09 October 2021

Jadi KSAD, Dudung Kandidat Kuat Panglima TNI, Andika Berpotensi Dampingi Puan di Pilpres 2024

Foto: Jenderal TNI Andika Perkasa (Antara)

Pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI hingga kini masih misteri. Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga mengirimkan nama calon Panglima TNI kepada DPR RI.  Padahal masa pensiun Marsekal Hadi Tjahjanto sudah dekat yaitu pada 8 November 2021. Hal iini membuat publik bertanya-tanya, siapa gerangan Panglima TNI selanjutnya? 

Pengamat komunikasi politik dan militer dari  Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting punya analisis  menarik mengenai pergantian Panglima TNI tahun ini.  Menurut Selamat Ginting, pergantian Panglima TNI saat ini diwarnai dinamika politik yang sangat tinggi. Ada tarik menarik kepentingan politik di balik suksesi Panglima TNI, karena terkoneksi dengan pemilihan presiden 2024 mendatang. 

Selamat Ginting memperkirakan Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet pada 20-21 Oktober ini, di saat pemerintahannya memasuki masa dua tahun pada periode kedua.  "Reshuffle kabinet ini apakah para kepala staf angkatan atau Panglima TNI akan masuk ke jajaran kabinet atau tidak?. Hal ini akan mempengaruhi konstalasi pergantian Panglima TNI," kata dia dalam wawancara dengan Hersubeno Arief dari FNN di kalan youtube, Jumat (8/10).  

Konsultasi ke Empat Tokoh

Selamat Ginting menduga molornya waktu pergantian Panglima TNI karena ada tarik menarik kepentingan politik. Kata Ginting, setidaknya Jokowi akan bertanya ke sejumlah orang untuk mencari calon Panglima TNI yang pas. 

Pertama Jokowi akan bertanya ke Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP sebagai partainya Presiden Jokowi dan partai pemenang pemilu 2014 dan 2019. Pendapat Megawati akan menjadi acuan.

Kedua adalah orang militer yang punya pengaruh kuat di kabinet yaitu Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan.

Ketiga, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, karena Panglima TNi akan bekerja sama dengan Menhan. Keempat adalah Jenderal (Purn) Wiranto di Wantimpres.

“Empat orang ini akan mempengaruhi keputusan Presiden Jokowi.  Dan tentu saja Jokowi juga akan meminta pendapat dari Marsekal Hadi Tjahjanto tentang suksesornya. Ini bukan soal giliran matra atau tidak,  tapi terkait tarik menari kepentingan politik yang sangat tinggi,” kata kandidat doktor ilmu politik ini. 

Pergantian Panglima TNI ini, lanjut Selamat Ginting, terkait dengan rencana proses pergantian kepemimpinan nasional di tahun 2024. Kalau kita perhatikan survei-survei yang muncul dari kalangan militer sebagai bakal capres/cawapres ada empat orang. Mereka ialah Prabowo, AHY, Gatot Nurmantyo dan Andika Perkasa. Ditambah Budi Gunawan dari unsur purnawirawan Polri.  Nama Tito Karnavian justru belum muncul dalam beberapa survei.

"Jadi posisi Andika akan  menjadi tanda tanya besar. Apakah akan diplot menjadi Panglima TNI atau justru masuk dalam kabinet atau pejabat setingkat Menteri pada 20-21 Oktober 2021 ini," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. 

Andika Perkasa Dampingi Puan

Jika suara Andika Perkasa terus mencuat dalam beberapa survei, bukan tidak mungkin kata Ginting, Andika akan menjadi kandidat kuat sebagai bakal cawapres mendampingi Puan Maharani.  Jika Puan disandingkan dengan Prabowo Subianto, maka Puan akan menjadi orang nomor dua.

"Kalau dengan Prabowo posisi Puan akan menjadi nomor dua. Kalau dengan Gatot Nurmantyo dan AHY rasanya tidak mungkin dipasangkan. Karena beda haluan politiknya. Jadi ada  kemungkinannya Puan diduetkan dengan Andika Perkasa.  Ini yang akan menjadi tarik menarik kepentingan politik," ujar Selamat Ginting.

