27 April 2019

Darah Mengalir di Cijantung, Arah Komando di Prabowo

Oleh: Selamat Ginting
Jurnalis
Pemerhati militer

24 April 2019

Sejumlah petinggi TNI aktif saat ini pernah menjadi anak buah langsung Prabowo Subianto saat berdinas di Kopassus. Siapa mereka?

Prabowo Subianto
Foto: Republika/Amri Amrullah


Bukan di jantung ibu kota. Tapi di pinggiran kota. Cijantung. Di situlah Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Angkatan Darat. Pagi itu, loreng darah mengalir  memompa semangat pasukan komando. Seperti fungsi utama jantung, memompa darah ke seluruh tubuh. 

Ya, pasukan khusus ini bagaikan jantungnya TNI. Seperti darah bertugas membawa nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ tubuh.  Sekaligus mengangkut zat-zat sisa. Itulah prajurit terlatih.

"Di sinilah tempatnya prajurit-prajurit pilihan. Prajurit yang ditempa dengan berbagai latihan, tantangan, dan medan pertempuran," kata Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, dalam sambutan upacara hari ulang tahun Kopassus, 24 April 2019 di Cijantung, Jakarta Timur. 

Ada lima jenderal bintang empat aktif hadir di acara kesatuan bermotto: Berani, Benar, Berhasil. Mereka adalah Panglima TNI, KSAD Jenderal Andika Perkasa, KSAL Laksamana Siwi Sukma Adji, KSAU Marsekal Yuyu Sutisna, dan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian.

Mengapa Kopassus begitu istimewa? 

Tentu saja karena sejumlah keberhasilan dalam operasi-operasi khusus yang diamanatkan kepada mereka. Itu salah satunya.  

Pasukan berbaret merah darah, hari itu sedang merayakan hari jadinya ke 67 tahun. Mestinya hari jadi satuan ini pada 16 April lalu. Didirikan pada 16 April 1952 di Bandung. Ibu kandung Kopassus adalah Kodam Siliwangi. Cikal bakalnya adalah Kesatuan Komando (Kesko) Tentara dan Teritorium (TT) III Siliwangi. Satuan setingkat detasemen. Markasnya di Batujajar, Bandung.

Sebagai komandan pertama, Mayor (Infanteri) Rokus Bernardus Visser. Ia mantan anggota Korps Speciale Troepen KNIL (tentara Belanda). Visser kemudian berganti nama menjadi  Muhammad Idjon Djanbi. Dia menjadi komandan selama empat tahun (1952-1956). Usai bertugas, pangkatnya dinaikkan menjadi letnan kolonel.

Pada 1953-1954, kendali Kesko tidak lagi di bawah Siliwangi, melainkan langsung di bawah Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Jadilah namanya, Keskoad. Saat itu Keskoad belum menggunakan baret merah, melainkan baret coklat. Mirip baret korps artileri. Lorengnya pun bukan seperti darah mengalir. Melainkan loreng macan tutul. 

Loreng bekas Korps Marinir Amerika Serikat pada Perang Dunia Kedua. Loreng Negeri Paman Sam itu diwariskan kepada tentara Negeri Kincir Angin. Angin membawa pakaian itu dari tentara Belanda diwariskan untuk Kesko Siliwangi yang dipimpin Mayor Visser.

Visser kecewa ketika MBAD pada 1953, tidak bersedia menyiapkan baret khusus untuk Keskoad. Belakangan MBAD memberikan baret warna coklat mirip korps artileri. Visser tak kurang akal, ia mencelupkan baret ke air teh kental agar berwarna kemerahan. Sang mayor ingin mengenakan baret merah seperti yang dulu dipakainya. Baret selama sekolah pelatihan pasukan penerjun, warna merah darah.

Sedangkan loreng darah mengalir pertama kali diperkenalkan pada hari TNI, 5 Oktober 1964 di Senayan. Satuan ini bukan lagi setingkat detasemen atau batalyon.  Tetapi sudah setingkat resimen atau brigade. Dipimpin seorang kolonel. Saat di Senayan dipimpin Kolonel (Infanteri) Moeng Parahadimulyo. 

Operasi pertama menggunakan baret merah dan loreng darah mengalir, saat menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965-1967. Saat Dipimpin Kolonel (Infanteri) Sarwo Edhie Wibowo sebagai Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (Menparakoad atau RPKAD).

Dipecat
Operasi itu melengkapi operasi-operasi sebelumnya, seperti menumpas DI/TII, RMS, Andi Aziz, Kahar Muzakar, PRRI dan Permesta, Trikora, serta Dwikora. Saat operasi Permesta di Sulawesi Utara terjadi peristiwa yang tidak mengenakan bagi kesatuan ini.

