Tulisan ini diterbitkan di Harian Republika, 16 Desember 2019 Rubrik Teraju
Oleh:
Selamat Ginting
Dominasi abituren Akademi TNI 1986 menjadi ciri pola kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto. Mengapa muncul kekhawatiran pola tersebut akan menjadi nepotisme dalam tubuh militer?
Berawal
dari Surat Keputusan Panglima TNI, Nomor
Kep/1055/IX/2019, tertanggal 24 September 2019. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto
melakukan mutasi dan promosi jabatan perwira tinggi (pati) TNI.
Dalam
keputusan tersebut, Panglima TNI menunjuk tiga pati untuk memimpin Komando
Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Jabatan untuk pati bintang tiga
(letnan jenderal/letjen, laksamana madya/laksdya, marsekal madya/marsdya).
Ketiga
pati tersebut adalah Laksda Yudo Margono, Marsda Fadjar Prasetyo, dan Mayjen
Ganip Warsito. Masing-masing sebagai Panglima Kogabwilhan I, II, dan III.
Ketiganya mendapatkan promosi bintang tiga.
Yudo
maupun Fadjar, sama-sama lulusan 1988. Yudo lulusan AAL 1988-A (pola pendidikan
empat tahun: masuk 1984, keluar 1988). Sedangkan Fadjar lulusan AAU 1988-B
(pola pendidikan tiga tahun: masuk 1985, keluar 1988). Mereka mendapatkan promosi bintang tiga
pertama kali bagi abituren (lulusan sekolah militer) Akademi TNI 1988.
Di
luar dugaan, untuk pati dari Angkatan Darat. Ternyata bukan lulusan 1988 maupun
1987, melainkan 1966. Ya, Ganip lebih senior, lulusan Akmil 1986. Satu angkatan
kelulusan dengan Panglima TNI Marsekal Hadi, AAU 1986.
Ganip
sebelumnya sebagai asisten operasi (asops) panglima TNI. Dengan promosi jabatan
itu, ia harus menanggalkan jabatan asops panglima TNI. Dalam keputusan dengan
nomor yang sama. Jabatan asops panglima TNI diserahkakan kepada Mayjen Tiopan
Aritonang.
Tiopan
juga sama-sama lulusan Akmil 1986. Ada pun jabatan Tiopan sebelumnya adalah
Panglima Kodam Merdeka di Manado, Sulawesi Utara. Namun dalam surat keputusan
panglima TNI tersebut, belum ada pengganti jabatan panglima Kodam Merdeka.
Kini,
hampir tiga bulan jabatan Asops Panglima TNI dan Pangdam Merdeka dibiarkan
mengambang. Tiopan belum menyerahkan tongkat komando kepada Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa. Mengapa? Karena belum ada
penggantinya.
Apakah
wilayah Kodam Merdeka, yang terdiri dari tiga provinsi: Sulawesi Utara,
Gorontalo, dan Sulawesi Tengah, tidak begitu penting untuk diisi oleh seorang
panglima Kodam?
Padahal,
Kodam Merdeka wilayahnya antara lain berbatasan dengan negara tetangga,
Filipina. Jika tidak penting, untuk apa dibentuk Kodam Merdeka yang merupakan
pemekaran dari Kodam Hasanuddin? Kodam Hasanuddin sebelumnya bernama Kodam
Wirabuana.
Apakah
jabatan Asops Panglima TNI juga bisa dikosongkan untuk waktu yang cukup
panjang? Bagaimana pengendalian operasi
pasukan TNI?
Saat
Panglima TNI Hadi Tjahjanto mendampingi Presiden Jokowi mengunjungi Papua pada
28-29 Oktober 2019 lalu, Ganip Warsito masih dalam posisi sebagai Asops
Panglima TNI.
Kasus
tersebut memperlihatkan bagaimana lemahnya perencanaan penempatan personel oleh
pimpinan TNI. Sekaligus mengabaikan rantai komando organisasi pada level
panglima komando utama strategis.
Dari
kasus ini patut diduga ada ketidak harmonisan antara pimpinan Mabes TNI dengan
Mabesad. Ada deadlock dalam mutasi dan promosi perwira tinggi TNI. Patut diduga
ada gesekan yang keras dalam siding dewan jabatan dan kepangkatan tinggi,
antara pimpinan Mabes TNI dengan Mabesad.
Sampai
kapan mau dibiarkan seperti ini? Kasus ini bukan cuma merugikan organisasi TNI
saja. Tetapi juga merugikan rakyat sebagai pemilik sah negeri ini. Rakyat yang
membiayai TNI untuk mengawal kedaulatan negeri.
