17 August 2019

Ruang Publik Manusiawi Bersyariah

Foto: Habib Rizieq Syihab (Kiblat.net)

TULISAN INI TELAH DIPUBLIKASIKAN PADA KORAN REPUBLIKA, EDISI SENIN, 13 MEI 2019 - RUBRIK TERAJU, Halaman 24.

Dianugrahi sebagai "Pemenang ke-1 Kategori Wartawan" Lomba Penulisan Artikel Kebangsaan dalam Rangka HUT Ke-74 Kemerdekaan RI dengan tulisan berjudul “Ruang Publik Manusiawi Bersyariah” yang diselenggaran PWI bekerja sama dengan Inspirasi.co.


Tulisan mengambil tema dari artikel berjudul “NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi” yang ditulis oleh konsultan politik Denny JA. Lomba penulisan semula berlangsung 1 Januari - 15 Februari 2019 tetapi kemudian diperpanjang hingga akhir Juli 2019.

============================
Oleh Selamat Ginting

Kehadiran Pancasila sebagai sebuah ideologi bagi bangsa Indonesia adalah rahmat dari Tuhan.  
Persis setahun yang lalu. Muhammad Rizieq Husein Syihab, populer dipanggil Habib Rizieq Syihab (HRS) menitipkan pesan kepada elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengunjunginya di Mekah, Saudi Arabia. Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dan anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsyi mengunjungi pemimpin Front Pembela Islam (FPI) di sela-sela ibadah umrah.
Yang menarik pesannya, Jazuli menjelaskan dalam pertemuan tersebut mendiskusikan masalah keumatan dan kebangsaan. Terutama pelaksanaan Pancasila.
"Habib Rizieq berpesan agar semua komponen bangsa menjaga NKRI dari berbagai rongrongan yang menghancurkan sendi-sendi berbangsa dan bernegara, agar menghormati ulama dan agama-agama yang diakui di Indonesia," kata Jazuli.
Habib Rizieq, kandidat doktor bidang dakwah dan manajemen di Universitas Sains Islam Malaysia (USIM), Negeri Sembilan. Ia kerap berbicara soal Pancasila dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Bukan kali itu saja.
Ia pun beberapa kali berbicara soal NKRI Bersyariah. Ketika memulai aksi 212 tahun 2016, isu NKRI Bersyariah sudah digaungkannya. Setahun kemudian, dalam Reuni 212 tahun 2017, perlunya Indonesia menjadi NKRI Bersyariah kembali diperkuatnya.
“Bagaimana sikap kita atas seruan NKRI Bersyariah itu?” tanya Denny JA yang kini aktif membuat meme komunikasi politik. Pada Desember 2018 lalu, Denny menuliskan artikel NKRI Bersyariah atau Ruang Publik Yang Manusiawi? Ia menyebut HRS berulang-ulang menyatakan perlunya NKRI Bersyariah. 

