18 May 2019

Kutipan hari ini

wisdomquotes.com

Kutipan hari ini (sebagai sebuah renungan..)

"Ada banyak cara suatu bangsa bisa mati. Ia bisa mati karena ketidaktahuan, ketidakpedulian, ketidakmampuannya untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah sendiri. Tapi ia juga bisa mati karena perselisihan internal, mencabik-cabik dirinya sendiri."

15 May 2019

Menguji Profesionalisme KPU


video source: @siq


Oleh: Selamat Ginting
Jurnalis

Ruangan serba guna di lantai 2 sebuah hotel di Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019) sore, penuh sesak. Sulit untuk bisa masuk ke ruangan yang telah dipadati lebih dari 2.000 orang tersebut. Namun terlihat masih ada secercah harapan untuk bisa masuk. Peluang itu terbuka saat ada yang keluar ruangan. Di situ pula penulis berusaha masuk. Ini sebuah peristiwa penting dari proses pemilihan presiden yang paling keras.

Sekeras itu pula penulis ingin tahu, apa yang sedang terjadi. Ini memang pertemuan terbuka bagi masyarakat. Bukan hanya bagi pendukung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saja.

Tim kampanye nasional (TKN) pasangan capres dan cawapres Jokowi dan Maruf Amin juga diundang. Termasuk KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu).

"Masih ada harapan kepada KPU untuk memilih jalan yang baik. Yakni untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ikut bermain dalam kecurangan." kata Prabowo Subianto saat berbicara dalam acara 'Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019' di hotel tersebut.

Itu harapan Prabowo usai mengungkapkan kegundahannya yang paling dalam terhadap KPU. ketua Umum Partai Gerindra itu akan menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang dilakukan KPU.

Prabowo menganggap telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu. Dimulai dari masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.  "Saya akan menolak hasil penghitungan suara pemilu, hasil penghitungan yang curang," ujar mantan Panglima Kostrad itu.

Prabowo mengatakan, selama ini  Badan Pemenangan Nasional (BPN) telah mengumpulkan bukti terkait dugaan kecurangan yang terjadi. 

Dalam acara tersebut, tim teknis BPN menyampaikan pemaparan mengenai berbagai kecurangan yang terjadi sebelum, saat pemungutan suara, dan sesudahnya.  Di antaranya, permasalahan daftar pemilih tetap fiktif, politik uang, penggunaan aparat, surat suara tercoblos hingga salah hitung di website KPU.  "Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," kata mantan Komandan Jenderal Kopassus.

Hak demokrasi

Pernyataan senada dikemukakan Ketua BPN Prabowo-Sandi, Jenderal (Purn) Djoko Santoso.  Menurutnya, BPN menolak penghitungan suara Pemilu 2019 yang sedang berjalan di KPU.  Ia menganggap Pemilu 2019 penuh kecurangan.

"Kami BPN bersama-sama rakyat Indonesia yang sadar demokrasi menolak hasil penghitungan suara dari KPU RI yang sedang berjalan. Sekali lagi kami BPN bersama rakyat Indonesia yang sadar hak-hak demokrasinya menyatakan menolak hasil penghitungan suara KPU RI yang sedang berjalan," kata Djoko pada acara yang sama.

Mantan Panglima TNI itu juga menolak proses penghitungan suara KPU. Dia mendesak Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU dihentikan. Permintaan penghentian itu telah disampaikan lewat surat ke KPU.

"Hadirin, beberapa waktu lalu kami BPN telah mengirim surat ke KPU dengan Nomor Surat 087/BPN/OS/V/2019 tanggal 1 Mei 2019 tentang audit terhadap IT KPU dan meminta serta mendesak menghentikan sistem penghitungan suara di KPU, yang substansinya agar KPU menghentikan penghitungan suara pemilu yang curang, terstruktur, sistematis, dan masif," tutur Djoko.

BPN menilai kecurangan Pemilu 2019 bersifat terstruktur, sistematis, dan masif atau biasa disingkat TSM. Ada pula yang menambahkan satu istilah lagi, yakni brutal.  