Akademi 1986
Masih
hangat mutasi sebelumnya, juga untuk abituren Akmil 1986. Antara lain, Sesmenko Polhukam diberikan kepada Tri
Soewandono, melalui keputusan panglima TNI pada pertengahan September 2019
lalu. Artinya Tri Soewandono berhak mendapatkan kenaikan pangkat menjadi
letjen. Ia menggantikan Letjen Agus Surya Bakti yang pensiun September 2019
lalu.
Sebenarnya
ada bintang tiga aktif yang belum mendapatkan jabatan. Dia adalah Letjen Dodik
Wijanarko, Akmil 1985. Bekas Komandan Puspom TNI itu, kini diparkir untuk waktu
yang cukup lama. Hanya sebagai staf khusus panglima TNI, sejak Maret 2018. Ini
yang disebut jenderal bintang tiga, tetapi ‘mengganggur’, hampir dua tahun,
lantaran tidak diberikan jabatan.
Sebelumnya
pula ketika dibentuk Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI pada Juni 2019.
Lagi-lagi posisi itu diberikan kepada abituren Akmil 1986, Mayjen Rochadi.
Rochadi resmi menjadi Komandan Koopssus TNI pada Juli 2019 lalu.
Sebelumnya,
lulusan terbaik Akmil 1986, Letjen (Purn) Hinsa Siburian, juga menduduki posisi
strategis setingkat menteri, yakni
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Hinsa merupakan lulusan
Akmil 1986 pertama yang meraih pangkat letjen.
Kini
ada enam letjen aktif lulusan Akmil 1986. Mereka adalah Letjen Tatang Sulaiman
(wakil KSAD), Letjen Joni Supriyanto (kasum TNI), Letjen Besar Harto Karyawan
(pangkostrad), Letjen Ganip Warsito (pangkogabwilhan III TNI), dan Letjen Tri
Soewandono (sesmenko polhukam). Total ada tujuh orang yang berhasil menjadi
letjen.
Untuk
jabatan strategis, seperti panglima Kodam, abituren Akmil 1986 dan 1987
sama-sama menduduki empat jabatan pangdam. Abituren 1985 masih menyisakan satu
pangdam (Kodam Hasanuddin). Abituren Akmil 1989 diwakili satu orang (kodam
Jayakarta). Sedangkan abituren 1988 tujuh orang, terdiri dari 1988-A tiga orang
dan 1988-B dua orang.
Sementara
panglima divisi infanteri (Divif) Kostrad untuk abituren 1988 dan 1989.
Panglima Divif 1 Kostrad, Mayjen Agus Rohman (Akmil 1988-A). Panglima Divif 2
Kostrad, Mayjen Tri Yunianto (Akmil 1989). Panglima Divif 3 Kostrad, Mayjen
Ahmad Marzuki (Akmil 1989).
Di luar 1986
Bagaimana
dengan lulusan Akademi di luar 1986? Abituren Akmil 1985 hanya empat orang yang
menjadi letjen. Mereka adalah; Letjen (Purn) Edy Rahmayadi (mantan pangkostrad,
kini gubernur Sumatra Utara), Letjen Doni Monardo (Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana/BNPB), Letjen Tri Legiono Suko (Rektor Unhan), dan
Letjen Dodik Wiajanarko (nonjob/staf khusus panglima TNI).
Kemudian
Akmil 1987, ada Jenderal Andika Perkasa yang menjadi KSAD. Ada pula Letjen M
Herindra (Irjen TNI), dan Letjen AM Putranto (komandan kodiklatad). Terbaru,
berdasarkan surat keputusan panglima TNI, Nomor Kep/1351/XI/2019, tertanggal 26
November 2019. Mayjen Ida Bagus Purwalaksana dipromosikan dari Dirjen Kekuatan
Pertahanan Kemhan menjadi Irjen Kemhan.
Dengan
promosi itu, maka dalam waktu dekat IB Purwalaksana akan mendapatkan promosi
kenaikan pangkat menjadi letjen. Purwalaksana merupakan anak dari mendiang
Letjen (Purn) IB Sujana, mantan Kasum ABRI dan Sekjen Dephankam. Juga pernah
menjadi menteri pertambangan dan energi era Presiden Soeharto.
Dengan
kenaikan pangkat IB Purwalaksana, maka ada empat orang abituren Akmil 1987 yang
berhasil menjadi bintang tiga ke atas. Sedangkan abituren Akmil 1988-A maupun
1988-B, belum ada yang berhasil menjadi bintang tiga.
TNI AL Seimbang
Berbeda
dengan Angkatan Laut, ada laksdya lulusan AAL 1988-A, yakni Laksdya Yudo
Margono (pangkogabwilhan I TNI). Sedangkan Angkatan Udara, ada marsdya lulusan
AAU 1988-B, yakni Marsdya Fadjar Prasetyo (pangkogabwilhan
II TNI).
