(Arsip lawas diterbitkan di Republika, 27 Juni 2011)
Oleh Selamat Ginting
Hanya Jenderal Edi Sudradjat dan Marsekal Djoko Suyanto, lulusan terbaik akademi yang bisa menjadi panglima TNI.
Awal Juni lalu, Mabes TNI mengumumkan mutasi jabatan perwira tinggi. Di
situ muncul sejumlah lulusan terbaik atau penerima Bintang Adhi
Makayasa. Mereka mendapatkan promosi kenaikan pangkat setingkat lebih
tinggi sekaligus menduduki posisi penting di lingkungan TNI.
Di antaranya, Marsekal Muda Dede Rusamsi (lulusan terbaik AAU 1981)
mendapatkan promosi jabatan dari panglima Koopsau I menjadi wakil KSAU.
Ia menjadi lulusan AAU 1981 yang pertama meraih pangkat marsekal madya.
Kariernya mengikuti jejak Wakil KSAL, Laksamana Madya Marsetio, lulusan
terbaik AAL 1981. Masih dalam rangkaian yang sama, Marsekal Pertama
Sunaryo (lulusan terbaik AAU 1982) dan Brigadir Jenderal Erwin Syafitri
(penerima Bintang Adhi Makayasa Akmil 1982) mendapatkan promosi
jabatan dan kenaikan pangkat.
"Penerima Bintang Adhi Makayasa tentu saja layak menerima posisi
penting di lingkungan TNI," ujar Marsekal (Purn) Djoko Suyanto pada
suatu kesempatan. Djoko, mantan panglima TNI 2006-2007, termasuk
penerima Adhi Makayasa AAU 1973. Ia bersama Jenderal (Hor) Susilo
Bambang Yudhoyono dari Akmil dan Jenderal (Purn) Sutanto dari Akpol
merupakan lulusan terbaik di angkatannya.
Adhi Makayasa adalah penghargaan tahunan kepada lulusan terbaik akademi
dari setiap matra TNI dan kepolisian. Penerima bintang ini adalah
mereka yang secara seimbang mampu menunjukkan prestasi terbaik di tiga
aspek akademis, jasmani, dan kepribadian (mental).
Penganugerahan Adhi Makayasa secara langsung diberikan oleh presiden Republik Indonesia atas nama negara.
Pemberian anugerah Adhi Makayasa dilaksanakan pada acara Prasetya
Perwira (Praspa) dan Sumpah Perwira, yaitu upacara pelantikan para
taruna Akademi TNI dan Polri.
Tapi, bagaimana lanjutan karier para lulusan terbaik tersebut? Temyata,
tidak semuanya mulus. Dari angkatan darat, misalnya, selama era
Presiden Soeharto, temyata hanya Jenderal Edi Sudradjat yang tampil ke
puncak jabatan TNI. Lulusan terbaik Akmil 1960 yang meraih bintang
empat, menjadi KSAD, panglima TNI, dan menteri pertahanan keamanan
(menhankan!) itu.
Edi Sudradjat menjadi KSAD selama lima tahun pada 1988-1993. Pada 1993
secara mencengangkan Edi menduduki tiga posisi penting sekaligus, yakni
KSAD, panglima TNI, dan menhankam. Kontroversi kemudian terjadi. Ia
hanya menjabat panglima TNI selama tiga bulan dan usia pensi-unnya
tidak diperpanjang. Edi pensiun pada usia 55 tahun. Posisinya digantikan
Kasum TNI saat itu Letjen Feisal Tanjung. Edi kemudian hanya menjadi
menhankan) periode 1993-1998.
Selain Edi Sudradjat, lulusan terbaik yang bisa menjadi panglima TNI
adalah Marsekal Djoko Suyanto. Naiknya Djoko menjadi KSAU dan panglima
TNI juga diwarnai dinamika yang unik. Misalnya, ketika KSAU Marsekal
Chappy Hakim pensiun, calon kuatnya saat itu adalah Wakil KSAU Marsekal
Madya Herman Prayitno. Herman dan Djoko sama-sama lulusan AAU 1973.
Saat itu, jabatan Djoko adalah asisten operasi KSAU dengan pangkat
marsekal muda.
Namun, Presiden Yudhoyono memilihnya menjadi KSAU. Djoko pun melampaui
atas-annya, Herman Prayitno. Pagi hari sebelum pelantikan sebagai KSAU,
pangkat Djoko dinaikkan setingkat menjadi marsekal madya. Djoko
menjadi KSAU hanya selama satu tahun pada 2005-2006. Akhirnya, Herman
Prayitno mendapatkan kesempatan menjadi KSAU menggantikan Djoko
Suyanto.
Naiknya Marsekal Djoko Suyanto menjadi panglima TNI juga diwarnai
dinamika yang sangat tinggi, apalagi sebelumnya Presiden Megawati
Soekarnoputri telah mengajukan nama KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu pada
September 2004 untuk menggantikan Panglima TNI Jenderal Endriartono
Sutarto yang telah memasuki usia pensiun. (Baca Panglima Papan Nama).
Djoko akhirnya menjadi panglima TNI pada Februari 2006 hingga Desember
2007. Ia tercatat sebagai orang pertama dari matra udara yang menjadi
panglima TNI di era modern. Sebelumnya di era revolusi kemerdekaan,
Laksamana Udara Suryadarma pernah dipercaya menjadi kepala staf
angkatan perang.
