12 May 2019

Separatis, Bukan Kelompok Kriminal Bersenjata ! (1)

Oleh: Selamat Ginting
Jurnalis
Pemerhati militer

Kelompok Kriminal Bersenjata (ilustrasi)

Jelang Ramadhan 2019 Masehi atau 1440 Hijriah. Saya mengamati peristiwa di ujung barat Indonesia, Aceh. Padahal peristiwa ini biasanya terjadi di ujung timur Indonesia, Papua.

Hanya beberapa jam jelang Ramadhan tiba, Kepolisian Daerah (Polda) Aceh mengultimatum kelompok kriminal bersenjata (KKB) segera menyerahkan diri. Polisi akan mengambil tindakan tegas jika imbauannya tidak digubris.

Imbauan bernada ancaman disampaikan Kepala Polda Aceh, Irjen Polisi Rio S Djambak, sejak Jumat (3/5/2019). “Jika KKB tidak segera menyerahkan diri kepada aparat keamanan terdekat, kami akan melakukan tindakan tegas dan terukur sesuai hukum yang berlaku,” tegas Rio S Djambak seperti diberitakan Harian Serambi Indonesia, Ahad (5/5/2019).

Siapa KKB Aceh tersebut? Masih samar. Sebab polisi juga tidak mengungkapkan jenis senjata yang digunakan serta jumlah kelompok tersebut. Apakah senjata rakitan atau senjata standard militer? Masih harus ditelusuri lebih lanjut KKB yang dimaksud. Apalagi kasus-kasus seperti ini, mohon maaf, seperti musiman saat pemilu.  Sebab secara bersamaan muncul di sejumlah tempat pula. Jadi, saya abaikan untuk sementara. 

Separatisme

Singkatan KKB, sering kita dengar di wilayah Papua. Bukan di Aceh. Yang terbaru, penyerangan bersenjata saat penyelenggaraan Pemilu serentak pada 17 April 2019. Memang tidak seheboh peristiwa pada 2 Desember 2018 lalu. Peristiwa 2 Desember 2018, menewaskan 31 orang karyawan PT Istaka Karya. Mereka bekerja membangun jembatan di Kabupaten Nduga.

Pada pelaksanaan Pilkada serentak 2018 di Papua dan Papua Barat, juga ternodai dengan peristiwa penembakan terhadap rombongan petugas pengawal penyelenggara Pilkada. Saat pesawat akan terbang dari Bandara Keneam, Kabupaten Nduga dan saat rombongan berada di atas speedboad.

Pelakunya disebut polisi sebagai KKB. Tujuannya pun dipolitisasi, hanya untuk mengganggu penyelenggaraan Pilkada. Bahkan untuk mendukung calon pasangan kepala daerah tertentu.

Sesederhana itukah?

Bagi saya, sungguh naïf! Naif jika memahami pelakunya hanya disebut sebagai KKB. Bukan sebagai gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sebab, tujuannya melakukan disintegrasi nasional. Memisahkan Papua dan Papua Barat dari Ibu Pertiwi. Gerakan mereka jelas-jelas mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa.

Masyarakat Indonesia tahu Papua dan Papua Barat mendapatkan perlakuan khusus. Selain mendapat APBN, kedua provinsi itu juga mendapatkan dana otonomi khusus (otsus) triliunan rupiah. Mereka juga menerima perlakuan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sama dengan daerah lain serta percepatan pembangunan infra-struktur.

Di antaranya jalan Trans-Papua, termasuk jembatan yang dikerjakan PT Istaka Karya tersebut. Tentu saja sebelum terjadi peristiwa pembantaian oleh kelompok yang disebut pemerintah sebagai KKB.    

Gerilya

Aksi ofensif gerakan separatis Papua melakukan penyerangan bersenjata terhadap karyawan dan pekerja PT Istaka Karya yang menewaskan 31 orang, sesungguhnya tidak dapat ditoleransi lagi. Sasarannya bukan hanya berupa warga sipil semata, sebab para pekerja sedang membangun infra-struktur jembatan di Papua. Insfrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat Papua.

Mereka juga berkali-kali melakukan aksi penembakan terhadap penduduk dan karyawan PT Freeport. Menyerang pos keamanan dan baku tembak dengan aparat keamanan. Menyandera penduduk, warga asing dan kampung-kampung serta menduduki bandara. 

Seperti biasa, usai melakukan aksinya, mereka melarikan diri ke hutan atau gunung, Melakukan taktik dan tehnik perang gerilya. Sulit dikejar oleh aparat keamanan. Mereka juga mencairkan diri dalam masyarakat di kampung-kampung yang menjadi basis pangkalan perlawanan.

Jelas-jelas kesalahan yang sangat fatal, jika pemerintah hanya mengategorikannya sebagai kelompok kriminal bersenjata. Mereka adalah bagian dari gerakan separatisme. Bertujuan memisahkan diri atau disintegrasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Gerakan separatisme di seluruh dunia, selain bertujuan memisahkan diri, juga ancaman konsepsional. Membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara! Peristiwa-peristiwa penembakan mestinya dijadikan momentum bagi seluruh elemen bangsa, utamanya warga Papua asli. Mereka harus memiliki satu kesamaan sikap. Satu semangat memerangi gerakan tersebut sampai keakar-akarnya.

Tidak boleh lagi ada pro dan kontra bahkan berseberangan. Apalagi sampai  menimbulkan stigma sebagai pembela gerakan separatis. Begitu juga dengan situasi di Aceh. Masalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mestinya sudah tutup buku setelah adanya perjanjian Helsinki tahun 2004. Jangan coba-coba lagi menghidupkan Angkatan GAM. Sama dengan di Maluku, tak boleh lagi ada gerakan separatis, semacam Republik Maluku Selatan (RMS) pada 1950-1960-an.

Kita harus belajar dari kesalahan ketika menghadapi gerakan separatis di Timor Timur yang dilakukan oleh Fretilin (Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente). Sebuah gerakan pertahanan untuk memerdekakan diri. Pada awalnya, Fretilin bernama Associação Social Democrática Timorense (ASDT). Ingat pelajaran berharga dari lepasnya Timor Timur!

Gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), bukan hanya melakukan aksi ofensif berupa gangguan keamanan bersenjata (GPK) saja. Mereka juga membentuk kekuatan pasukan militer. Membangun pangkalan basis perlawanan.  Bahkan seperti gerakan separathisme di dunia, umumnya terdiri beberapa kelompok  atau front perjuangan.

Selain front  bersenjata, ada juga front politik di dalam maupun luar negeri. Mereka melakukan pengkaderan. Membentuk opini dan kegiatan diplomasi. Mendirikan perwakilan di luar negeri, Ada pua front logistic, misalnya melalui aksi kejahatan atau kriminal. Caranya merampas, menodong, merampok dan sebagainya. Ada pula front psikologis melakukan aksi teror dan gerakan klandestain.

Jadi, ancaman gerakan separatis yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara, tidak selalu bersifat militer atau combatan. Melainkan juga bersifat non-tempur atau bahkan ancaman nir-militer. 


/sgo

No comments:

Post a Comment

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...