Mereka mesti menghadapi orang yang sangat berjasa. Pendiri Kesko, yakni Brigjen Alex Evert Kawilarang. Dia mantan Komandan TT III Siliwangi, sejak  1951 hingga 1956. AE Kawilarang kecewa dengan kebijakan pemerintah pusat yang tidak adil terhadap daerah. 

Buntut pembelaan Kawilarang terhadap Permesta, membuat pangkatnya diturunkan menjadi kolonel. Sebelumnya dia atase pertahanan RI di Amerika Serikat dengan pangkat brigjen pada 1956-1958. 

Kawilarang tidak sendirian mengalami 'pemecatan' jelang 1960. Sebelumnya dua rekan, sesama lulusan Akademi Militer KNIL Belanda di Bandung, mengalami nasib yang sama 'dipecat' oleh Presiden Sukarno. AE Kawilarang dan AH Nasution dari korps infanteri. Sedangkan TB Simatupang dari korps zeni. Lulusan terbaik, namun karena orang Indonesia, posisinya digeser jadi ranking dua. Ranking satu untuk orang Belanda. 

Nasution dipecat sebagai KSAD. Sedangkan Simatupang dipecat sebagai KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang). Jabatan tertinggi menggantikan posisi Panglima Besar Sudirman. Kedua tokoh Sumatra Utara itu 'dipecat' usai peristiwa 27 Oktober 1952. Tentara mengepung istana, karena tidak setuju dengan campur tangan sipil terhadap urusan militer.

Di situ sekaligus 'dihabisinya' tentara dengan latar belakang KNIL. Tentara dengan background PETA, kemudian menguasai TNI. Namun tiga tahun setelah itu, Presiden Sukarno memanggil Nasution dan Simatupang untuk aktif lagi dalam dunia militer. Simatupang sudah patah arang. Nasution akhirnya dikembalikan posisinya sebagai KSAD. Hal ini setelah GPH Djatikusumo, KSAD pertama juga menolak diposisikan kembali sebagai orang nomor satu di Angkatan Darat. 

Nasution gantikan Banbang Utoyo yang menghadapi penolakan dari sejumlah perwira senior.  Utoyo hanya empat bulan sebagai KSAD. Pada periode itu, Nasution jadi KSAD pada 1955-1962. 

Urusan 'pecat memecat' pada awal kemerdekaan seperti hal 'biasa'. Nasution pun pernah 'memecat' Kolonel Soeharto dari dinas militer. Namun Soeharto dibela Gatot Subroto. Surat pemecatan akhirnya dianulisasi, setelah Gatot meloby Sukarno. 

Selebritas
Nama RPKAD harum semerbak saat menumpas PKI. Mereka begitu popular di media massa, baik televisi, radio, maupun koran. Sampai masyarakat mengelu-elukannya sebagai super hero Indonesia. 

Pada 1967, Komandan RPKAD diganti. Brigjen Widjojo Sudjono alias Billy, menjadi komandan gantikan Sarwo Edhie. Nama satuan diubah, dan ditingkatkan sekelas komando tempur. Jadilah Pusat Pasukan Khusus disingkat Puspassus. 

Billy memeriksa kembali kemampuan anak buahnya. Karena terlanjur jadi 'selebritas', kemampuan perorangan pun menurun. Maka dia melarang personel Puspassus tampil di media massa. Ia gembleng kembali latihan menembak, lempar pisau, bela diri, terjun militer, dan lain-lain. 

Tiga tahun Billy jadi komandan Puspassus (1967-1970). Ia mantan komandan pasukan khusus yang tertua dan masih aktif. Jenderal bintang empat purnawirawan dengan jabatan terakhir Kepala Staf Kopkantib. Baru-baru ini, jelang pemilu, Billy  bersama Letjen (Purn)  Sayidiman Suryohadiprojo mengunjungi kediaman Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

Kedua jenderal usianya bukan 29 tahun. Tetapi 92 tahun! Inilah dua jenderal paling sepuh yang kini paling dihormati. Sayidiman dikenal sebagai jenderal pemikir. Dia lulusan pertama Akademi Militer Yogyakarta, tahun 1948. Ranking tiga terbaik. 

Ranking pertama Kun Suryoatmojo memilih menjadi bankir di Bank Indonesia. Sedangkan ranking kedua, Subroto, ke perusahaan minyak dan berhasil menjadi menteri pertambangan dan energi era Presiden Soeharto. 