Syariah di Pancasila
Apa sebenarnya yang dimaksud HRS tentang NKRI Bersyariah? Menurutnya,  NKRI Bersyariah adalah negara yang menjadikan pribumi sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Selain itu NKRI Bersyariah artinya anti terhadap beberapa hal, yakni: korupsi, judi dan narkoba, pornografi, prostitusi, LGBT, fitnah, kebohongan, dan kezaliman.
Sebenarnya tidak ada yang baru dari pernyataan HRS soal NKRI Bersyariah. Sama seperti pesannya kepada elite PKS yang mengunjunginya tahun lalu. Saat itu juga sedang merayakan Hari Pancasila.  NKRI bersyariah yang dimaksud HRS termaktub dalam nilai-nilai Pancasila.
Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Pancasila. Namun, menghargai sesuatu yang bersifat syariah untuk umat Islam Indonesia yang mayoritas, sekitar 90 persen dari jumlah penduduk. Misalnya: UU Bank Syariah, UU Ekonomi Syariah, UU Pornografi, UU Jaminan Produk Halal untuk makanan dan obat-obatan, hingga UU Pendidikan.
Yang menarik justru ada partai papan atas yang kerap ‘walk out’ saat membahas undang-undang yang melindungi umat Islam. Misalnya terkait pornografi, sesungguhnya semua umat beragama, tidak akan ada yang mau menerima pornografi dan pornoaksi. Tidak ada yang menginginkan generasi penerusnya moralnya rusak.
Jadi Indonesia yang berlandaskan Pancasila, jelas tidak anti terhadap aturan yang beraroma syariah. Bahkan mengakomodasi sistem syariah tersebut ke dalam sitem pemerintahan Indonesia. Yang aneh justru ada kalangan minoritas yang menunjukkan perilaku tidak harmonis. Menolak hakikat perbedaan, hakekat terbentuknya Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sedikitnya 90 persen penduduk Indonesia beragama Islam, dan selebihnya yang 10 persen menganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sebagai mayoritas, wajar jika umat Islam, memerlukan payung hukum berupa undang-undang yang melindunginya, sekaligus tidak merugikan umat beragama lainnya.
Bukankah dari sembilan tim perumus BPUPKI, empat orang mewakili Islam, dan empat mewakili kebangsaan, serta satu orang mewakili Kristen? Bukankah tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan juga mayoritas beragama Islam? Para pejuang beragama Islam itu, tidak memperjuangkan penduduk yang beragama Islam saja. Melainkan juga melindungi umat beragama lainnya. 
Jangan pertentangkan
Jadi sesungguhnya aneh jika mempertentangkan Islam dengan kebangsaan. Sama seperti mempertentangkan NKRI Bersyariah dengan Ruang Publik Yang Manusiawi, seperti diwacanakan Denny JA. Apakah bersyariah artinya bertolak belakang dengan ruang publik yang manusiawi?
Apakah itu berarti Islam juga tidak manusiawi? Bukankah islam itu ramatan lil alamin atau rahmat bagi alam semesta. Ini seperti mempertentangkan Islam dengan nasionalisme yang terjadi sebelum kemerdekaan. Sesunggunya perdebatan itu telah selesai setelah Pancasila diputuskan sebagai ideologi bangsa. Sebagai falsafah atau dasar negara Indonesia pada 18 Agustus 1945.
Pancasila menjadi jalan tengah terbaik dalam menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menggunakan kaidah agama atau syariah Islam dan negara, tidak mungkin lagi dipisahkan. Indonesia bukan negara teokrasi, bukan sekuler, tapi negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Itulah Pancasila.
Partai-partai Islam seperti: Masyumi, NU, PSII, dan lain-lain, pernah marah ketika partai nasionalis bentukan kelompok liberal, dan sosialis meminta pergantian kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa di sila pertama Pancasila. Mereka hendak mengubah menjadi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Ini sama saja artinya masyarakat boleh tidak beragama atau menjadi atheis. Bahkan mereka juga meminta agama tidak menjadi bagian dari negara. Partai-partai Islam kemudian keluar dari ruang sidang, sehingga konstituante deadlock selama tiga tahun.
Akhirnya disepakati untuk kembali ke Pancasila dan UUD 1945, serta sila Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti kesepakatan 18 Agustus 1945. Artinya apa? Sesuatu yang beraroma syariah pun bukan berarti negara agama, tettapi juga bukan negara sekuler. Melainkan negara yang merujuk dan menghormati agama.

Di era reformasi, persoalan klasik seperti sebelum kemerdekaan dan sebelum dekrit Presiden 5 Juli 1959, sesungguhnya terjadi lagi.  Saat kran demokrasi dibuka Presiden BJ Haibie, kelompok neo liberalisme (neolib) seperti berada di atas angin di Indonesia.  Lahirnya globalisasi diaggap sebagai kemenangan kelompok neolib. Sistem liberalisme dianggap sebagai yang terbaik di dunia. Di sisi lain, muncul radikalisme sejumlah pemeluk beragam agama di dunia. Mereka merasa yang terbaik dibandingkan dengan agama lainnya.
 
Mereka lupa bahwa perdebatan soal agama dan nasionalisme di Indonesia, sudah selesai. Jadi, semua komponen bangsa, sudahlah.  Jangan lagi mempertentangkan apa yang tidak perlu dipertentangkan. Semangat bersyariah atau beragama harus diperkuat dengan semangat kebangsaan. Agama tanpa nasionalisme, terbukti tidak mampu menyatukan umat. Sebaliknya, nasionalisme tanpa agama juga tidak memiliki nilai-nilai. Karena itu, Islam dan nasionalisme tidak bisa dipisahkan. Seperti halnya NKRI Bersyariah tidak bisa dipisahkan dengan ruang publik yang manusiawi.  
Kehadiran Pancasila sebagai sebuah ideologi bagi bangsa Indonesia adalah rahmat dari Tuhan. Pancasila bukan hanya menjadi hukum tertinggi, melainkan falsafah dasar negara. Bahkan menjadi pilar pemersatu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Maka penting, Pancasila bukan hanya sebagai simbol belaka, tetapi harus dimaknai sebagai pedoman untuk berdaulat. Berdaulat secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya. 
SELAMAT GINTING
WARTAWAN REPUBLIKA (NIK 1071164)
Nomor Anggota PWI Jaya: 09.007603.96