Dari situ saja, kata Ginting, ada kecenderungan Megawati menginginkan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI. Begitu juga kemungkinan saran dari Luhut Binsar Panjaitan, Prabowo Subianto, dan Wiranto.  Ia meyakini Hadi Tjahjanto kemungkinan justru akan memilih Yudo Margono dengan alasan lebih dekat secara psikologis dan sosiologis dibandingkan hubungan Hadi dengan Andika Perkasa seperti terlihat di depan publik.

“Koneksitas komunikasi sosial Hadi Tjahjanto lebih dekat kepada Yudo Margono daripada dengan Andika Perkasa.  Ada kedekatan emosional, dan ada loyalitas. Nah, sekarang tinggal Jokowi. Apakah dia beani berbeda pendapat dengan Megawati serta tiga senior TNI yang mungkin akan diminta sarannya.”

Jadi, kata Ginting, tidak mungkin Jokowi akan mengabaikan Andika Perkasa. Jika tidak dipilih menjadi Panglima TNI, maka akan dicarikan tempat lain yang juga terhormat. Mirip seperti ketika Budi Gunawan batal menjadi kepala Polri, kemudian ditempatkan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan dinaikkan pangkatnya menjadi bintang empat.

Sehingga, lanjutnya, jika Andika dimasukkan dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini, posisinya kemungkinan besar adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) menggantikan Moeldoko.  Sudah ramai Moeldoko akan dicopot sebagai KSP. Posisi ini kemungkinan akan menjadi tempat bagi Andika Perkasa jika ia tidak direncanakan untuk menjadi Panglima TNI.

Apabila itu terjadi, lanjutnya, maka Andika harus pensiun satu tahun lebih dahulu dari usia maksimal pensiun militer 58 tahun. Sama dengan Tito Karnavian yang harus pensiun dini dari kepolisian, karena harus masuk kabinet.  “Apakah Andika mau? Apakah Andika juga berani menolak perintah presiden? Kita lihat saja perkembangannya," ujarnya. 

Tapi, lanjut Selamat Ginting, bukan berarti Moeldoko akan disingkirkan tanpa jabatan. Dia tetap masuk kabinet dengan posisi menteri.  Sebab, KSP adalah orang kepercayaan Presiden, sehingga tidak mungkin dibuang tanpa mendapatkan kompensasi jabatan lain setingkat menteri.

Menurut Selamat Ginting, untuk mencari figur Panglima TNI ini bukan cuma loyalitas tapi juga kedekatan serta komunikasi dengan presiden. Dari tiga kepala staf angkatan, Andika paling dekat dengan Presiden Jokowi, karena pernah menjadi Komandan Paspampres. Ini salah satu modal sosial yang dimiliki Jenderal Andika dibandingkan Laksamana Yudo Margono maupun Marsekal Fadjar Prasetyo. "Kalo kita lihat relasi politiknya Andika sangat diuntungkan dibandingkan kandidat lainnya," katanya.

Menurut Selamat Ginting, masa peralihan kepemimpinan nasional pada 2024 mendatang, membutuhkan stabilitas politik sangat kuat. Biasanya yang diperlukan adalah tokoh Angkatan Darat. Kenapa? Karena AD mempunyai basic teritorial yang baik setidaknya semenjak Orde Baru hingga sekarang. 

Ketika Hadi Tjahjanto dibiarkan sampai hampir empat tahun, maka Hadi adalah orang yang dipercaya Presiden Jokowi. Namun, sekaligus ada kecendrungan Presiden Jokowi mengulur-ulur waktu untuk Andika dalam meraih posisi Panglima TNI. Sehingga Andika hanya punya waktu satu tahun jika menduduki posisi Panglima TNI. Sebuah waktu yang sangat singkat untuk jabatan strategis sekelas Panglima TNI dan selama ini belum pernah ada jabatan ini hanya diemban selama satu tahun saja.

“Di sinilah nilai minus Andika Perkasa dari sisi waktu jelang pensiun. Sementara menjadi nilai plus bagi Yudo Margono dan Fadjar Prasetyo.”