Mengapa BPN memiliki penilaian seperti itu?

Anggota Dewan Pakar BPN Laode Kamaluddin, mengungkapkan, berdasarkan data sistem informasi Direktorat Satgas BPN, perolehan suara pasangan nomor urut 02 itu unggul dari pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Hingga Selasa (14/5/2019), pasangan Prabowo - Sandi memperoleh suara sebesar 54,24 persen atau 48.657.483 suara. Sedangkan pasangan Jokowi-Ma-ruf Amin memperoleh suara sebesar 44,14 persen.  "Di tengah banyaknya kecurangan posisi kita masih ada di 54,24 persen," ujar Kamaluddin di acara yang sama.

Perolehan angka tersebut, lanjutnya,  berbasis pada penghitungan dokumen C1 dari 444.976 tempat pemungutan suara (TPS).  Adapun total TPS yang ada saat hari pemungutan suara berjumlah 810.329 TPS. Sementara data mentah dokumen C1 yang sudah dikumpukan BPN berjumlah 1.411.382.  "Posisi ini diambil dari total 444.976 TPS atau 54,91 persen. Sudah melebihi keperluan dari ahli statistik untuk menyatakan data ini sudah valid," kata dia.

Kamaluddin menuturkan, berdasakan data tersebut, BPN yakin pasangan Prabowo-Subianto telah memenangkan Pemilu 2019.  Menurutnya, kemenangan Prabowo-Sandiaga hanya dapat berubah jika terjadi kecurangan. Misalnya praktik pencurian perolehan suara paslon nomor urut 02.

"Angka ini bisa diubah kalau betul-betul dirampok. Inilah kondisi kita hari ini. Maka kita sampai pada keyakinan bahwa Prabowo-Sandi adalah pemenang," ujarnya.

Tentu kita masih harus menunggu hasil dari KPU, termasuk hasil sidang di Bawaslu tentang keberatan kubu 02. DKPP juga tidak akan tinggal diam jika memang terjadi dugaan kecurangan yang dilakukan personel KPU maupun Bawaslh, seperti dilaporkan kubu 02. Dari kubu 01, publik juga ingin tahu apa hasil dari tim IT-nya.  "Inilah buktiku. Mana buktimu?" pungkas La Ode Kamaluddin.

Semoga membuahkan keputusan yang baik bagi bangsa ini dalam pesta demokrasi mencari figur pemimpin nasional. # End

Ciri-Ciri Orang Awam

Oleh: Selamat Ginting
Jurnalis



DWH.com
Media Sosial (Ilustrasi)

Kadang kita merasa sia-sia dan menghabiskan waktu kala menjawab komentar seseorang yang keras kepala di media sosial. Keras kepala, karena orang itu tidak paham persoalan yang menjadi fokus dari status kita. Apalagi substansi intisari status. Gak nyampe pikirannya. Gak nyambung otaknya. Begitulah kalimat ngepopnya. Tapi ngeyel. Ngeselin banget!

Siapa sih mereka? Mereka inilah yang disebut ORANG AWAM. Misalnya, awam tentang politik, tapi komentarnya luar biasa. Luar biasa ngaco! Capek menghadapi mereka. Ngotori komentar di status menjadi tidak bermutu.

Karena itu kita perlu mengetahui perbedaan orang yang berpikir ilmiah dengan orang yang berpikir awam.

Berpikir itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Jadi, berpikir merupakan proses yang dilakukan akal budi. Utamanya dalam memahami, mempertimbangkan, menganalisis, meneliti, menerangkan, dan memikirkan sesuatu dengan jalan tertentu. Tentu saja agar sampai pada sebuah kesimpulan yang benar.

Bagaimana dengan berpikir ilmiah?  Mereka yang berpikir rasional dan berpikir empiris. Bersifat ilmiah jika mengandung kebenaran secara objektif. Syaratnya? Mesti didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara mendalam. Itulah orang yang berpikir ilmiah.