/selamatgintingofficial


KADO KEMERDEKAAN

PWI Umumkan Juara Penulisan Artikel Kebangsaan dalam Rangka HUT Ke-74 Kemerdekaan RI


JAKARTA-- Tulisan karya wartawan Republika, Selamat Ginting, dan Wakil Rektor I IAILM Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, Asep Salahudin, menjadi juara lomba penulisan artikel kebangsaan yang diselenggaran PWI bekerja sama dengan Inspirasi.co. Lomba penulisan artikel dalam rangka memperingati HUT Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Tulisan Ginting berjudul “Ruang Publik Manusiawi Bersyariah” terbit  di Koran Republika Edisi 12 Mei 2019. Tulisan Asep Salahudin menulis dua artikel yakni berjudul Trajektori Politik Kebangsaan yang dimuat di Koran Kompas dan NKRI Bersyariah dan Politik Kewargaan yang dimuat di Media Indonesia. Dua artikel ini meraih nilai tertinggi dan dewan juri memutuskan satu artikel, yakni NKRI Bersyariah dan Politik Kewargaan yang meraih juara pertama.
 
Selamat Ginting dan Asep Salahuddin adalah dua dari 20 pemenang lomba penulisan kebangsaan hasil kerja sama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dengan Inspirasi.co. Tulisan mengambil tema dari artikel berjudul “NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi” yang ditulis oleh konsultan politik Denny JA. Lomba penulisan semula berlangsung 1 Januari-15 Februari 2019 tetapi kemudian diperpanjang hingga akhir Juli 2019.

Dewan juri dalam lomba penulisan kebangsaan ini ada lima orang. Mereka adalah Ketua Umum PWI Atal S Depari (sebagai ketua dewan juri) beserta empat anggota juri lainnya, yaitu pakar komunikasi Dr Rully Nasrulah, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI)  M Cholil Nafis, Lc., MA., PhD, Wakil Sekjen PWI Suprapto, dan wartawan senior Nurcholis MA Basyari. “Dewan juri setelah bekerja mulai awal Agustus sampai hari ini, akhirnya sepakat untuk memilih 10 artikel dari kategori wartawan dan 10 artikel dari kategori umum sebagai pemenang penulisan artikel kebangsaan. Ke depan, PWI akan terus mengampanyekan semangat kebangsaan melalui berbagai tulisan demi kemajuan Indonesia. Lomba penulisan ini adalah bagian dari upaya PWI dalam merawat semangat kebangsaan tersebut,” ujar Atal S Depari, Jumat (16/8/2019).

Lomba penulisan artikel yang diikuti peserta dari berbagai kalangan itu adalah bagian dari upaya PWI untuk menjadi wadah dalam mengembangkan diskusi ilmiah melalui karya tulis. Lomba-lomba seperti ini diharapkan mampu melahirkan wartawan maupun penulis-penulis hebat yang karyanya bisa menjadi rujukan para pengambil keputusan di negeri ini.

Berdasarkan data di panitia lomba, jumlah naskah yang masuk 188 artikel yang berasal dari kelompok atau kategori wartawan dan kategori umum. Para penulis itu berasal dari berbagai kalangan, seperti dosen, pengurus organisasi kepemudaan, aktivis sosial, guru, masyarakat biasa, pengurus organisasi keagamaan, masyarakat biasa, penulis lepas, dan wartawan.

Lomba penulisan artikel kebangsaan ini dibagi dalam dua kategori, yaitu kategori wartawan dan kategori umum. Baik artikel yang ditulis oleh wartawan maupun masyarakat biasa, tetap wajib dipublikasikan, baik melalui media arus utama atau media berbasis jurnalistik, maupun media non jurnalistik atau media sosial.
Para pemenang diberi hadiah berupa uang dengan rincian sebagai berikut:

Dan setelah dilakukan penjurian, maka para pemenang tersebut adalah sebagai berikut:

Kategori Wartawan:

Pemenang 1: Selamat Ginting dengan Judul Ruang Publik Manusiawi Bersyariah dimuat di Koran Republika, Jakarta, 12 Mei 2019.