Lompatan Dudung Jadi Panglima TNI

Bahkan skenario baru bisa terjadi jika Andika Perkasa masuk dalam kabinet pada 20-21 Oktober 2021 ini. Menurut Selamat Ginting, pengganti Andika sebagai KSAD bisa jadi Panglima TNI.  Walau dia menjabat hanya hitungan satu hari sekali pun.

"Misalnya Letjen Dudung Abdurachman dilantik menjadi KSAD pada 20-21 Oktober 2021 berbarengan dengan menteri kabinet. Pada November dia juga bisa diusulkan menjadi Panglima TNI. Karena syarat jadi Panglima TNI adalah orang yang pernah dan sedang menjadi kepala staf angkatan," ujar Selamat Ginting, wartawan senior yang sekitar 30 tahun mengamati masalah pertahanan keamanan. 

Jika Andika dimasukan dalam gerbong cabinet atau setingkat Menteri, seperti KSP, maka peluang KSAL Laksamana Yudo Margono menjadi sangat besar untuk menjadi Panglima TNI. Kesempatan bagi matra laut untuk Kembali memimpin Mabes TNI. Namun kata Selamat Ginting, ada satu hal yang menjadi kelemahan Yudo Margono yakni peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala.  Ini yang mengganjal Yudo, karena sebagai pimpinan TNI AL, dia juga harus bertanggung jawab dalam peristiwa naas tersebut.

"Kalo Fadjar Prasetyo agak tipis peluangnya. Tidak mungkin Panglima dari AU kemudian kembali dikembalikan lagi ke matra udara lagi. Berbeda dengan matra darat sangat memungkinkan dari AD ke AD. Apa sebab? Karena AD jumlah personelnya sangat besar," ungkap Selamat Ginting.

Menurutnya, Jokowi dalam dinamika politik seperti saat ini butuh figur yang cukup berani mengambil risiko dibandingkan sejumlah jenderal lainnya. Terlepas dari kontroversi Dudung dalam kasus pencopotan baliho FPI dan HRS, tapi dia berani bertindak. Itu pertempuran proxi baginya. 

"Tentu bagi pendukung FPI dia dianggap cela. Namun, bagi Presiden Jokowi serta pihak yang berlawanan dengan cara FPI dan HRS, cara Dudung adalah kredit poin paling tinggi," ungkap Selamat Ginting.

Tipikal Dudung, menurutnya, adalah orang yang dibutuhkan Presiden Jokowi. Dalam beberapa kesempatan di Istana, misalnya. Ketika presiden mengumpulkan para Pangdam dan Kapolda. Jokowi tiga kali menyebut nama Dudung untuk dijadikan contoh pemimpin yang berani bertindak.  “Kalian harus berani seperti Dudung, sampai tiga kali diucapkan Jokowi,” ucap Ginting.

Dari situ ia  yakin, Dudung akan menjadi pimpinan TNI. Terbukti jadi Panglima Kostrad dan sekarang calon kuat KSAD. Nyaris tidak ada tandingan walaupun ada beberapa seniornya lulusan Akmil 1988-A maupun 1987. “Terlepas juga apakah ada hubungan relasi kuasa ataupun koneksi politik antara almarhum mertuanya sebagai pengurus Baitul Muslimin di PDIP.  Itulah Dudung dengan plus minusnya," katanya.

/selamatgintingofficial

 


07 October 2021

Pengamat hankam: Komcad Bagian dari Komponen Pertahanan


Foto: Youtube/Sekretariat Presiden

Pengamat pertahanan keamanan (hankam) dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting mengharapkan, kekuatan pertahanan Indonesia harus bisa memadukan kekuatan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Pertahanan militer diorganisasikan ke dalam komponen utama, yakni TNI (Tentara Nasional Indonesia). Sedangkan organisasi untuk pertahanan nirmiliter dibedakan atas dasar hakikat dan jenis ancaman yang dihadapi.