Di Angkatan Laut, relatif seimbang pembagian
jabatan bintang tiga. Abituren AAL 1984 Laksdya Achmad
Djamaludin (sekjen Wantannas). AAL 1985, Laksamana Siwi Sukma Adji (KSAL), Laksdya
Agus Setiadji (sekjen kemhan). AAL 1986 Laksdya Mintoro Yulianto
(wakil KSAL). AAL 1987, Laksdya Aan Kurnia (danjen akademi TNI). Serta 1988-A, Laksdya Yudo Margono (pangkogabwilhan
I TNI). AAL 1988-B, belum ada yang meraih bintang tiga.
Untuk jabatan strategis seperti panglima armada
diberikan kepada tiga abituren berbeda. Panglima Armada 1, Laksda Muhammad Ali
(AAL 1989). Panglima Armada II, Laksda Heru Kusmanto (AAL 1988-B). Panglima
Armada III, Laksda I Nyoman Gede Ariawan (AAL 1986).
TNI AU 1986
Dominasi
lulusan 1986, begitu terlihat di Angkatan Udara. Ada empat marsekal yang
berhasil menempati posisi bintang tiga ke atas. Mereka adalah Marsekal Hadi
Tjahjanto (panglima TNI), Marsekal Yuyu Sutisna (KSAU), Marsdya Wieko Syofyan (wagub
Lemhannas), dan Marsdya Fahru Zaini Isnanto (wakil KSAU).
Abituren AAU 1984, masih tersisa Marsdya Bagus
Puruhito (Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan/BNPP. Sebelumnya
disebut Basarnas). AAU
1985 diwakili Marsdya Dedy Permadi (komandan sesko TNI). Namun, tidak ada satu
pun dari lulusan AAU 1987 yang menempati jabatan bintang tiga. Setelah itu
lulusan AAU 1988-B, yakni Marsdya Fadjar
Prasetyo (pangkogabwilhan II TNI).
Sedangkan jabatan pangkotama dibagi tuntuk tiga
abituren berbeda. Panglima Koopsau 1, Marsda M Khairil Lubis (AAU 1990).
Panglima Koopsau 2, Marsda Donny Ermawan Taufanto (AAU 1988-A). Panglima
Koopsau 3, Marsda Andyawan Martono (AAU 1989).
Polisi malah jauh meninggalkan TNI. Kepala Polri
Janderal Idham Aziz, lulusan Akpol 1988-A. Wakil Kepala BSSN Komjen Dharma
Pongrekun, juga lulusan Akpol 1988-A. Bahkan Kabaharkam Polri yang akan menjadi
Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri, lulusan Akpol 1990.
Cegah
Nepotisme
Kuatnya
dominasi Marsekal Hadi dalam penempatan personel jabatan pati TNI diharapkan
tidak menimbulkan nepotisme dalam tubuh militer. Kata nepotisme berasal dari
bahasa Latin, nepos. Secara istilah
berarti mendahulukan anggota keluarga atau kawan dalam memberikan pekerjaan
maupun pemberian hak istimewa (Chambers Murray Latin-English Dictionary, 1983).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, nepotisme dapat berarti perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang
berlebihan kepada kerabat dekat. Terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan
pemerintah. Dampaknya, tentu saja
akan merugikan organisasi dan merusak
sendi-sendi kebersamaan.
Nepotisme hanya menguntungkan mereka yang memiliki akses seperti adanya
hubungan kekerabatan, pertemanan dengan pengambil keputusan. Yang menjadi
persoalan, jika tindakan nepotisme dikaitkan dengan pemberian posisi atau
jabatan tertentu kepada orang yang mempunyai hubungan kekerabatan tanpa
memperdulikan unsur-unsur seperti unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki.
Semoga kekhawatiran itu tidak terjadi pada organisasi TNI yang kini dipimpin
marsekal berkumis hitam dan tebal. Hitam dan tebal justru harus menjadi kunci
bagi Hadi harus meninggalkan jejak professional. Bukan sebaliknya jejak
nepoitisme bagi lulusan Akademi TNI
1986.
TABEL
PANGLIMA ARMADA
2019
Armada | Nama | Abituren | Korps
Armada I | Muhammad
Ali | 1989 | Pelaut
Armada II | Heru
Kusmanto | 1988-B | Pelaut
Armada III | I
Nyoman Gede Ariawan | 1986 | Pelaut
PANGLIMA
KOOPSAU / KOMANDO OPERASI UDARA 2019
Koopsau | Nama | Abituten | Korps
Koopsau 1 | M
Khairil Lubis | 1990 | Penerbang
Koopsau 2 | Donny
Ermawan T |1988-A | Penerbang
Koopsau 3 | Andyawan
Martono | 1989 | Penerbang
Penulis adalah Jurnalis Senior Republika
Pemerhati
Komunikasi Politik Militer
No comments:
Post a Comment