Pemenang 2: Effendi dengan Judul NKRI Bersyariah Itu Ada Ditubuh NKRI Pancasila dimuat di Koran Singgalang, Sumbar, 15 Februari 2019.

Pemenang 3: Sunardi Panjaitan dengan Judul Haruskah NKRI Bersyariah? Dimuat di Akurat.co 16 Mei 2019.

Pemenang Harapan: 

- Waitlem dengan Judul NKRI Bersyariah, Substansi Atau Label ? Dimuat di Koran Singgalang, 13 Feb 2019.
- Muhammad Irfan dengan Judul Menggelorakan Nkri (Yg Sudah) Bersyariah di Pikiran Rakyat.
- Rita Ayuningtias dengan Judul Perlukah NKRI Bersyariah? di Liputan6.com.
- Redemtus Kono Credem dengan Judul NKRI (Sudah) Islami, Pancasila (Jadi) Titik Temu di Indonesiasatu.com.
- Edy M Yakub dengan Judul Milenial Dalam "Jebakan" Khilafah-Syariah di Antaranews.com.
- Yunus Supanto dengan Judul Keguyuban Lintas Bahasa Dan Agama di Koran & Online Harian Bhiraw.
- Erik Purnama Putra dengan Judul Pancasila Sudah Islami Jadi Perekat Bangsa di republika.co.


Kategori Umum:

Pemenang ke-1: Asep Salahudin adalah Dosen IAILM Pesantren Suryalaya Tasikmalaya dengan judul tulisan NKRI Bersyariah Dan Politik Kewargaan yang terbit pada tgl 1 Februari 2019 di Koran Media Indonesia dan media.

Pemenang ke-2: Benni Setiawan memuat tulisannya di Harian Investor Daily pada tgl 14 Februari 2019 dengan judul tulisan NKRI, Konsensus Nasional, dan Pembuktiannya.

Pemenang ke-3: M.Yusuf Amin memuat tulisannya di Facebook pada  23 Januari 2019 berjudul Merawat Harmonisasi Agama dan Negara.

Pemenang Harapan:
- Sri Patmi tulisan berjudul tulisan Retorika Negara Islam Atau Islam Sebagai Negara yang terbit pada tgl 11 januari 2019.
- Yugha Erlangga judul tulisan Adonara, Kaimana, dan Wajah Teduh Indonesia pada tgl 14 januari 2019.
-  Noverdi Afrian  tulisan berjudul tulisan Mengupayakan Gerakan Islah Nasional yang dimuat pada tgl 18 januari 2019.
- Muhammad Hanif Priatama  judul tulisan Syariah Pancasila, Negara Ambigu? yang dimuat pada tgl 7 januari 2019.
-  Yuska Apitya  tulisan berjudul tulisan Menata Kiblat Syariah di Negara Pancasila yang dimuat pada tgl 25 januari 2019.
- Sofian Munawar  tulisan berjudul tulisan Bungkus Atau Isi? yang dimuat pada tgl 13 februari 2019.
- Adhi Nugraha  tulisan berjudul tulisan Indonesia Tidak Syariah ? Jangan Salah Kaprah! yang dimuat pada tgl 15 feb 2019.

Sumber: PWI

16 July 2019

Pertemuan Jokowi-Prabowo Bukan Sekadar Bahas Koalisi

Diskusi Politik Pasca Sidang MK
Kampus Mercu Buana Menteng, Sabtu 13/7/19 (siq)


Presiden Joko Widodo bertemu  mantan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto. Pertemuan di moda raya terpadu (MRT), Jakarta, Sabtu (13/7/2019) pagi, menjadi topik terhangat di Tanah Air.

"Selamat bekerja," kata Prabowo kepada Jokowi.

Analis politik, Hendri Satrio menyampaikan, pertemuan Jokowi dan Prabowo pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan hal yang perlu diapresiasi. Namun, pertemuan itu diharapkan bukan hanya membicarakan soal koalisi.

“Jadi baik sekali pertemuan (Jokowi-Prabowo) pagi ini, jangan hanya berhenti di bagi-bagi kursi. Tapi Pak Jokowi bisa minta izin ke Pak Prabowo untuk bisa mengadopsi ide-ide Prabowo-Sandi, termasuk tentang HRS (Habib Rizieq Shihab),” kata Hendri dalam acara diskusi ‘Politik Pasca Sidang Putusan MK’ di Universitas Mercu Buana, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/7/2019).