“Dalam menghadapi ancaman militer, pertahanan nirmiliter diorganisasikan ke dalam komponen cadangan dan komponen pendukung. Keduanya disiapkan untuk menjadi pelapis komponen utama,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Selamat Ginting di Jakarta, Kamis (7/10).

Ia menanggapi peresmian penetapan komcad oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) di Batujajar, Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/10). Menurut Jokowi, komcad dibentuk guna mendukung TNI dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jokowi mengatakan, sistem pertahanan Indonesia ini bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya.

Menurut Selamat Ginting, dalam menghadapi ancaman nirmiliter, organisasi pertahanan nirmiliter disusun ke dalam pertahanan sipil. Hal ini untuk mencegah dan menghadapi ancaman yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi.

Dalam menghadapi ancaman yang berdimensi keselamatan umum, kata dia, bentuk pertahanan sipil dilaksanakan melalui fungsi-fungsi keamanan. Antara lain penanggulangan dampak bencana alam dan bencana yang ditimbulkan manusia, operasi kemanusiaan, SAR, wabah penyakit dan kelaparan, gangguan pada pembangkit tenaga listrik, transportasi, dan aksi pemogokan.

Dikemukakan, struktur organisasi pertahanan sipil dalam pertahanan nirmiliter berbeda dengan struktur sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer. Organisasi pada pertahanan sipil bersifat fungsional dan berada dalam lingkup kewenangan instansi pemerintah di luar bidang pertahanan.

Selamat Ginting menjelaskan, dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia terbukti sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta menjadi sistem yang mampu melawan penjajah dan berhasil menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Oleh karena itu, lanjutnya, sistem tersebut harus tetap dipertahankan dan dikembangkan. Sistem tersebut untuk menegakkan kedaulatan NKRI, menjaga keutuhan wilayah negara, dan menjamin keselamatan bangsa.

“Untuk menjamin tegaknya NKRI, fungsi pertahanan negara sangat berperan dalam menjaga kelangsungan bangsa,” kata Selamat Ginting, mantan wartawan senior Republika.  

Menurutnya, komponen cadangan dan komponen pendukung dapat diarahkan untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal. Sekaligus untuk terwujudnya pertahanan nirmiliter dan kesadaran bela negara yang tinggi.

Jadi, kata dia, pembentukan komponen cadangan lebih berorientasi pada aspek kewilayahan. Sehingga setiap daerah memiliki kekuatan cadangan yang nyata dan dikembangkan secara bertahap dan berlanjut sampai mencapai kekuatan yang proporsional. 


/selamatgintingofficial

05 October 2021

TNI Harus Fokus Pada Ancaman Kedaulatan di Papua

Foto: Kodam Kasuari
kasuari18-tniad.mil.id

Presiden Joko Widodo menginstruksikan TNI selalu sigap menghadapi spektrum ancaman yang lebih luas, seperti pelanggaran kedaulatan, pencurian kekayaan alam di laut, radikalisme, terorisme, ancaman siber, dan ancaman biologi, termasuk juga ancaman bencana alam.

Pernyataan itu dikemukakan Presiden Jokowi dalam HUT ke 76 TNI di halaman depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/10).

Menurut pengamat komunikasi politik dan militer dari Univeritas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, intruksi presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI itu merupakan bentuk perintah agar TNI antara lain fokus pada upaya mengatasi gerakan separatisme dan pemberontakan bersenjata.

“Penggunaan kekuatan pertahanan militer dalam menghadapi ancaman separatisme dan pemberontakan bersenjata dilakukan berdasarkan putusan politik pemerintah dan dilindungi oleh undang-undang,” kata Selamat Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas di Jakarta, Selasa (5/10/2021).

Kandidat doktor ilmu politik itu mengemukakan, penggunaan kekuatan TNI dapat dilaksanakan melalui OMSP (Operasi Militer Selain Perang) dengan mengembangkan strategi operasi yang tepat dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. 

“Menghadapi separatism bukan hanya dengan cara-cara militer semata, melainkan juga dengan cara nirmiliter dengan mengefektifkan fungsi-fungsi pembangunan nasional,” ujar Selamat Ginting yang malang melintang dalam liputan konflik di Papua.