Lalu ciri-ciri orang awam bagaimana? Mudah untuk mengetahuinya. Begini.... Cara berpikirnya berdasarkan sudut pandang pribadinya. (SUKA-SUKA GUE DONG). Pendapatnya tidak rasional. Tidak faktual atau tidak didukung fakta. Hanya berdasarkan ILMU KIRA-KIRA  saja. Sehingga pendapatnya bias dan rancu. Tidak didukung logika yang runtut. Bahkan bersifat spekulatif. Maka, cara berpikir orang awam ini lebih banyak salahnya daripada benarnya.

Nah... Sekarang, hindari untuk tidak menanggapi perdebatan dengan orang awam terhadap suatu kasus. Lelah jiwa.

14 May 2019

Perdebatan Proses Pancasila

Setidaknya ada tiga tanggal yang berkaitan dengan hari lahir Pancasila, yaitu: 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, dan 18 Agustus 1945. Mana yang paling tepat?

Oleh: Selamat Ginting
Jurnalis
Pemerhati militer


Pancasila


Dua pekan ke depan, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Sebagian menyebutnya Hari Pancasila. Pancasila adalah landasan falsafah negara, sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, khususnya alinea keempat.
Pancasila disebut pula sebagai dasar negara yang menjadi pemersatu bangsa. Penetapan 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 2016 lalu. Masalah ini hingga sekarang masih diperdebatkan publik.
Mengapa? Karena masing-masing punya versi dengan penjelasan sejarahnya yang kuat. Dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menentukan persiapan kemerdekaan, harus ada dasar negara yang digunakan. Dibentuk tim perumus terdiri dari sembilan orang, yakni: , Sukarno (ketua), Mohammad Hatta (wakil ketua), dengan anggota: Achmad Soebarjo, Mohammad Yamin, Wachid Hasyim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agus Salim (anggota), dan AA Maramis.
Dimulai pada  rapat BPUPKI, 29 Mei 1945. M Yamin mengeluarkan idenya tentang lima sila, yaitu: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, Keadilan Rakyat. Dalam rapat berikutnya, pada 1 Juni 1945, Sukarno menyebut kata Pancasila. Idenya adalah; Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ide M Yamin dan Sukarno ternyata belum cukup untuk menyatukan sebagai dasar negara yang akan digunakan. Maka dilanjutkan pada rapat berikutnya, 22 Juni 1945. Di sini majelis BPUPKI mencapai kesepakatan tentang dasar negara yang akan digunakan.
Kesepakatn itu diberi nama Piagam Jakarta. Disepakati isinya; 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaranan perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada 22 Juni 1945 itulah, BPUPKI menyepakati isi Pancasila sesuai dengan urutannya. Namun BPUPKI belum tahu, kapan Indonesia akan merdeka dari penjajahan. Saat itu tentara Jepang masih bercokol di Bumi Indonesia. Kemudian pada 6 dan 9 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Jepang. Maka pada 14 Agustus 1945, Jepang resmi menyerah kepada sekutu dalam Perang Dunia Kedua.
Kondisi itu dimanfaatkan bangsa Idonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Tetapi pada hari proklamasi, Indonesia belum memiliki dasar negara. Esoknya, pada 18 Agustus 1945, mengumumkan konstitusi negara dan dasar negara. Konstitusinya adalah UUD 1945 dan dasar negaranya adalah Pancasila.
Kemudian Sukarno dan Hatta mengubah isi Pancasila yang telah ditetapkan BPUPKI dalam Piagam Jakarta tersebut. Ada tujuh kata yang dihilangkan pada sila pertama setelah kata Ketuhanan. Disarikan menjadi Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan keempat sila lainnya, tidak mengalami perubahan.
Maka isi Pancasila adalah: 1. Ketuhanan yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan final
Setidaknya ada tiga tanggal yang berkaitan dengan hari lahir Pancasila, yaitu 1 Juni 1945, 22 Juni 1945 dan 18 Agustus 1945. Akhirnya 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila oleh pemerintah Presiden Jokowi.  Alasannya, karena pada tanggal tersebut kata Pancasila pertama kali diucapkan oleh Sukarno. Jadi, Sukarno sebagai pencipta kata Pancasila. Bukan pencipta keseluruhan isi sila-sila dari Pancasila tersebut. Isi sila Pancasila menjadi perpaduan pemikiran M Yamin dan Sukarno.
Mari disimak. Sila kedua dan keempat berasal dari ide M Yamin. Sila ketiga, terinspirasi dari ide bersama Yamin dan Sukarno. Namun, kedua tokoh bangsa itu menempatkannya pada sila pertama. Sementara sila kelima dari Piagam Jakarta, mirip sila kelima ala Yamin dan sila keempat model Sukarno.
Sila pertama juga mengambil dari pemikiran Yamin dan Sukarno. Meskipun akhirya diubah oleh Sukarno dan Hatta. Pancasila yang nyaris sempurna terjadi pada 22 Juni 1945. Hanya sila pertama yang diubah.
Secara hukum tata negara, Pancasila dilahirkan pada 18 Agustus 1945, satu hari setelah proklamasi kemerdekaan. Sebab, pada hari itulah disepakati isi Pancasila yang disempurnakan dan berlaku sampai hari ini.
Menurut ahli hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, hari lahirnya Pancasila bukanlah 1 Juni 1945, melainkan 18 Agustus 1945, ketika rumusan final disepakati dan disahkan. Pidato Sukarno pada 1 Juni 1945, baru masukan saja. Sebagaimana masukan dari rokoh-tokoh lain pada 29 Mei 1945 dan 22 Juni 1945. Apalagi usulan Sukanro pada 1 Juni 1945 cukup mengandung perbedaan fundamental. Menempatkan Ketuhanan sebagai sila terakhir dari Pancasila. Rumusan final menempatkan Ketuhanan sebagai sila pertama.
“Sukarno mengatakan Pancasila dapat diperas menjadi trisila. Trisila dapat diperas lagi menjadi eka sila, yakni: gotong royong. Rumusan final Pancasila justru menolak pemerasan Pancasila versi Sukarno tersebut,” ujar Yusril dalam penjelasan tentang pro dan kontra 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila. #END