Sayidiman sempat menjadi komandan resimen taruna Akademi Militer Jurusan Teknik di Bandung (1960-1962). Di situ, ia berhasil mengintegrasikan dengan Akmil Jurusan Tempur di Magelang. Gubernur Akademi Militernya, GPH Djatikusumo, mantan KSAD dan Direktur Zeni.

Sayidiman saat jadi Wakil KSAD tahun 1974, awalnya akan diplot menjadi KSAD. Namun pecahnya peristiwa Malari 1974, membuat namanya terpental. Ia pun digeser menjadi Gubernur Lemhannas. "Saya jadi korban fitnah politik."

Usai pertemuan dengan Prabowo, Sayidiman menitipkan pesan khusus via WA kepada Letjen (Purn) Johanes Suryo Prabowo. Suryo mantan komandan / kepala zeni Kopassus, saat berpangkat letnan kolonel. Ia juga sempat menjadi pelatih demolisi Kopassus. Setelah itu Suryo jadi Danyon Zipur 10 Amfibi, Divif 2 Kostrad. Dalam dua posisi itu Suryo digantikan Budiman yang kelak menjadi KSAD pada 2013-2014. Sayidiman minta Suryo mengamankan Prabowo Subianto dari pihak-pihak luar yang tidak bertanggung jawab. 

Anak buah
Pada acara HUT Kopasuss, hadir sejumpah mantan Komandan Jenderal Kopassus. Termasuk komandan ke-15, Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto yang menjadi 'episentrum' bagi para wartawan.

Prabowo menjabat sebagai Danjen Kopassus sejak 1 Desember 1995 hingga 20 Maret 1998. Ia mengenakan setelan jas krem dan baret merah. Prabowo didampingi Danjen Kopassus saat ini, Mayjen I Nyoman Cantiasa. 

Hadir pula, di antaranya mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, mantan Kepala BIN Jenderal Hor (Purn) AM Hendropriyono, mantan KSAD Jenderal (Purn) Mulyono, serta mantan Kasum TNI Letjen (Purn) J Suryo Prabowo.

Mengenakan kaca mata hitam, kepada wartawan Prabowo  mengaku ingat saat masih aktif di Kopassus. Saat masa muda, dan saat masih agak kurus. Ia juga menilai penampilan para prajurit Kopassus sangat luar biasa. Dia mengaku sangat bangga karena Kopassus masih memiliki kualitas yang sangat tinggi.

"Saya bangga sekali bahwa kualitas Kopassus masih sangat, sangat, sangat tinggi. Jadi saya sangat bangga hari ini," kata Prabowo, mantan Panglima Kostrad dan Komandan Sesko TNI. 

Sekitar 14 tahun Prabowo berdinas di Kopassus (1976-1985), dan 1993-1998. Selain itu sembilan tahun di Kostrad (1985-1993 dan 1998). Sejumlah petinggi TNI aktif saat ini pernah merasakan jadi anak buah langsung Prabowo saat di Kopassus.

Mereka umumnya lulusan Akmil 1980-an, misalnya: KSAD Jenderal Andika Perkasa (1987), Kepala BNPB Letjen Doni Monardo (1985), Sesmenko Polhukam Letjen Agus Surya Bakti (1984), dan Irjen TNI Letjen Muhammad Herindra (1987).

Selain itu, mantan Pangdam Merdeka Mayjen Madsuni (1988 A), Pangdam Jaya Mayjen Eko Margiyono (1989), dan Pangdivif 2 Kostrad Mayjen Tri Yuniarto (1989), serta Danjen Kopassus Mayjen I Nyoman Cantiasa (1990). Tim Mawar yang sempat menghebohkan jagat pada 1998, mayoritas sudah perwira tinggi bintang satu. 

Prabowo tetap menjadi media darling pada acara di Kopassus itu. Sepak terjang dan gerak geriknya dipantaun pers. Posisinya sebagai calon presiden nomor urut 02, menjadi salah satu alasan. 

Kini ia masih fokus pada penghitungan suara pemilihan presiden. Hasil real count Pilpres 2019 internal Prabowo-Sandi menang sekitar 62%. Hal itu berdasarkan input data C1. Bahkan Prabowo sudah tiga kali mendeklarasikan klaim kemenangannya. Menurut Prabowo, hasil real count diperoleh dari penghitungan di 320 ribu TPS dan sekitar 40 persen total suara yang masuk.

Namun secara konstitusi, publik masih menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum, 22 Mei 2019 mendatang. Publik tentu menunggu arah komando Prabowo kepada pendukungnya. 

# End.

No comments:

Post a Comment

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...