Dikemukakan, akar masalah separatisme dapat diatasi melalui pendekatan kesejahteraan dan keadilan. Separatisme merupakan ancaman nyata yang melakukan regenerasi secara cepat.  Karena itulah, kata dia, TNI harus memahami fenomena dalam menyusun strategi pertahanan nirmiliter.

Menurutnya, momentum demokratisasi sejak 1998-1999 dimanfaatkan oleh kelompok separatis guna mencapai tujuannya. Baik dengan menggunakan pola perjuangan nonbersenjata serta berusaha mencari perhatian dan dukungan internasional. 

Untuk menghadapi kecenderungan ancaman separatisme, lanjut Selamat Ginting, unsur pertahanan nirmiliter harus berperan aktif untuk mencari dan menemukan solusi yang tepat dan efektif. 

Aparat pembinaan territorial (binter) TNI, kata dia, harus bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Termasuk melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok separatis.

“Ancaman separatisme berakar pada faktor-faktor nirmiliter sehingga harus dihadapi pula dengan pendekatan nirmiliter,” kata Selamat Ginting, mantan wartawan senior Republika. 

TNI, lanjutnya, harus bisa mengedepankan pendekatan nirmiliter dengan operasi binter untuk membawa seluruh warga Papua merasa nyaman tinggal dalam pangkuan Ibu Pertiwi, Indonesia. Hal ini penting agar bibit-bibit separatisme tidak berkembang. 

Rasa kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika harus terus ditanamkan dan dikembangkan di Papua. “Mumpung ada momentum bagus, yakni pelaksanaan PON (Pekan Olahraga Nasional) di Papua.”


Ancaman Terorisme

Sedangkan mengenai ancaman terorisme, menurut Selamat Ginting, Indonesia telah mememiliki undang-undang mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003. Penerapan undang-undang tersebut cukup efektif dan memberikan efek tangkal yang besar. 

Menurutnya, penanganan aksi kejahatan terorisme dapat dilakukan melalui pendekatan pertahanan militer. Secara hukum penanganan ancaman terorisme merupakan bagian dari fungsi pertahanan negara untuk melindungi segenap warga bangsanya.

Indonesia, lanjutnya, telah meratifikasi dua konvensi internasional mengenai pemberantasan terorisme. Yakni Konvensi Internasional Pemberantasan Pemboman oleh Terorisme Tahun 1997 serta Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 1999. 

Dikemukakan, dengan menyadari bahwa terorisme memiliki jaringan internasional, Indonesia menjalin kerja sama dengan negara-negara lain untuk menangani masalah terorisme. Kerja sama tersebut diwujudkan dalam bentuk pertukaran informasi intelijen, pembangunan kapabilitas, serta pertemuan-pertemuan untuk membicarakan perkembangan ancaman terorisme dan langkahlangkah untuk mengatasinya. 

Lalu di mana posisi TNI? Menurut pengamat militer itu, penanganan terhadap ancaman terorisme, baik terorisme internasional maupun terorisme dalam negeri merupakan bagian dari tugas TNI. Hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang No.34 tahun 2004 tentang TNI. 

Tugas tersebut, lanjutnya, dilaksanakan TNI dengan pola pendekatan preventif dan represif maupun koersif. Penanganan dengan pola preventif lebih diutamakan dengan mengintensifkan fungsi intelijen, penggunaan satuan-satuan khusus yang dipersiapkan sebagai kekuatan responsif, serta pemberdayaan Komando Kewilayahan TNI dan satuan-satuan TNI. 

Fungsi intelijen yang dimiliki TNI dan jajarannya, kata Selamat Ginting, mempunyai tugas ikut dalam mengumpulkan informasi tentang kegiatan terorisme di seluruh wilayah kerja TNI. Sehingga TNI dapat mendayagunakan kemampuan intelijen yang berbasis manusia serta intelijen teknik. 