Lulusan terbaik sering kali harus takluk pada nasib. Nasib yang tidak
diinginkan juga terjadi pada Susilo Bambang Yudhoyono. Ia sebenarnya
menjadi kandidat terkuat menjadi KSAD pada 1999. Saat itu, KSAD Jenderal
Subagyo HS dengan berbagai alasan akan diganti. Begitu banyak jenderal
bintang tiga angkatan darat yang siap menggantikan posisi Subagyo.
Ada Kasum TNI Letjen Sugiono (Akmil 1971), Kaster TNI Letjen SBY (Akmil
1973), Wakil KSAD Letjen Johny Lumintang (Akmil 1970), Pangkostrad
Letjen Djamari Chaniago (Akmil 1971), Komandan Sesko TNI Letjen Agus
Widjojo (Akmil 1970), Kepala Bais TNI Letjen Tyasno Sudarto (Akmil
1970), Gubernur Lemhannas Letjen Agum Gumelar (Akmil 1968), dan Dubes
RI di Singapura Letjen Luhut B Panjaitan (Akmil 1970).
Dari tujuh letnan-jenderal tersebut, nama SBY termasuk yang sudah
berada di kantong Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Namun, Letjen
Tyasno Sudarto yang akhirnya menggantikan Jenderal Subagyo HS sebagai
KSAD. Sedangkan SBY, Agum dan Luhut ditarik ke kabinet. SBY menjadi
menteri pertambangan dan energi, Agum menjadi menteri perhubungan, dan
Luhut menjadi menteri perindustrian.
"SBY kecewa karena harus meninggalkan dunia militer, padahal masih jauh
dari usia pensiun. Dia seharusnya layak menjadi KSAD, bahkan panglima
TNI di era reformasi. Beberapa kali dia menolak jabatan menteri karena
lebih menginginkan menjadi KSAD," kata salah seorang sumber yang dekat
dengan SBY.
Sebagai lulusan terbaik Akmil 1973, tentu saja SBY kecewa dengan
keputusan tersebut. Cita-cita semua lulusan akademi TNI adalah menjadi
orang pertama di ma-tranya sekaligus memperoleh pangkat jenderal bintang
empat secara paripurnadengan jabatan di lingkungan militer, bukan di
lingkungan sipil. Tentu, ada kebanggaan yang berbeda mendapatkan bintang
empat, namun bukan kehormatan. SBY, Agum, Luhut, dan mantan mendagri
Surjadi Soedirdja (Akmil 1962), belakangan dinaikkan pangkatnya menjadi
jenderal kehormatan oleh Presiden Gus Dur pada 2000. Hal yang sama juga
terjadi pada Kepala BIN Hendropriyono (Akmil 1967) dan mantan mendagri
Hari Sabarno (Akmil 1967) oleh Presiden Megawati pada 2004.
Nasib terbaik
Sementara di era Presiden SBY, khusus matra darat, hanya Jenderal
Agustadi Sasongko Purnomo (lulusan Akmil 1974) yang menjadi KSAD. Itu
pun Agustadi telah dilampaui adik kelasnya, Jenderal Djoko Santoso.
Agustadi menjadi KSAD pada 2007-2009 menggantikan Djoko Santoso. Namun,
setelah itu, Agustadi harus pensiun dari dinas militer.
Saat Agustadi akan pensiun pun bursa kandidat KSAD bermunculan, mulai
dari Wakil KSAD Letjen J Suryo Prabowo (lulusan terbaik Akmil 1976),
Pangkostrad Letjen George Toisutta (Akmil 1976), dan Dankodiklatad
Letjen Syaiful Tizal (lulusan terbaik 1975).
Bocoran dari istana dan Mabes TNI sempat dituliskan oleh sebuah kantor
berita yang menuliskan bahwa pengganti Jenderal Agustadi Sasongko
Purnomo adalah Wakil KSAD Letjen Suryo Prabowo, sebagai KSAL Laksamana
Madya Agus Suhartono dan KSAU Marsekal Madya Imam Sufaat. Namun,
keesokan harinya berita itu diralat. Nama pengganti KSAL dan KSAU tidak
ada perubahan. Yang mengalami perubahan hanya jabatan KSAD. Bukan
Letjen Suryo Prabowo, melainkan Letjen George Toisutta.
Ternyata SBY yang kecewa karena tidak menjadi KSAD, saat menjadi
presiden, ia pun tidak memilih lulusan terbaik. Syaiful Rizal dan Suryo
Prabowo harus berbesar hati karena hanya sampai pangkat letnan
jenderal.
Menunggu nasib menjadi orang nomor satu di matra darat, kini juga
dialami lulusan terbaik Akmil 1978, Letjen Budiman. Ia bukan saja
lulusan terbaik, melainkan juga kandidat paling muda dari segi usia
dibandingkan kandidat lain. Kalau Budiman menjadi KSAD, peluangnya
menjadi panglima TNI menggantikan Laksamana Agus Suhartono lebih besar,
daripada Pramono dan Marciano.
Atau, Yudhoyono punya skenario lain, misalnya mempromosikan sejumlah
lulusan Akmil 1981 ke posisi bintang tiga seperti di matra laut dan
udara. Ada namanama abituren Akmil 1981 yang menonjol, seperti Mayjen
Moeldoko, Mayjen Waris, dan Mayjen Lodewijk F Paulus. Apakah mereka akan
menjadi KSAD periode selanjutnya dan akhirnya menjadi panglima TNI?
Kita tunggu saja.
No comments:
Post a Comment