Menurutnya, pertemuan Jokowi dan Prabowo merupakan sebuah ujian. Jokowi harus mampu menyatukan kembali pendukung Prabowo-Sandi setelah selesainya Pilpres 2019.

“Rekonsiliasi yang benar-benar dilakukan ya harus seperti itu,” tegas Hendri.

Ia mengharapkan pertemuan Jokowi dan Prabowo tidak dilakukan setengah hati.  Kedua tokoh nasional itu harus dapat menyatukan kembali masyarakat usai Pilpres 2019.

“Harus saling menghormati,  saling terbuka. Rekonsiliasi jangan setengah hati,” ucap Hendri.

Mantan juru bicara Prabowo-Sandi, Pipin Sopian menyatakan, pertemuan Jokowi dan Prabowo bukan berarti kubu Indonesia Adil Makmur akan bergabung dalam koalisi Indonesia Kerja jilid 2.

Menurutnya, pertemuan tersebut dilakukan untuk menyikapi selesainya Pilpres 2019. “Pertemuan itu bukan berarti (kubu 02) harus bergabung (ke dalam kubu 01),” ujar Pipin.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pun menyatakan,  partai pimpinan Sohibul Iman belum memilih sikap akan masuk koalisi atau tidak.

Dia meyakini kemungkinan besar (PKS) akan kembali menjadi oposisi pada pemerintahan Jokowi periode kedua.

“PKS memang belum menisbatkan secara khusus. Tetapi kalau kita bicara pada 2014, pimpinan di struktur atau para pendiri PKS akan memutuskan, kemungkinan besar memang akan oposisi,” tandas Pipin.

/selamatgintingofficial

11 July 2019

Telepon Merah Selamatkan Gajah


Dokumen Pribadi


Oleh Selamat Ginting

Jangan sampai jalan gajah, harimau, orangutan dan satwa lainnya dirusak hanya karena ambisi membangun jalan manusia. Jika ini terjadi, maka akan ada konflik satwa dengan manusia, karena habitatnya hilang.

Presiden Jokowi optimistis mega proyek jalan Trans Sumatera bisa selesai. Saat ini sejumlah ruas tol sudah dimulai pembangunannya dan menunjukkan progres yang positif.  Secara khusus Jokowi mengatakan wilayah Provinsi Riau menjadi wilayah yang paling diuntungkan dengan tersambungnya tol Trans Sumatera. 

“Yang dapat keuntungan yang paling banyak adalah siapa? Ternyata adalah Provinsi Riau. Karena selain jalan tol dari Lampung sampai Aceh, Riau berada pada tempat strategis, tetapi memiliki feeder jalan tol cabang yaitu ke Padang, Dumai, dan Sumut sehingga ini berada pada poros yang strategis," ujar Jokowi saat mengunjungi Riau, beberapa waktu lalu.

Dengan kembali terpilihnya Jokowi sebagai presiden periode 2019-2024, mega proyek jalan Trans Sumatra akan terus dilakukan dari Lampung hingga Aceh. Namun, mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim, mengingatkan pemerintah agar pembangunan infrastruktur itu jangan sampai merusak ekosistem di Pulau Sumatra.

“Jangan sampai jalan gajah, harimau, orangutan dan satwa lainnya dirusak hanya karena ambisi membangun jalan manusia. Jika ini terjadi, maka akan ada konflik satwa dengan manusia, karena habitatnya hilang,” ujar Emil Salim saat acara halal bihalal Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) di sebuah apartemen kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2019) lalu.

Air Sugihan
Ia kemudian bercerita tentang ratusan gajah yang pernah tergusur dari habitatnya. Ketua Dewan Penasihat PKBSI itu mencoba mengeksplorasi daya ingatnya. Kali ini jarum jam diputar terbalik. Seperti lorong waktu, berputar 37 tahun lalu. Tepatnya pada akhir 1982. Profesor Doktor Emil Salim, merasa perlu kembali mengingatkan arti pentingnya lingkungan hidup. Bahkan belajar hidup dari satwa liar, yakni gajah.

Semula, kata Emil, ratusan gajah hidup tenang di Air Sugihan, Sumatra Selatan (Sumsel). Belakangan, mucul perkampungan baru dengan hadirnya sekitar 200 ribu jiwa transmigran. Termasuk penebangan atas nama hak pengusahaan hutan (HPH) pada 1982. 

Maka, pada suatu hari, jelang akhir 1982, ratusan gajah merangsek memasuki perkampungan transmigran. Perkampungan yang sebelumnya justru merupakan habitat gajah. Puluhan anggota TNI bersikap dan berencana menembaknya. “Lebih baik menyelamatkan nyawa manusia,” kata Panglima Kodam Sriwijaya. Kabar tersebut sampai ke telinga Presiden Soeharto. 

Emil Salim, ketika itu sebagai Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, segera melaporkan masalah tersebut kepada Kepala Negara di kantor presiden. Kisah bermula dari telepon Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam setempat yang diterima Emil. Melaporkan gerombolan gajah akan ditembak tentara, karena akan melintasi perkampungan. 

Rombongan gajah itu sesungguhnya rutin ke laut untuk memenuhi kebutuhan garam tubuhnya. Sayang, ketika hendak kembali ke hutan, jalurnya sudah terpotong permukiman transmigran.

Setelah menerima laporan Emil Salim, Presiden Soeharto mengangkat telepon berwarna merah di mejanya. Ia menelepon Panglima Kodam Sriwijaya yang juga Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban Daerah (Pangkopkamtibda) Sumsel, Brigadir Jenderal Try Sutrisno. “Try, batalkan rencana penembakan gajah-gajah. Cari jalan lain!” Dari ujung telepon, terdengar suara, “Siap, laksanakan!”

Soeharto pun meminta Emil agar memindahkan gajah-gajah itu. ”Wah, bagaimana caranya? Dalam sejarah dunia belum ada proyek pemindahan gajah,” jawab Emil kepada Soeharto.

Sang presiden tidak mau tahu dan meminta Emil bekerjasama dengan TNI dan instansi lain. Dibentuklah Satuan Tugas (satgas) Operasi Ganesha dipimpin Letnan Kolonel CPM I Gusti Kompyang Manila. Tugas mereka memindahkan 232 gajah dari Air Sugihan ke Lebong Hitam, Lampung, sejauh 70 kilometer.

Tim terdiri dari anggota militer dari Kodam Sriwijaya, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, beberapa transmigran, dan sejumlah tenaga ahli. Total jumlahnya sekitar 400 orang.

Saling melindungi
Lalu bagaimana caranya menggiring rombongan gajah? Komandan satgas mengusulkan agar tim membuat bunyi-bunyian dari berbagai benda dan alat musik untuk menggiring gerombolan gajah. 

Perjalanan sepanjang 70 kilometer harus melalui medan cukup berat, berupa rawa, hutan, serta sungai dengan lebar sekitar 60 meter. Belum lagi rombongan gajah yang tiba-tiba tidak mau bergerak, ketika ada anak-anak gajah terduduk dan tertidur, karena kelelahan.

“Ternyata dengan badan besar, gajah bisa berbaris teratur. Yang betina di depan dan di samping rombongan. Di bagian tengah berkumpul semua anak gajah dan di belakang berbaris gajah jantan. Sungguh luar biasa, mereka seperti manusia,” ujar Emil menceritakan konfigurasi rombongan gajah.

Ya, Emil mengakui mendapatkan pelajaran dan pengalaman luar biasa dalam perjalanan menggiring gajah. Seperti pasukan tentara yang berbaris dan saling melindungi dari ancaman musuh. 

Ketika menyeberangi sungai selebar 60 meter, misalnya, gajah-gajah dewasa berjajar di sungai membentuk jembatan. Lalu anak-anak gajah menyeberang di atas punggung gajah dewasa. ”Benar-benar ajaib,” tutur Emil dengan mata berkaca-kaca.

Tatkala gajah-gajah itu sampai ke tempat tujuan setelah berjalan selama 44 hari, menjadi momentum mengharukan. Para prajurit yang menggiring gajah pun terharu.  ”Semua menangis.”

Para prajurit menangis lagi ketika diundang ke Istana dan disalami Presiden Soeharto. ”Mengharukan, mereka yang biasa memegang senapan ternyata bisa menangis,” ujar mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim. 

Pada bagian akhir sambutannya, Emil berpesan kepada pemerintah. “Pemerintah harus mempertahankan ekosistem agar manusia tidak menjadi hewan,” kata Profesor Emil yang disambut tepuk tangan ketua umum PKBSI Rahmat Shah dan pengurus PKBSI lainnya. Hadir pula Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indra Eksploitasia.

/selamatgintingofficial

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...