12 May 2019

Separatis, Bukan Kelompok Kriminal Bersenjata! (2)

Oleh: Selamat Ginting
Jurnalis
Pemerhati militer

Kelompok Bersenjata (Ilustrasi)

Konstitusi
Buka konstitusi negara kita. Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945,  bahwa TNI terdiri dari TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU adalah alat negara. Bertugas untuk mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Sehingga semua hakikat ancaman yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara adalah bidang tugas, wewenang dan tanggungjawab (domain) TNI. Sekali lagi domain militer (TNI). Bukan domain polisi (Polri). Bukan urusan satuan tugas penegakan hukum. Aneh di daerah ancaman kedaulatan negara, TNI berada di bawah polisi sebagai bagian dai satgas penegakan hukum.

Sekali lagi, ancaman gerakan separatis membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara. Sebagai pejuang prajurit Saptamarga, tidak sepatutnya TNI lepas tangan dan mengkhianati amanat konstitusi UUD 1945. Berarti TNI juga tidak boleh menyerahkan penanganan ancaman gerakan separatisme yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawab (domain) Polri. Tidak boleh! Tidak boleh ada UU yang bertentangan dengan UUD 1945.

Terlebih jika penyebabnya hanya karena kesalahan masa lalu di era Orde Baru. Kemudian menurut saja dan ikut menari sesuai ‘irama gendang’ yang dibangun secara gencar dan sistematik. Memaksa TNI mengurangi kekuatan pasukan di daerah-daerah operasi, sehingga hanya tinggal satuan organik Kodam di suatu wilayah. Padahal, TNI itu kucing besar, seperti: singa, harimau, dan macan. Bukan kucing kecil rumahan yang manis. Di daerah operasi, militer harus mengaum, bukan mengeong.