Ia meyakini, pelaku-pelaku aksi terorisme juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam melakukan aksinya. Sehingga fungsi intelijen TNI dalam penanganan terorisme harus mengoptimalkan kemampuan penginderaan dini berbasis human intelligent. 

“Tentu saja harus dilengkapi dengan sarana teknologi yang mampu mendeteksi kegiatan dan keberadaan pelaku kejahatan terorisme,” pungkas Selamat Ginting.


/selamatgintingofficial


02 October 2021

Risma Marah-marah: Gagal Sebagai Komunikator Politik

Foto: Fajar Khoerul - kemensos.go.id

Tanggapan pengamat komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, terhadap perilaku Menteri Sosial Tri Rismaharini di Gorontalo, Jumat (1/10). Berikut tanggapan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas dan kandidat doktor ilmu politik dari Unas di Jakarta, Sabtu (2/10). 

01 October 2021

Saling Puji Sukarno dan Nyoto

Foto: Tim Buku Tempo
Goodreads.com

 Bung Karno, lanjut Ginting, pernah menjuluki Nyoto ‘Marhaenis sejati’. Sebuah ideologi kerakyatan yang dicetuskan Sukarno untuk PNI. Nyoto tak mau kalah. Ia orang pertama yang mengeluarkan istilah ‘Sukarnoisme’. Keduanya saling mengagumi. 

30 September 2021

PNI, PKI, Sukarno, Nasakom, dan Angkatan Darat

Foto: Republika, 28 September 2020

Dikemukakan, hal itu juga dikemukakan oleh Ketua Umum PNI Ali Sastroamijoyo pada ulang tahun ke 45 PKI. Ia menyatakan PNI bersedia bekerjasama dengan PKI. Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 1959-1960 sudah terang-terangan menyatakan ketidaksukaan kedekatan Sukarno dengan PKI. Ia akhirnya mundur dari posisi Wakil Presiden, karena Sukarno dianggap sudah tidak bisa diberitahu lagi.

29 September 2021

TNI Penjaga Ideologi Pancasila

Tanggapan pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting terhadap pernyataan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo soal TNI dan PKI pada webinar, Ahad (26/9).  

Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menjelaskan, TNI merupakan benteng terakhir pengawal ideologi Pancasila. TNI menjadi salah satu profesi di Indonesia yang wajib memegang teguh ideologi Pancasila. Bukan ideologi lainnya di luar Pancasila.

“Jadi, TNI sudah belajar banyak dari penghianatan ideologi lain, termasuk penghianatan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1948 dan 1965. Sehingga TNI berusaha keras untuk tidak lagi disusupi ideologi lain, termasuk ideologi komunis,” kata kandidat doktor ilmu politik itu di Jakarta, Rabu (29/9).

Ia mengemukakan hal tersebut terkait pernyataan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo yang mengindikasikan terjadinya penyusupan di tubuh TNI pada sebuah webinar Ahad (26/9) malam dengan tema: TNI vs PKI.

“Jangankan komunis, ketika partai politik dan kelompok lainnya ragu-ragu menerima atau menolak ide Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis), Angkatan Darat dengan tegas menolak Nasakom, karena bertentangan dengan Pancasila. Itu pula yang dimaksud politik TNI adalah politik negara,” ungkap Ginting. 

Pimpinan TNI tahun 1962-1965, lanjut Ginting, terutama Menteri Koordinator (Menko) Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KSAB) Jenderal TNI AH Nasution, serta Menteri /Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani dkk menolak tegas nasakomisasi, ideologi komunis serta rencana pembentukan Angkatan Kelima, yakni buruh tani dipersenjatai. Mereka kemudian menjadi korban kebiadaban PKI.

“Belajar dari pengalaman buruk penghianatan PKI tersebut, TNI tentu berusaha keras akan menolak ideologi lain. Sehingga menjadi tanda tanya besar jika ada yang meragukan ideologi prajurit TNI saat ini,” ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.

