxi baginya. 

"Tentu bagi pendukung FPI dia dianggap cela. Namun, bagi Presiden Jokowi serta pihak yang berlawanan dengan cara FPI dan HRS, cara Dudung adalah kredit poin paling tinggi," ungkap Selamat Ginting.

Tipikal Dudung, menurutnya, adalah orang yang dibutuhkan Presiden Jokowi. Dalam beberapa kesempatan di Istana, misalnya. Ketika presiden mengumpulkan para Pangdam dan Kapolda. Jokowi tiga kali menyebut nama Dudung untuk dijadikan contoh pemimpin yang berani bertindak.  “Kalian harus berani seperti Dudung, sampai tiga kali diucapkan Jokowi,” ucap Ginting.

Dari situ ia  yakin, Dudung akan menjadi pimpinan TNI. Terbukti jadi Panglima Kostrad dan sekarang calon kuat KSAD. Nyaris tidak ada tandingan walaupun ada beberapa seniornya lulusan Akmil 1988-A maupun 1987. “Terlepas juga apakah ada hubungan relasi kuasa ataupun koneksi politik antara almarhum mertuanya sebagai pengurus Baitul Muslimin di PDIP.  Itulah Dudung dengan plus minusnya," katanya.

/selamatgintingofficial

 


07 October 2021

Pengamat hankam: Komcad Bagian dari Komponen Pertahanan


Foto: Youtube/Sekretariat Presiden

Pengamat pertahanan keamanan (hankam) dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting mengharapkan, kekuatan pertahanan Indonesia harus bisa memadukan kekuatan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Pertahanan militer diorganisasikan ke dalam komponen utama, yakni TNI (Tentara Nasional Indonesia). Sedangkan organisasi untuk pertahanan nirmiliter dibedakan atas dasar hakikat dan jenis ancaman yang dihadapi.

“Dalam menghadapi ancaman militer, pertahanan nirmiliter diorganisasikan ke dalam komponen cadangan dan komponen pendukung. Keduanya disiapkan untuk menjadi pelapis komponen utama,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Selamat Ginting di Jakarta, Kamis (7/10).

Ia menanggapi peresmian penetapan komcad oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) di Batujajar, Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/10). Menurut Jokowi, komcad dibentuk guna mendukung TNI dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jokowi mengatakan, sistem pertahanan Indonesia ini bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya.

Menurut Selamat Ginting, dalam menghadapi ancaman nirmiliter, organisasi pertahanan nirmiliter disusun ke dalam pertahanan sipil. Hal ini untuk mencegah dan menghadapi ancaman yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi.

Dalam menghadapi ancaman yang berdimensi keselamatan umum, kata dia, bentuk pertahanan sipil dilaksanakan melalui fungsi-fungsi keamanan. Antara lain penanggulangan dampak bencana alam dan bencana yang ditimbulkan manusia, operasi kemanusiaan, SAR, wabah penyakit dan kelaparan, gangguan pada pembangkit tenaga listrik, transportasi, dan aksi pemogokan.

Dikemukakan, struktur organisasi pertahanan sipil dalam pertahanan nirmiliter berbeda dengan struktur sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer. Organisasi pada pertahanan sipil bersifat fungsional dan berada dalam lingkup kewenangan instansi pemerintah di luar bidang pertahanan.

Selamat Ginting menjelaskan, dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia terbukti sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta menjadi sistem yang mampu melawan penjajah dan berhasil menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Oleh karena itu, lanjutnya, sistem tersebut harus tetap dipertahankan dan dikembangkan. Sistem tersebut untuk menegakkan kedaulatan NKRI, menjaga keutuhan wilayah negara, dan menjamin keselamatan bangsa.

“Untuk menjamin tegaknya NKRI, fungsi pertahanan negara sangat berperan dalam menjaga kelangsungan bangsa,” kata Selamat Ginting, mantan wartawan senior Republika.  

Menurutnya, komponen cadangan dan komponen pendukung dapat diarahkan untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal. Sekaligus untuk terwujudnya pertahanan nirmiliter dan kesadaran bela negara yang tinggi.

Jadi, kata dia, pembentukan komponen cadangan lebih berorientasi pada aspek kewilayahan. Sehingga setiap daerah memiliki kekuatan cadangan yang nyata dan dikembangkan secara bertahap dan berlanjut sampai mencapai kekuatan yang proporsional. 


/selamatgintingofficial

Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...