Ada upaya membonsai TNI. Tujuannya agar gerakan separatis menjadi lebih bebas, leluasa, tanpa ada gangguan dalam melakukan gerakan bawah tanah (klandestein). Termasuk upaya membentuk kekuatan combatan.. Mereka, termasuk pihak asing mendorong agar TNI jangan melakukan operasi apapun, dengan alasan supaya tidak melanggar HAM (hak asasi manusia) berat.

Kebijakan dan Strategi 

Menghadapi ancaman gerakan separatis yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara, menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawab TNI. Namun, tidak selalu bersifat tempur (combatan). Kebijakan dan strategi penaggulangannya, juga tidak harus menjadikan suatu wilayah sebagai daerah operasi militer (DOM) dengan selalu melakukan tindakan yang bersifat represif. Sehingga berpeluang terjadi tindakan di luar batas kepatutan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

Dalam menghadapi aksi ofensif gerakan separatisme yang bersifat non-tempur / non-combatan atau nir-militer, maka kebijakannya dengan tindakan yang bersifat pencegahan (preventif) dan penangkalan (deterrence) yang bersifat cegah-tangkal. Misalnya dengan mendayagunakan seluruh personel dan alat berat Koprs Zeni Angkatan Darat, seperti: buldozer, escafator, pailloder, dump-truk dan lain lain.

Juga alat peralatan Zeni lainnya, seperti: penjernih air, gergaji mesin, genset dan alat pertukangan. Hal ini guna melaksanakan berbagai operasi Bhakti TNI untuk membantu pemerintah daerah di kedua provinsi yang telah menerima dana otonomi khusust. Jadi seperti fungsi zeni, bisa untuk membangun (konstruksi) dan destruksi (merusak) maupun bertempur. Seperti Yonzikon, Denzibang, Yonzipur, dan Denzipur. 

Zeni juga mempunyai sembilan tugas pokok, yakni: konstruksi, destruksi, rintangan, samaran, penyeberangan, penyelidikan (intelijen) zeni, perbekalan air dan listrik, penjinakan bahan peledak (jihandak), serta nuklir biologi kimia (nubika) pasif. 

Jika diperlukan, empat detasemen zeni tempur (denzipur) di Papua dan Papua Barat bisa ditingkatkan menjadi batalyon zeni tempur (yonzipur). Ada tiga denzipur  di Kodam Cenderawasih. Jika ditingkatkan menjadi yonzipur, maka sudah memenuhi syarat membentuk Resimen Zipur (Menzipur) atau Brigade Zipur (Brigzipur) Kodam Cenderawasih. Selama ini yang sering bertugas di Papua adalah Resimen Zeni Kosntruksi (Menzikon) Ditziad.

Saat ini, Kodam Cenderawasih belum memiliki Brigade Infanteri. Rencananya segera membentuk Brigif di Pengunungan Tengah Papua. Brigif 20 yang ada di Timika, Papua, berada di bawah kendali Divif 3 Kostrad. Tahun 2020 rencanaya terbentuk Brigif Divif 3 Kostrad di Sorong, Papua Barat.     

Untuk Yonzipur Kostrad jika perlu ditigkatkan kualifikasinya menjadi Yonzipur Raider. Satu Yonzipur Divif 3 Kostrad bisa ditempatkan markasnya di Papua. Termasuk menugaskan Zeni Kopassus di Bumi Cenderawasih. Sehingga satuan-satuan Zeni Angkatan Darat menjadi pendamping yang layak untuk mengakselerasi atau mempercepat jalannya roda pembangunan di Papua dan Papua Barat.

Di antaranya, pertama: membangun infrastruktur kewilayahan (jalan dan jembatan) ke semua kampung yang telah ada serta membangun permukiman. Kedua; menyukseskan program pencetakan lahan pertanian atau perkebunan di sekitar kampung-kampung yang ada dan pembangunan bendungan, saluran irigasi dan pelabuhan.