Ginting tidak sependapat dengan pernyataan tudingan Gatot Nurmantyo. Alasannya, kata dia, ada dua hal. Pertama; para prajurit telah diikat dalam sumpah ketika dilantik menjadi prajurit TNI. Dalam sumpah dan janji pertamanya dinyatakan: akan setia kepada NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kedua; para prajurit TNI diikat dengan tujuh jalan hidupnya yang disebut Sapta Marga. Pada marga pertama dan kedua, jelas-jelas disebutkan tentang Pancasila. Pada marga pertama, sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila. Kemudian pada marga kedua, sebagai patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.

“Mengapa Gatot Nurmantyo tidak mengacu pada dua hal tersebut? Apalagi Gatot pernah menjadi Panglima Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat), KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) dan Panglima TNI. Mengapa dia meragukan penerusnya di TNI saat ini,” kata Ginting dengan penuh tanya. 

Setelah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965 (G30S)/PKI, menurut Ginting, dalam rekrutmen prajurit TNI, sangat ketat menyeleksi penilaian mental ideologi. Bahkan ditelusuri hingga garis keturunan orangtua dan kakek neneknya. Sering disebut sebagai bersih diri dari ideologi lain, selain Pancasila.

Ia menjelaskan, para perwira tinggi aktif saat ini, umumnya justru lahir setelah peristiwa kelam tahun 1965. Ia mencontohkan Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman, misalnya. Kelahiran November 1965 dan dilahirkan dari keluarga besar TNI di Kodam Siliwangi. Kodam Siliwangi dikenal sebagai Kodam yang sangat anti komunis sejak bernama Divisi Siliwangi dipimpin Kolonel (Infanteri) AH Nasution.

“Ingat, ujung tombak penumpasan pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun dan sekitarnya adalah Siliwangi,” kata Ginting yang malang melintang sebagai wartawan senior dalam liputan pertahanan keamanan negara itu.

Selain itu, Kostrad dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menjadi ujung tombak penumpasan G30S/PKI tahun 1965. Cikal bakal RPKAD yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu juga berasal dari Kodam Siliwangi. Sejumlah batalyon Kostrad di Jawa Barat, umumnya juga berasal dari Kodam Siliwangi yang dialihkan kepada Kostrad.

Ginting menjelaskan, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, seperti juga Letjen TNI Dudung Abdurachman merupakan kelahiran 1965, Ketika TNI sedang menumpas pemberontakan PKI. 

Ada pun Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, tergolong masih bayi pada saat terjadinya pemberontakan PKI. Kedua perwira tinggi itu pun berasal dari keluarga besar TNI. Mereka lahir dimana tidak ada tempat bagi ideologi di luar Pancasila yang diterapkan sangat keras oleh pemerintahan Orde Baru.

“Cita-cita awal Orde Baru adalah menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itu nilai baik yang diterapkan Orde Baru setelah belajar dari kegagalan Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama,” ungkap Ginting.

Selamat Ginting mengungkapkan, Sapta Marga yang menjadi pedoman prajurit TNI dicetuskan pada 5 Oktober 1951, saat TNI merayakan ulang tahun yang keenam. Kode etik prajurit TNi tersebut, dimaksudkan untuk mencegah perpecahan di dalam tubuh TNI, terutama dari ideologi lain, selain Pancasila.

Ia menjelaskan, para tokoh perumus Sapta Marga yang dipimpin Kolonel  Bambang Supeno merancang rumusan jalan hidup tentara itu dengan meminta masukan dari sejumlah para pemikir TNI serta para tokoh bangsa. Antara lain Supomo, Ki Hajar Dewantara, Husen Djajadiningrat dan Mohammad Yamin.

“Pimpinan TNI saat itu menyadari bahwa ke depan TNI akan menghadapi tarikan ideologi lain di luar Pancasila.  Jadi, saat ini janganlah TNI dituding-tuding lagi disusupi ideologi lain. Anggap saja sebuah peringatan, tapi jangan menuding, karena berbahaya sekali. Apalagi TNI adalah garda terakhir ideologi Pancasila,” pungkas Ginting.

/selamatgintingofficial

Posting Terkini

Belajar dari Brasil dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Photo: courtesy cnnindonesia.com Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Brasil untuk belajar program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah ...