28 April 2019

Bila Jenderal Bikin Partai (2)

Oleh Selamat Ginting
Jurnalis
Pemerhati militer

Wiranto dan Hendro, Sudahlah …

Bendera Partai. Ilustrasi
Foto:Republika

Partai pecahan Golkar yang dibentuk para jenderal, kini berada di ujung tanduk. Kemungkinan tidak akan berhasil lolos ke Senayan, karena berada di bawah ambang batas parlemen. 

Wajah Wiranto terlihat tegang. Ia mencoba untuk tersenyum, namun kekecewaan terlihat dari raut wajahnya. Pendiri Partai Hanura atau Hati Nurani Rakyat itu meminta kader partainya tidak saling menyalahkan. 

Partai Hanura besutan Jenderal (Purn) Wiranto, kemungkinan tidak lolos ke Senayan. Gagal meraih 4 persen suara minimal ke DPR RI atau parliamentary threshold. Berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga, Hanura tidak lolos ke DPR periode 2019-2024, karena berada di bawah ambang batas parlemen 4 persen. 

"Tidak perlu saling menyalahkan. Dua kali Partai Hanura lolos pemilu, ya syukuri. Kalau sekarang tidak lolos, kita introspeksi. Tidak perlu salah menyalahkan, apalagi menyalahkan saya," kata Wiranto kepada para wartawan di salah satu kantor BUMN, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2019).

Ia berdalih dirinya konsentrasi sebagai Menteri Politik Hukum dan Keamanan, sehingga tidak mengurus Partai Hanura. "Saya (sebagai Menko Polukam) masih mengurus pemilu biar aman, ngurus Hanura nanti saja," ujarnya. 

Hasil hitung cepat sejumlah lembaga, Hanura hanya meraih kurang dari 1,5 persen suara. Turun drastis dari pemilu 2014 lalu, Hanura saat itu mengantongi 5,26 persen suara. 

Partai Hanura didirikan pada 2006. Pertama ikut Pemilu pada 2009 meraih 3,77 persen dan lolos ambang batas. Pada Pemilu 2014, Hanura juga berhasil lolos ke DPR. Kini partai yang dipimpin Osman Sapta Odang itu berada di ujung tanduk. Partai ini masuk dalam koalisi pendukung pasangan calon presiden-wakil presiden, Jokowi-KH Ma'ruf Amin.

Partai Hanura merupakan pecahan Partai Golkar. Pecahan Partai Golkar lainnya yang kemungkinan tidak lolos ke Senayan adalah Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang dipimpin Diaz Hendropriyono, anak mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Hor (Purn) AM Hendropriyono.

Berdasarkan hitung cepat sejumlah lembaga, PKPI yang merupakan metamorfosa dari PKP, juga berada di bawah ambang batas. Partai pendukung pemerintah ini  suaranya di bawah 1 persen. Pada 2014 lalu, PKPI juga hanya mampu meraih 0,91 persen. Artinya sejak 2004, 2009, 2014, dan 2019 PKP atau PKPI gagal ke Senayan.

Jadi, partai besutan jenderal yang masih eksis, tinggal Gerindra yang dinakhodai Prabowo serta Demokrat, milik SBY. Baik Wiranto dan Hendro yang selama ini hubungannya ‘tidak baik’ terhadap Prabowo maupun SBY, partainya kemungkinan harus tersingkir dari Senayan. 

Dampak reformasi
Golkar harus berhadapan dengan masyarakat usai lengsernya Presiden Soeharto pada Mei 1998. Mereka dianggap bagian dari rezim Orde Baru. Golkar meresponsnya dengan melakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).  Melakukan pemilihan ketua umum untuk mengganti Harmoko pada Juli 1998.

Berhadapan antara kubu Akbar Tanjung mewakili politikus sipil melawan kubu Jenderal (Purn) Edi Sudrajat yang berasal dari kalangan militer. Akbar tampil sebagai pemenang. Mengalahkan kubu Edi yang didukung mantan Wakil Presiden Jenderal (Purn) Try Sutrisno.
Akbar berusaha mempertahankan eksistensi dan melakukan tiga langkah perubahan. Pertama; menghapuskan peran dewan pembina yang memiliki kekuasaan penuh. Kedua; mengubah Golkar menjadi Partai Golkar. Ketiga; menetapkan mekanisme pemilihan ketua umum Partai Golkar dengan cara Musyawarah Nasional (Munas). 

Keputusan itu menimbulkan perbedaan pandangan. Beberapa kader senior keluar dari Partai Golkar. Mereka membentuk partai baru, Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) dipimpin Edi Sudradjat. Membawa gerbong ormas Kosgoro, pimpinan Hayono Isman, anak dari Mayjen (Purn) Mas Isman, pendiri KINO Sekber Golkar. Mereka mendeklarasikan pada 15 Januari 1999. Inilah awal pecahnya Golkar di era reformasi.

Onderbouw Golkar lainnya, MKGR juga memisahkan diri. Mereka menjadi partai politik. Dipimpin Mien Sugandhi, istri dari Mayjen (Purn) Sugandhi, pendiri KINI Sekber Golkar. Pucuk pimpinan organisasi massa yang berafiliasi ke Golkar juga membentuk partai baru. Pemuda Pancasila pimpinan Yapto S Soerjospemarno mencoba peruntungan. Membentuk Partai Patriot Pancasila.

Pada 1999 Partai Golkar ikut dalam pemilu pertama era reformasi. Hasilnya, mendapatkan suara terbesar kedua dengan jumlah 22,44 persen di DPR setelah suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebesar 33,74 persen. Ada pun partai-partai pecahan Golkar, kesulitan meraih suara. PKP hanya mendapatkan 1,01 persen Partai MKGR meraih 0,19 persen.   

Pada 2003, Jenderal (Purn) R Hartono keluar dari Partai Golkar. Mantan KSAD dan menteri dalam negeri era Presiden Soeharto itu mendirikan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Menggandeng putri sulung mantan Presiden Soeharto, Siti Hardijanto Soeharto. 

Konvensi
Jelang pemilu 2004, Golkar  menyelenggarakan konvensi presiden untuk mencari calon presiden dalam pilpres 2004. Sejumlah nama elite militer muncul, seperti: Jenderal (Purn) Wiranto, Jenderal Hor (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jenderal Hor (Purn) Agum Gumelar, dan Letjen (Purn) Prabowo Subianto. Selain itu ada Akbar Tanjung, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Jusuf Kalla, dan Agung Laksono. Belakangan SBY batal mendaftar, begitu juga Agum Gumelar. Termasuk Jusuf Kalla dan Agung Laksono. Konvensi presiden Partai Golkar dimenangi Wiranto yang mengalahkan Akbar Tanjung di putara kedua.

Pada pemilu legislatif 2004, Golkar tampil sebagai pemenang (21,58 persen). Namun kalah dalam pemilihan presiden yang dimenangi SBY yang berpasangan dengan kader Golkar Jusuf Kalla. Partai-partai pecahan Golkar bergelimpangan pada pemilu 2004. Mereka menjadi partai gurem, seperti: PKPI yang merupakan metamorfosa dari PKP (1,26 persen), PKPB (2,11 persen), dan Partai Patriot Pancasila (0,95 persen).  

Pada tahun itu juga Partai Golkar juga menyelenggarakan Munas untuk memilih ketua umum. Wakil Presiden Jusuf Kalla terpilih sebegai ketua umum 2004-2009. Beberapa tokoh keluar dari Partai Golkar, yakni Wiranto dan Prabowo. Wiranto mendirikan Partai Hanura sedangkan Prabowo mendirikan Partai Gerindra.

Pada pemilu 2009, jumlah suara Partai Golkar turun ke posisi kedua 14,45 persen setelah suara Partai Demokrat dengan 20,85 persen. Sedangkan partai pecahan Golkar yang eksis adalah Partai Gerindra 4,46 persen, dan Partai Hanura 3,77 persen. Sementara partai pecahan Golkar lainnya, semakin tidak berdaya dan gagal mengirimkan wakilnya ke Senayan. PKPB hanya meraih 1,40 persen, PKPI 0,90 persen, Partai Patriot yang merupakan metamorfosa dari Partai Patriot Pancasila hanya mendapat 0,53 persen.

Tahun itu juga berlangsung Munas. Aburizal Bakrie mengalahkan rivalnya, Surya Paloh. Surya kecewa dan menyatakan keluar dari Golkar, mendirikan Partai Nasional Demokrasi (Nasdem).

Pada tahun 2014 Partai Golkar tetap berada di posisi ke dua dengan perolehan 14,75 persen. Berada di bawah PDIP yang meraih 18,95 persen. Urutan selanjutnya; Gerindra 11,81 persen, Demokrat 10,19 persen, PKB 9,04 persen, PAN 7,59 persen, PKS 6,79 persen, Nasdem 6,72 persen, PPP 6,53 persen, dan Hanura 5,26 persen.
#END

No comments:

Post a Comment

Posting Terkini

Selamat Ginting Prediksi Dudung Kepala BIN, Agus Subiyanto KSAD

Photo: tribunnews.com Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting memprediksi Jenderal Dudung Abdurachman akan me...