Ketiga; menggelar program TNI Manunggal Masuk Desa, Manunggal Sosial Sejahtara, Manunggal Buta Aksara dan Manunggal Hutan Tanaman Pangan. Namun bukan hanya memperbaiki ekosistem dan lingkungan hidup, melainkan juga untuk membatasi ruang gerak front bersenjata dalam melakukan manuver, bersembunyi dan membangun daerah basis atau daerah pangkalan perlawanan.

Keempat; membantu penambahan jumlah penduduk dan jumlah desa, guna mengembangkan kampung-kampung yang ada menjadi pusat pengembangan wilayah agro, antara lain melalui program tranmigrasi. Termasuk transmigrasi Angkatan Darat (transad), transmigrasi Angkatan Laut (transal), transmigrasi Angkatan Udara (transau) maupun perusahaan inti rakyat transmigrasi (pir-trans), program pencetakan lahan, program swa-sembada pangan, dan lain lain.

Cara itu bukan hanya akan mengurangi luas kawasan hutan, guna membatasi ruang gerak front bersenjata dalam melakukan manuver, bersembunyi dan membangun daerah basis pangkalan perlawanan. Melainkan juga terwujudnya peningkatan heterogenitas penduduk. Semakin memperkokoh wawasan kebangsaan Indonesia. Rasa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi lebih kuat daripada rasa kekerabatan suku, etnis, agama, ras dan kedaerahan.

Kelima, mendayagunakan pasukan TNI-AD, khususnya Kostrad yang sedang bertugas dalam operasi pengamanan perbatasan. Melalui program Pembangunan Desa-Saptamarga (Destamar) berfungsi sebagai titik kuat dari pembangunan desa-desa yang mengelilinginya
Profesi sebagai seorang prajurit TNI adalah suatu pilihan. Tugas suci, kebanggaan dan suatu  kehormatan, karena menjadi penjaga kedaulatan bangsa. Pada masa damai, urusan TNI adalah berlatih mengasah diri di bidangnya masing-masing. Apabila negara dalam keadaan perang, tugas TNI adalah perang melawan musuh untuk mempertahankan integritas negara. End.

Separatis, Bukan Kelompok Kriminal Bersenjata! (1)

Separatis, Bukan Kelompok Kriminal Bersenjata ! (1)

Oleh: Selamat Ginting
Jurnalis
Pemerhati militer

Kelompok Kriminal Bersenjata (ilustrasi)

Jelang Ramadhan 2019 Masehi atau 1440 Hijriah. Saya mengamati peristiwa di ujung barat Indonesia, Aceh. Padahal peristiwa ini biasanya terjadi di ujung timur Indonesia, Papua.

Hanya beberapa jam jelang Ramadhan tiba, Kepolisian Daerah (Polda) Aceh mengultimatum kelompok kriminal bersenjata (KKB) segera menyerahkan diri. Polisi akan mengambil tindakan tegas jika imbauannya tidak digubris.

Imbauan bernada ancaman disampaikan Kepala Polda Aceh, Irjen Polisi Rio S Djambak, sejak Jumat (3/5/2019). “Jika KKB tidak segera menyerahkan diri kepada aparat keamanan terdekat, kami akan melakukan tindakan tegas dan terukur sesuai hukum yang berlaku,” tegas Rio S Djambak seperti diberitakan Harian Serambi Indonesia, Ahad (5/5/2019).

Siapa KKB Aceh tersebut? Masih samar. Sebab polisi juga tidak mengungkapkan jenis senjata yang digunakan serta jumlah kelompok tersebut. Apakah senjata rakitan atau senjata standard militer? Masih harus ditelusuri lebih lanjut KKB yang dimaksud. Apalagi kasus-kasus seperti ini, mohon maaf, seperti musiman saat pemilu.  Sebab secara bersamaan muncul di sejumlah tempat pula. Jadi, saya abaikan untuk sementara. 

Separatisme

Singkatan KKB, sering kita dengar di wilayah Papua. Bukan di Aceh. Yang terbaru, penyerangan bersenjata saat penyelenggaraan Pemilu serentak pada 17 April 2019. Memang tidak seheboh peristiwa pada 2 Desember 2018 lalu. Peristiwa 2 Desember 2018, menewaskan 31 orang karyawan PT Istaka Karya. Mereka bekerja membangun jembatan di Kabupaten Nduga.

Pada pelaksanaan Pilkada serentak 2018 di Papua dan Papua Barat, juga ternodai dengan peristiwa penembakan terhadap rombongan petugas pengawal penyelenggara Pilkada. Saat pesawat akan terbang dari Bandara Keneam, Kabupaten Nduga dan saat rombongan berada di atas speedboad.

Pelakunya disebut polisi sebagai KKB. Tujuannya pun dipolitisasi, hanya untuk mengganggu penyelenggaraan Pilkada. Bahkan untuk mendukung calon pasangan kepala daerah tertentu.

Sesederhana itukah?

Bagi saya, sungguh naïf! Naif jika memahami pelakunya hanya disebut sebagai KKB. Bukan sebagai gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sebab, tujuannya melakukan disintegrasi nasional. Memisahkan Papua dan Papua Barat dari Ibu Pertiwi. Gerakan mereka jelas-jelas mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa.

Masyarakat Indonesia tahu Papua dan Papua Barat mendapatkan perlakuan khusus. Selain mendapat APBN, kedua provinsi itu juga mendapatkan dana otonomi khusus (otsus) triliunan rupiah. Mereka juga menerima perlakuan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sama dengan daerah lain serta percepatan pembangunan infra-struktur.

Di antaranya jalan Trans-Papua, termasuk jembatan yang dikerjakan PT Istaka Karya tersebut. Tentu saja sebelum terjadi peristiwa pembantaian oleh kelompok yang disebut pemerintah sebagai KKB.    

Gerilya

Aksi ofensif gerakan separatis Papua melakukan penyerangan bersenjata terhadap karyawan dan pekerja PT Istaka Karya yang menewaskan 31 orang, sesungguhnya tidak dapat ditoleransi lagi. Sasarannya bukan hanya berupa warga sipil semata, sebab para pekerja sedang membangun infra-struktur jembatan di Papua. Insfrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat Papua.

Mereka juga berkali-kali melakukan aksi penembakan terhadap penduduk dan karyawan PT Freeport. Menyerang pos keamanan dan baku tembak dengan aparat keamanan. Menyandera penduduk, warga asing dan kampung-kampung serta menduduki bandara. 

Seperti biasa, usai melakukan aksinya, mereka melarikan diri ke hutan atau gunung, Melakukan taktik dan tehnik perang gerilya. Sulit dikejar oleh aparat keamanan. Mereka juga mencairkan diri dalam masyarakat di kampung-kampung yang menjadi basis pangkalan perlawanan.

Jelas-jelas kesalahan yang sangat fatal, jika pemerintah hanya mengategorikannya sebagai kelompok kriminal bersenjata. Mereka adalah bagian dari gerakan separatisme. Bertujuan memisahkan diri atau disintegrasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Gerakan separatisme di seluruh dunia, selain bertujuan memisahkan diri, juga ancaman konsepsional. Membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara! Peristiwa-peristiwa penembakan mestinya dijadikan momentum bagi seluruh elemen bangsa, utamanya warga Papua asli. Mereka harus memiliki satu kesamaan sikap. Satu semangat memerangi gerakan tersebut sampai keakar-akarnya.

Tidak boleh lagi ada pro dan kontra bahkan berseberangan. Apalagi sampai  menimbulkan stigma sebagai pembela gerakan separatis. Begitu juga dengan situasi di Aceh. Masalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mestinya sudah tutup buku setelah adanya perjanjian Helsinki tahun 2004. Jangan coba-coba lagi menghidupkan Angkatan GAM. Sama dengan di Maluku, tak boleh lagi ada gerakan separatis, semacam Republik Maluku Selatan (RMS) pada 1950-1960-an.

Kita harus belajar dari kesalahan ketika menghadapi gerakan separatis di Timor Timur yang dilakukan oleh Fretilin (Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente). Sebuah gerakan pertahanan untuk memerdekakan diri. Pada awalnya, Fretilin bernama Associação Social Democrática Timorense (ASDT). Ingat pelajaran berharga dari lepasnya Timor Timur!

Gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), bukan hanya melakukan aksi ofensif berupa gangguan keamanan bersenjata (GPK) saja. Mereka juga membentuk kekuatan pasukan militer. Membangun pangkalan basis perlawanan.  Bahkan seperti gerakan separathisme di dunia, umumnya terdiri beberapa kelompok  atau front perjuangan.

Selain front  bersenjata, ada juga front politik di dalam maupun luar negeri. Mereka melakukan pengkaderan. Membentuk opini dan kegiatan diplomasi. Mendirikan perwakilan di luar negeri, Ada pua front logistic, misalnya melalui aksi kejahatan atau kriminal. Caranya merampas, menodong, merampok dan sebagainya. Ada pula front psikologis melakukan aksi teror dan gerakan klandestain.

Jadi, ancaman gerakan separatis yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara, tidak selalu bersifat militer atau combatan. Melainkan juga bersifat non-tempur atau bahkan ancaman nir-militer. 


/sgo

01 May 2019

Palangkaraya Tidak Ideal dari Pertahanan Negara

Oleh Selamat Ginting
Jurnalis
Pemerhati militer

30 April 2019

peta pulau Kalimantan
Foto: m.wikitravel.org


Mengapa sebagai calon ibukota negara, Palangkaraya rawan dari sisi pertahanan keamanan negara? 

Rencana pemindahan Ibukota Negara keluar Pulau Jawa telah diwacanakan sejak zaman Presiden Sukarno, pada 1957.  Empat dekake kemudian, Presiden Soeharto juga merencanakan pemindahan ibukota ke Jonggol, Jawa Barat, pada 1997.

Pada Sidang Kabinet terbatas, 29 April 2019, Kepala Bapenas telah memaparkan ada tiga aternatif pemindahan ibukota negara kepada Presiden Joko Widodo.

Pertama, tetap di wilayah DKI Jakarta.  Namun dibuat distrik khusus. Kedua, pindah di wilayah yang dekat dengan Jakarta. Sekitar Jabodetabek. Ketiga,  pindah keluar pulau Jawa. Secara prinsip pemerintah Jokowi setuju Ibukota Negara dipindahkan dari Jakarta. Palangkaraya di Kalimantan Tengah, kembali disebut-sebut ideal.

Tetapi banyak yang tidak memahami kerawanan dari segi pertahanan keamanan negara (hankamneg). Palangkaraya adalah zona berbahaya dari segi hankamneg. Bahkan rawan terhadap kemungkinan adanya konsentrasi kekuatan pasukan militer darat lawan. Dalam hal ini, Angkatan Bersenjata Malaysia.

Jarak Palangkaraya ke Serawak, Malaysia, sekitar 712 km. Atau 8 jam perjalanan darat. Mereka dapat menggelar pasukan darat secara leluasa. Termasuk menyusupkan pasukan intelijennya melalui perbatasan darat. Tentu saja dengan menyamar dengan beragam profesi. Mulai sopir bus, pedagang, turis dan segala macam.  

Akan mudah sekali pasukan artileri pertahanan udara (arhanud) Malaysia menembakkan meriamnya ke Palangkaraya. Kapal perang angkatan laut Diraja Malaysia juga dengan mudah menembakkan meriam ke Kalimantan Tengah. Dalam hitungan menit Palangkaraya luluh lantak. Tak ada waktu untuk menyelamatkan diri bagi kepala negara kekuar dari istana.

Publik harus tahu, wilayah perbatasan darat merupakan garis lingkar pertahanan terdepan. Jadi, wilayah Kalimantan Tengah juga bukan merupakan daerah belakang. Sehingga, jauh dari ideal untuk dijadikan ibukota negara.

Sebagai wartawan pemerhati militer, saya hanya mengingatkan dari perspektif pertahanan mendalam. Palangkaraya tidak ideal dari sisi hankamneg.

/selamatgintingofficial

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...